Menurut Juan Linz bila presiden terpilih bukan dari kelompok dengan suara mayoritas di parlemen maka akan menghasilkan tirani minority president. Hal ini akan berimplikasi kepada banyak hal, salah satunya adalah kemandekan yang berkepanjangan, terlebih eksekutif dan parlemen adalah dua lembaga yang terlegitimasi secara mandiri. Kondisi ini pula lah yang menjadi penyebab presiden selalu tergantung pada parlemen.
Sistem presidensialisme multipartai yang demikian saat ini sedang terjadi di Indonesia. Presiden hanya disibukkan untuk “menjinakkan” partai dengan tujuan agar mendukung program pemerintah hingga dapat memimpin pemerintahan hingga akhir masa jabatannya.
Disini lah implikasi presidensialisme multipartai dimulai. Kegamangan dalam menerapkan presidensialisme yang diterapkan secara bersamaan dengan multipartai berdampak pada kemandekan(imobilis). Berimplikasi pada stagnasi pemerintahan, konflik presiden dan parlemen hingga terjadi instabilitas politik, yang lebih jauh secara langsung berpengaruh kepada kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itulah, Hanta Yuda menyebut presidensialisme multipartai khususnya di Indonesia saat ini sebagai “Presidensialisme Setengah Hati”. Karena disatu sisi sistem ini mengebu-ngebu ingin kekuasaan pemerintahan dikendalikan sepenuhnya oleh presiden, namun secara bersamaan parlemen juga “mengendalikan” pemerintahan.
Ofis Ricardo, S.H., M.H.
(Direktur Eksekutif Welfare State Indonesia)
_________________
Dimuat pada Rakyat Merdeka Online www.rmol.co 2 Agustus 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H