Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pentingnya Jaminan Pangan di Wilayah Timur Indonesia

16 Juli 2020   13:25 Diperbarui: 16 Juli 2020   13:22 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sagu Pangan Lokal. Sumber. Kompas

"Pangan menjadi salah satu faktor penting ditengah pandemi yang melanda dunia, salah langkah sedikit saja bakal berakibat fatal bagi kondisi sosial ekonomi 260 juta jiwa penduduk Indonesia".
Pangan menjadi bahasan penting untuk dikemukakan karena sejalan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah untuk menangangi kemungkinan terburuk mengatasi wabah corona. 

Apapun poin penting dari kebijakan pemerintah baik partial lockdown, lockdown dan yang terbaru New normal kekuatan pangan dalam negeri tidak bisa diabaikan begitu saja karena dapat menimbulkan kekacauan ekonomi baik mikro maupun makro. 

Sebut saja India, dimana terdapat pelajaran berharga dari upaya lockdown di India. Kebijakan melakukan lockdown tanpa pertimbangan matang berimbas pada kegagalan karena masyarakat tak mampu menjangkau pangan yang disediakan oleh pemerintah. 

Walaupun bisa dijangkau akan tetapi jaminan keamanan begitu longgar dan tidak sistematis. Masyarakat dengan naluri bertahan hidupnya kemudian menggagalkan sistem lockdown karena urusan perut yang harus dipenuhi.

 Begitupula yang terjadi dengan Italia, dimana yang diterapkan hampir sebulan ini meggoyahkan perekonomian Italia. Dampaknya, mulai melakukan penjarahan ditoko makanan akibat distorsi ekonomi yang mulai terjadi. Lantas bagimana dengan Indonesia? Apakah kekuatan pangan kita terjamin? 

Tulisan ini menitikberatkan pada kondisi kekuatan pangan tanpa mengabaikan apa system yang tepat menangani pencegahan virus corona (covid -19).

Berdasarkan laporan indeks ketahanan pangan GFSI yang dikutip dari Tirto.id, pada tahun 2018 keterjangkauan pangan Indonesia berada pada urutan 63 dengan skor 55,2, Indeks ketersedian pangan 58,2 dengan posisi ke 58, kualitas kemanan 44,5 menempati posisi ke 84 dan faktor sumber daya alam 43,3 dan menempati ururtan ke 111 dari 113 negara. 

Dari data ini, kekuatan pangan Indonesia berada pada urutan ke 58 namunn tingkat keterjangkauan masih berada diurutan ke 63 tentunya ada perbaikan dari tahun-tahun sebelumnya akan tetapi kondisi ini belum mampu menggambarkan kondisi secara geografis.

The Economics Intelligence Unit (EUI) menyimpulkan selama periode 2014-2018, indeks kenaikan pangan Indonesia mengalami peningkatan cukup sinifikan dengan tingkat pertumbuhan sebesar 1.7 persen atau menduduki peringkat ke 65 didunia dank e 5 di Asean. Lantas bagaimana dengan kekuatan pangan dalam negeri?

 Berdasarkan koridor yang dihimpun oleh Badan Keamanan Pangan pada Tahun 2018, terdapat 81 kabupaten dan 7 kota rentan terhadap ketahanan pangan. Dimana Maluku Utara masuk pada kategori kelompok 1 dengan Kota Tidore sebagai salah satu dari 7 Kota yang memiliki Indeks Ketahanan Pangan Rendah. Mayoritas pengeluaran di 81 Kabupaten dan 7 Kota memiliki rata-rata pengeluaran sebesar 63 persen dari total pengeluaran.  

Sementara, berdasarkan peringkat dan skor Indeks ketahanan pangan per Kabupaten 2018, Kabupaten Halmahera Utara menempati urutan ke 105, Halmahera timur (194), Halmahera Selatan (221), Pulau Morotai (214), Halmahera Barat (324), Kepulauan Sula (341), Pulau Taliabu (372), dari 412 Kabupaten.

 Sedangkan indeks ketahanan perkotaan, Kota Ternate berada pada urutan ke 24 dan  Kota Tidore berada pada urutan ke 92  dari 98 kota di Indonesia. Secara keseluruhan indeks ketahanan pangan khususnya Maluku Utara masih sangat rendah dimana mayoritas pangan Maluku utara merupakan hasil suplai dari daerah lain.

Maka di tengah kondisi pandemi Covid-19 saat ini, kekuatan pangan menjadi amat genting untuk diperhatikan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah agar ketersediaan, keterjangkauan dan keamanan pangan dapat di terjamn. 

Selain itu, untuk menjaga kestabilan demi terwujudnya ketahanan pangan ditengah pandemi, pemerintah perlu mengontrol perubahan-perubahan yang terjadi dipasar. Dimana pergerseran permintaan menciptakan perubahan struktur pasar dan perilaku pasar yang dapat membuat masyarakat sulit menjangaku baik segi harga dan ketersediaan akibat dari spekulasi-spekulasi yang dilakukan oleh pedagang.

