Hermeneutik zaman Patristik
Hermeneutik Aleksandria
    Mulai dari para rasul mati, dari (tahun 95- 600 M) yaitu dari Clemens dari Roma sampa Ireneus, tidak ada catatan yang berkembang mengenai metode interpretasi kitab suci. Hal ini disebabkan karena mereka terlalu sibuk mempertahankan kristologi mereka dari ajaran sesat.  Sebagai akibatnya banyak diantara mereka yang terjun dalam penafsiran alegorisasi. Dua orang terkenal telah menjadi tokoh yang memperkenalkan penafsiran Alkitab secara alegorikal. Yang pertama, Clement dari Alexandria yang mengajar di sana dari 190 M sampai 203 M. Clement mengajarkan bahwa Kitab Suci memiliki makna ganda: Seperti umat manusia, ia memiliki tubuh (makna literal) serta jiwa (makna spiritual) yang tersembunyi di balik literal. Kedua Origen (185-254 M), Origen berargumen bahwa sama seperti manusia yang memiliki tubuh, jiwa, dan Roh, demikian juga kitab suci memiliki makna dalam tiga dimensi.[6]Â
    Misalnya Yustinus adalah seorang martir dari Samaria (tahun 100-164 M) karena ia sangat mengasihi Krisus dan pembela Kristus yang tidak kenal takut. Tetap dalam eksposisinya sering kali bersifat fantastis dalam menginterpretasi khas dari Perjanjian Lama. misalnya, Yustinus berkata bahwa Lea mewakili orang-orang Yahudi, Rahel mewakili gereja dan Yakub adalah Kristus yang melayani orang-orang Yahudi dan gereja. Ireneus tinggal di Simirna. Dalam bukunya Against Heresies (melawan bidat) ia menekankan bahwa Alkitab harus di pahami dalam pengertian alamiah yang jelas. Ireneus menekankan bahwa Perjanjian Lama dapat diterima oleh orang-orang Kristen karena Perjanjian Lama penuh dengan lambang-lambang. Dari beberapa kasus, tipologinya menjadi ekstrim hingga menjadi alegoris. misalnya alegoris Ireneus. Ia berkata bahwa ketiga mata-mata yang disembunyikan oleh Rahab adalah lambang Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus[7]
Hermeneutik Antiokhia
    Menya dari adanya pengabaian yang tidak terkendali terhadap makna harfiah dari kitab suci oleh pengajaran dari Aleksandria, maka beberapa pemimpin gereja Antiokhia Siria menekankan interpretasi historis. Dorotheus membantu mempersiapkan jalan untuk pendirian sekolah di Antiokhia. Lucian (tahun 240-312 M) adalah mendiri sekolah Antiokhia. Diodorus menggunakan kata teori untuk merujuk kepada makna asli dari tulisan tersebut, yang menurutnya mencakup metafora dan juga pernyataan sederhana. Diodorus adalah guru dari dua bapa Antiokhia terkenal antara lain, yaitu Theodore dari Mopsuestia dan John Chrysostom. Mereka ini disebut adalah bapa-bapa penafsir terhebat dari aliran Antiokhia.Â
Hermeneutik Patristik Terkemudian
    Ada beberapa patristik yang terkenal dari bapa-bapa gereja dari abad ke-5 sampai abad ke-6. 1). Heronimus (tahun 347-419 M) pada awalnya mengikuti Origen dalam alegorisasinya. Dalam karya eksegesisinya yang pertama, yang berjudul A. Commentary on Obadiah, bersifat alegoris. Tetapi dikemudian hari Hieronimus dipengaruhi oleh sekolah
Antiokhia dan para guru Yahudi, karya Hieronimus menjadi harfiah. John cassian (tahun 360-435 M) adalah seorang Rahib dari skit (Rumania modern). 2). John Cassian mengajarkan bahwa Alkitab mempunyai makna empat lapis, yaitu: Historis, alegoris, tropologi (makna moral), analogis. 3). Agustunus (354-430) adalah seorang teolog besar yang mempunyai pengaruh besar terhadap gereja selama berabad-abad. Pada mulanya, Agustinus adalah seorang penganut Manikheisme.Â
    Gereja Manikheisme yang dimulai diabad ketiga Masehi, mendeskriditkan kekristenan dengan menunjuk kepada antropomorfisme yang absurd dari PL. Ketika ketegangan di katedral di Milan, Italia, Agustinus mendengarkan Ambrose yang sering mengutip II Kor. 3:6, Hal ini menyebabkan Agustinus menerima alegorisasi sebagai sebuah solusi untuk masalah-masalah perjanjian Lama. Misalnya, dalam karyanya, De Doktrina Christiana pada tahun 397, Agustinus menyatakan bahwa cara untuk menentukan apakah suatu ayat bersifat alegoris atau tidak adalah dengan mencari keterangan kepada aturan iman, yaitu ajaran gereja dan juga kitab suci itu sendiri. Dalam karya yang sama, Agustinus mengembangkan analogi iman.Â
    Dalam ajaran Dokrin Kristen, Agustinus menyajikan tujuh aturan untuk interpretasi yang mengusahakan memberi dasar rasional untuk alegorisasi. Ketujuh atauran itu sebagai berikut. a). Tuhan dan tubuh-Nya. Apa yang dikatakan tentang Kristus sering kali juga dapat diterapkan kepada tubuh-Nya yaitu gereja. b)."Pembagian ganda Tuhan, atau campuran gereja, gereja menampung orang munafik dan orang yang sungguh-sunggu percaya (Mat. 13:47-48) c). Janji-janji dan hukum. " Beberapa ayat berhubungan dengan karunia, hukum, Roh, huruf, usaha dan iman. d). Spesies (bagian) dan Genus (keseluruhan). Beberapa ayat lainnya berhubungan dengan keseluruhan (Genus), orang Israel yang percaya misalnya adalah (Spesies) dari Genus, yaitu gereja, yang adakah orang-orang Israel yang rohani e). Waktu. Ketidak sesuaian yang ada dapat disesuaikan dengan memasukkan satu pernyataan di dalam pernyataan lain. Misalnya, salah satu Injil yang mengatakan bahwa transfigurasi terjadi enam hari setelah adegan di Filipina Kaisarea, dimasukan ke dalam delapan hati yang dicatat oleh penulis Injil lainnya. Angka-angka sering kali tidak berarti bilangan matimatikan tertentu, tetapi merupakan tapi merupakan jumlah yang memiliki arti luas. f). Rekapitulasi. Beberapa ayat yang sulit dapat dijelaskan dengan memandangnya sebagai ayat yang merujuk kepada suatu riwayat yabg oenah terjadi sebelumnya. Misalnya, riwayat pencipta sebelumnya tertulis ke dalam kejadian 2 dijelaskan sebagai Rekapitulasi dari riwayat yang pertama di dalam kerjadian 1, bukan suatu kontradiksi terhadap catatan pencipta di dalam kejadian 1. g). Setan dan tubuhnya. Beberapa ayat, cth Yes.14 yang berbicara tentang setan, lebih berhubungan dengan tubuhnya, yaitu pengikut-pengikutnya.[8].Â