Tepat pukul 07:00 WIT, masyarakat desa mulai berdatangan satu persatu. Pagi itu matahari masih manja dan malu-malu menampakan diri, burung-burung masih asik berkejaran dan berkicau tiada henti serta deburan ombak masih asik merayu pasir-pasir di tepi pantai.Â
Dan, masyarakat desa hari ini tidak bertani dan tidak memancing seperti biasanya, tidak seperti hari-hari yang mereka lalui.Â
Langkah tegap para pria dengan kaki telanjang serta parang yang di ikat ke pinggang menjadi pemandangan riuh pagi ini. Berbondong-bondong berdatangan, berkumpul dan membagi cerita-cerita yang mengoyak perut.
Sedangkan para wanita pun demikian, dengan menggendong anak-anaknya di tangan kanan dan panci di tangan kiri tidak kalah antusiasnya dengan para pria.Â
Mereka langsung menuju ke tempat di mana mereka akan menghabiskan waktu beberapa hari ke depan. Hari ini adalah hari di mana masyarakat desa akan mempraktikkan kegiatan gotong royong atau yang disebut dengan "babari".Â
Untuk membantu salah satu masyarakat desa membuat acara tahlilan 100 hari kepergian salah satu sanak familinya. Kegiatan babari ini juga di terapakan pada semuakegiatan masyarakat seperti perkawinanan sampai ke bertani.
Sebagai negeri dengan julukan Jazirah Al-Mulk, atau negerinya para raja serta bangsa yang memiliki akar sejarah yang panjang tentang perjalanan menjadi sebuah negara kesatuan, Maluku utamanya Maluku Utara menyimpan begitu banyak catatan-catatan dalam kehidupan berbudaya masyarakat.Â
Negeri yang menjadi pelaku sejarah perdagangan rempah-rempah ini menyimpan satu budaya yang saat ini masih terawat rapi di kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Budaya yang sering kenal dengan gotong royong atau babari, budayanya orang bumi pertiwi.
**
Sembari para pria bercanda di halaman depan, para wanita mulai sibuk mengebulkan asap di dapur untuk menyiapkan teh, kopi, dan ala kadar seadanya untuk masyarakat desa sebelum beraktivitas.Â
Acara leliyan (hajatan) dilakukan esok hari, namun biasa nya masyarakat sudah mempersiapkan segala keperluan ritual sehari sebelumnya.
Setelah semua persiapan selesai, para pria kemudian dibagi menjadi beberapa kelompok. Biasanya mereka langsung tahu apa yang harus dilakukan.Â
Kelompok -kelompok itu seperti kelompok pengambil kayu bakar di hutan, kelompok pencari sayur, kelompok pengambil bambu sekaligus membuat "sabuah" atau tenda dari bambu dan terpal, kelompok yang mengambil buah kelapa dan daun untuk di buat santan dan minyak kelapa, serta kelompok besar maupun kecil lainnya.
Dengan pembentukan kelompok yang sebenarnya tidak perlu pembentukan secara formal maka satu per satu kelompok pun memulai tanpa harus ada aba-aba atau perintah.
Di samping itu, para wanita, ibu-ibu dan nenek-nenek juga memiliki kegiatan yang sama yakni di bagian persiapan konsumsi.Â
Para nenek-nenek biasanya mempunyai pekerjaan sendiri, mereka biasanya mempunyai tugas memilah beras untuk di masak. Kegiatan ini merupakan kegaiatan memisahkan kotoran-kotoran beras seperti batu dan benda selain butir beras.
Sedangkan para ibu dan remaji akan mempersiapkan berbagai alat masak seperti gelas, wajan, tungku dan mengatur siapa yang menjaga makanan, siapa yang memasak nasi, siapa yang nantinya membuat tungku, mencuci piring, membuat sayur, membuat ikan, membuat minyak kelapa, serta kegiatan-kegiatan lain nya untuk keperluan makan siang dan acara esok hari.
***
Tepat pukul 10-12 biasanya para pria yang di bagi ke dalam beberapa kelompok akan kembali dari hutan dan mempersiakan "sabua" atau tenda, membelah kayu secara bersama-sama, mengupas kelapa untuk membuat minyak, serta mempersiapkan meja dan kursi.Â
Kegiatan ini terus dilakukan hingga jeda saat makan siang sebelum dilanjutkan dengan kegiatan mereka lainnya.
Kegiatan makan siang pun memiliki adat tersendiri, biasanya yang para orang tua makan di meja yang dipersiapkan untuk mereka sebagai penghormatan dan yang muda juga biasanya terpisah. Tetapi kadang kala bisa secara bersama-sama dengan bebas. Kecuali para imam dan pengurus mesjid.
Keesokan hari nya kegiatan ini tidak hanya melibatkan masyarakat desa itu sendiri. Tetapi, masyarakat dari desa tetangga akan berbondong-bondong datang ke acara yang biasanya disebut sebagai "liliyan". Mereka datang dengan membawaperlengkapan dan kebutuhan acara.Â
Biasanya pada saat hari H baik masyarakat desa dan masyarakat desa lainnya memberikan secara sukarela berupa beras, minyak dan uang. Jika tidak menyumbangkan uang maka mereka akan menyumbangkan beras dan minyak.Â
Biasanya per keluarga akan menyumbangkan 1 (satu liter beras) dan satu liter minyak. Begitu pun demikian jika, tidak menyumbangkan beras maka akan menyumbangkan uang dengan jumlah 20 ribu.Â
Dan ada yang khusus mencatat sumbangan-sumbangan tersebut, yang nantinya sumbangan tersebut akan dimasak dan disajikan saat acara besar.
Tamu-tamu yang datang dari desa tetangga akan dengan sendirinya memangku tugas membuat "ketupat". Â Daun kelapa yang sebelumnya diambil oleh masyarakat desa akan di tebar di atas meja dan di tempat-tempat yang ditentukan.
Masyarakat tetangga desa yang yang memiliki keahlian membuat ketuapat juga akan berkolaborasi dengan para orang tua desa untuk sama-sama gotong royong menyiapkan ketupat. Sedangkan yang pria biasanya langsung membantu membelah kayu atau mengambil kayu, mengupas kelapa dan tidak jarang membantu ibu-ibu menyiapakan hal-hal kecil sampai besar.
***
Kegiatan ini akan berlangsung sampai pada malam membaca doa dan sesudah acara. Di malam tahlilan biasanya suasana semakin riuh. Orang-orang akan sangat sibuk menyiapkan makanan yang sudah di masaka dari pagi sampai malam.Â
Meja-meja mulai diangkut dari rumah ke rumah, undangan-undangan mulai disebarkan ke desa-desa tetangga utamanya para pengurus mesjid. Pria-pria yang menjadi pelayan bersiap-siap lebih awal, menyiapkan air, mengatur gelas, piring, kursi dan meja.
Kegiatan babari yang masih dijaga ini merupakan kegiatan jati diri indonesia, di mana di saat kitaketika di perkotaan mulai kehilangan rasa percaya dan kepercayaan pada orang lain sebagai dasar dari gotong royong, di desa masih sangat terawat dan terjaga.Â
Kita harus perlu menjaga kearifan lokal asli negeri ini. Sebab indonesia di kenal bukan karena hebat nya orang-orang berjabatan tinggi tetapi indonesia di kenal karena kebudayaannya, keramahan nya dan gotong royongnya.
Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H