Tepat pukul 10-12 biasanya para pria yang di bagi ke dalam beberapa kelompok akan kembali dari hutan dan mempersiakan "sabua" atau tenda, membelah kayu secara bersama-sama, mengupas kelapa untuk membuat minyak, serta mempersiapkan meja dan kursi.Â
Kegiatan ini terus dilakukan hingga jeda saat makan siang sebelum dilanjutkan dengan kegiatan mereka lainnya.
Kegiatan makan siang pun memiliki adat tersendiri, biasanya yang para orang tua makan di meja yang dipersiapkan untuk mereka sebagai penghormatan dan yang muda juga biasanya terpisah. Tetapi kadang kala bisa secara bersama-sama dengan bebas. Kecuali para imam dan pengurus mesjid.
Keesokan hari nya kegiatan ini tidak hanya melibatkan masyarakat desa itu sendiri. Tetapi, masyarakat dari desa tetangga akan berbondong-bondong datang ke acara yang biasanya disebut sebagai "liliyan". Mereka datang dengan membawaperlengkapan dan kebutuhan acara.Â
Biasanya pada saat hari H baik masyarakat desa dan masyarakat desa lainnya memberikan secara sukarela berupa beras, minyak dan uang. Jika tidak menyumbangkan uang maka mereka akan menyumbangkan beras dan minyak.Â
Biasanya per keluarga akan menyumbangkan 1 (satu liter beras) dan satu liter minyak. Begitu pun demikian jika, tidak menyumbangkan beras maka akan menyumbangkan uang dengan jumlah 20 ribu.Â
Dan ada yang khusus mencatat sumbangan-sumbangan tersebut, yang nantinya sumbangan tersebut akan dimasak dan disajikan saat acara besar.
Tamu-tamu yang datang dari desa tetangga akan dengan sendirinya memangku tugas membuat "ketupat". Â Daun kelapa yang sebelumnya diambil oleh masyarakat desa akan di tebar di atas meja dan di tempat-tempat yang ditentukan.