Sehingga, upaya migitasi setiap Negara terutama Indonesia terhadap dampak dari covid 19 terhadap perdagangan dan pasar pangan perlu dilakukan karena keterbatasan produksi, distribusi, dan suplai pangan yang mulai tergangu. Apalagi bahan pangan merupakan volative food ialah penyumbang inflasi.

 Stabilisasi harga dipandang penting ditengah tingginya permintaan karena buying panic masyarakat akibat adanya kebijakan social distancing dan tetap berada dirumah walaupun kondisi konsumsi tidak berubah. Sebagai contoh, salah satu komoditas pangan yakni gula putih di Surabaya mengalami peningkatan harga selang beberapa hari pemerintah daerah menerapkan social distancing, atau contoh terdekat di Kepualauan Sula mayoritas bahan pangan yang didistribusikan dari Manado melabung tinggi. 

Ketersediaan stok dipasar menjadi sangat penting agar tidak terjadi spekulasi dari pedagang dan dapat menciptakan kelangkaan barang dipasar. Bahan pangan yang tak kalah penting ialah beras yang mengalami pergerakan harga di pasar eceran.akibat respon pedagang yang ditransmisikan dari pasar produsen.

Kondisi yang paling dikwatirkan ialah dampak kebijakan pembatasan skala social terhadap kelas ekonomi menengah kebawah. Jika harga terlampau tinggi masyarakat kelas menegah kebawah seperti pekerja harian, buruh, ojek dll tidak dapat menjangkau pangan dan bisa menimbulkan efek social yang tidak diinginkan.

 Maka, peran utama baik Bulog, Badan Ketahanan Pangan, dan pemerintah sangat dibutuhkan sinergitasnya dengan memberikan jaminan akses pangan yang mudah dan harga yang wajar, serta melakukan intevensi pasar dengan melakukan control harga dan menyediakan pangan murah untuk rumah tangga ekonomi menengah kebawa.

Tentunya jaminan ini sangat penting mengingat daya beli masyarakat rendah akibat terganggunya tingkat pendapatan.

Jaminan distribusi dan logistik juga menjadi catatan-catatan penting terutama wilayah Indonesia merupakan wilayah kepulauan. Kelancaran distribusi dari wilayah produksi ke wilayah konsumsi seperti Maluku Utara perlu dijamin.

 Apalagi ditengah pandemic saat ini, biaya-biaya distribusi dari perusahan-perusahan ekspedisi menjadi sangat tinggi terutama alur distribusi ke wilayah timur. Pemerintah perlu mengurangi food losses disepanjang rantai pemasaran dan distribusi hasil-hasil pangan agar tecipta efisiensi pasokan pangan yang berdampak pada harga yang wajar.

Catatan penting untuk wilayah kepulauan seperti Maluku Utara yang masuk dalam wilayah rawan ketahanan pangan ialah pentingnya menjaga ketersediaan stok pangan, kestabilan harga serta alur distribusi yang efisien. Apalagi mayoritas 11 bahan pangan didistribuskan dari luar.

 Kekuatan stok pangan yang terbatas menjadi kendala tersendiri bagi pemerintah, dengan tingkat konsumtif tinggi dan tingkat kesenjangan antar kabupaten.. Berdasarkan data BPS 2019, Jumlah produksi padi Maluku Utara tahun 2019 diperkirakan 37.946 ton yang jika dikonversikan ke beras  sebesar 21.125 ton. Data ini menurut BPS terjadi penurunan sebanyak 6.180 ton atau 22.63 persen dibanding 2018. Dengan asumsi pula jika jumlah penduduk sebesar 1, 039 juta jiwa maka kebutuhan beras yang diperlukan sebesar 39.230 juta ton dengan konsumsi rata-rata perkapita 0,58 kg. 

Kondisi ini menggambarkan kekuatan pangan khusus beras dalam negeri belum mampu memenuhi permintaan masyarakat. Sedangkan untuk 10 kebutuhan pangan lainnya rata-rata merupakan barang impor dari luar wilayah. Selain menjaga kekuatan stok, pemerintah daerah juga perlu menjaga kestabilan harga, agar pergerakan harga tidak terlalu tinggi dan dapat dijangkau oleh masyarakat.

 Hal yang perlu dilakukan ialah menjamin agar pasokan bahan pangan tidak terjadi keterlambatan yang menyebabkan ketersediaan terbatas. Penerapan HPP yang sudah diterapkan perlu dikontol secara terus menerus agar pedagang tidak berspekulasi dan mencari keuntungan ekonomis yang tinggi serta melakukan pengawasan agar tidak terjadi penimbunan bahan pangan. ***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun