Mohon tunggu...
Ohahauni Buulolo
Ohahauni Buulolo Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pelayanan Sosial

Takut akan TUHAN adalah Permulaan Pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Metode-Metode Ilmiah Dalam Sejarah Tafsiran Alkitab

23 Maret 2024   23:42 Diperbarui: 23 Maret 2024   23:57 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kedua, istilah "Hermeneutik" makin digunakan untuk merujuk pada pemakain "alat" kritik sastra yang luas: Kritik-sumber, kritik-bentuk, kritik-tradisi, kritik-redaksi dan Kritiknarasi. Tujuan alat ini lebih utamanya untuk merekonstruksi sejarah dan struktur kepercayaan komunitas-komunitas orang percaya tertentu yang menghasilkan suatu teks, lebih daripada mendengarkan pesan dari teks itu. Hermeneutik ini berkembang pada abad ke-19 yang dipergunakan oleh para kaum kritisisme sehingga melahirkan berbagai macam interpretasi yang absurd

       Ketiga, disebut "Hermeneutik baru". Di sini, pemahaman penting bahwa manusia memiliki prasangka dan batasan sendiri dalam menafsir, ditingkatkan sampai mengatur jalannya diskusi. Kita membawa "kisi-kisi" tafsiran tidak terhindarkan, karena tidak ada akal yang terbuka secara total. Hermeneutik baru mengingatkan kita bahwa otoritas kitab suci tidak boleh ditransfer kepada otoritas si penafsir. Hermeneutika baru ini lebih merujuk pada penafsiran alegorisasi, mulai dari Ambrose, Hieronimus, Agustinus, Hilary dan Gregorius agung.[3]

Hermeneutik Yahudi di Palestina

Hermeneutik Yudaisme

       Sejarah Hermeneutik Yahudi sudah dimulai sejak zaman bangsa Israel ada ditanah pembuangan. Pengaruh budaya Babilonian saat itu mempengaruhi mereka, maka hal ini Sebuah krisis kebudayaan yang menakutkan sehingga membakar semangat studi mereka yang luas atas kitab Suci. Di tanah pembuangan yang di dominasi oleh kerajaan Babilonian memaksa orang-orang Yahudi mempertegas dan mempertahankan identitas keagamaan mereka sendiri untuk mencari perlindungan dengan mempelajari Kitab suci kuno. Ezra (457SM), dan kelompok para imam berjumlah 120 orang melakukan penerjemahan Kitabkitab Taurat ke dalam bahasa Aram, karena orang-orang Yahudi di pembuangan tidak lagi bisa berbahasa Ibrani. Ezr 8:15-20 Ne 8:1-8 Ezr 8:15-20. Dalam proses tersebut, mereka mendirikan Sinagoge, mempertajam penafsir dan penerjemahan kitab suci dengan menggunakan metode interpretasi literal.

Hermeneutik Helenistik

       Setelah bangsa Israel kembali ke Yerusalem, penafsiran kitab suci terus berlanjut sampai Nehemia dan Ezra mati. Para penerus Ezra mendirikan sekolah interpretasi  dengan mengikuti tradisi yang dipakai oleh Ezra dalam menafsir kitab-kitab taurat, yaitu menekankan metode penafsiran literal. Mereka menerima otoritas mutlak Firman Allah, dan tujuan utama mereka adalah menginterpretasikan hukum-hukum taurat. Hasil penafsiran mereka ini kemudian bercampur dengan tradisi-tradisi yang berlaku pada zaman itu, sehingga tulisan ini dikemudian hari dikenal dengan nama "Tradisi Lisan" (the Oral Law). Namun tradisi lisan ini dikemudian hari disebut menjadi Mishna dan kitab ini disejajarkan pada taurat. 

Alegorisasi Yahudi

       Alegorisasi Yahudi dipengaruhi oleh filsafat Yunani yang bercampur dengan budaya dan pikiran Yunani (Hellenistik) sehingga metode interpretasi mereka lebih dominan bersifat alegoris. Kerinduan mereka yang paling utama adalah menterjemahkan kitab-kitab Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani Modern, sebagai hasilnya adalah buku (kitab) Septuaginta.

       Maka karena pengaruh besar dari filsafat Yunani, orang Yahudi mengalami kesulitan dalam menerapkan cara hidup sesuai dengan pengajaran taurat. Sebagai jalan keluar mereka menggunakan alegoris untuk menjembatani kedua cara hidup yang bertentangan itu. Ciri khas utama dari interpretasi mereka adalah metode penafsiran alegorikal yang berakar pada filosofi Plato. Plato mengajarkan bahwa realitas sejati sebenarnya tersembunyi dibalik apa yang tampak oleh mata manusia. Artinya jika diterapkan dalam dunia sastra, perspektif seperti ini menyatakan bahwa makna sesungguhnya dari sebuah teks tersembunyi di balik kata-kata yang tertulis yaitu teks yang ada berfungsi sebagai sejenis metafora yang diperluas untuk menunjukkan ideide yang tersembunyi dibaliknya. Alegorisasi adalah mencari adanya makna dasar yang tersembunyi atau rahasia, tetapi dalam kenyataannya berjauhan dan tidak berhubungan dengan makna yang lebih jelas dari tulisan tersebut.[4] Ada dua nama yang menonjol dalam tafsiran alegorisasi ini yakni Philo dan Aristobulus. Yang pertama, Aristobulus (160 SM) dikenal sebagai penulis Yahudi yang pertama menggunakan metode alegoris. 

       Dalam pengajarannya dapat disingkapkan dengan cara alegoris. Yang kedua, Philo (20 sM-sekitar 54 M) adalah orang Yahudi pembuat alegoris yang paling terkenal di Aleksandria. Menurut Philo, penafsiran literal adalah untuk orang-orang yang belum dewasa karena hanya melihat sebatas huruf-huruf yang kelihatan (tubuh); sedangkan penafsiran alegoris adalah untuk mereka yang sudah dewasa, karena sanggup melihat arti yang tersembunyi dari jiwa yang paling dalam (jiwa). Salah satu contoh alegoris Philo. Philo mengajarkan bahwa Sara dan Hagar mewakili kebaikan dan pembelajaran, Yakub dan Esai mewakili kebjiksaan dan kebodohan. Yakub yang tidur beralaskan batu berbicara tentang mendisplinkan jiwanya sendiri, dan kandil bercabang tujuh di dalam kemah suci serta bait Allah mewakili tujuh planet. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun