Mohon tunggu...
Odi Yogya
Odi Yogya Mohon Tunggu... Freelancer - Pengepul arsip

Seorang pengepul arsip, belajar dari masa lalu dan masa kini, semua orang itu guru, alam raya sekolahku..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Membela Anak Bumi Marapu", Membaca Novel Karya Bagus Yaugo Wicaksono

26 Desember 2020   12:30 Diperbarui: 26 Desember 2020   12:55 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama Sahabat Bagus Yaugo Wicaksono dan istrinya/dokpri

Bersama Sahabat Bagus Yaugo Wicaksono dan istrinya/dokpri
Bersama Sahabat Bagus Yaugo Wicaksono dan istrinya/dokpri

KISAH DALAM NOVEL 

Pembuka di atas sengaja saya buat, karena saya penasaran untuk bertemu dengan istri sahabat saya ini, yang menurut saya telah banyak mengubah dirinya. Termasuk dalam hal ini, menjadi romantis, di tengah kegarangan sikapnya terhadap ketidak-adilan dan semangat membara membangun perubahan yang lebih baik bagi kehidupan.

Novel yang saya kisahkan di atas, yang menurut sahabat saya dipersembahkan untuk istrinya, keyakinan saya sesungguhnya berkisah tentang mereka pula yang sama-sama bekerja di satu NGO internasional di Sumba Barat, untuk isu anak-anak dari kelompok masyarakat adat di sana.  Sahabat saya ini, Bagus Yaugo Wicaksono Namanya, hanya tersenyum saja saat diungkapkan hal itu.

"Membela Anak Bumi Marapu" itulah judul novelnya. Berdasarkan judulnya saja, sangat mudah bagi kita untuk mengetahui latar/setting-nya. Marapu, adalah agama lokal yang banyak dianut oleh masyarakat Sumba, yang hingga saat ini masih bertahan. Anak, bisa bermakna ganda. Anak dalam artian seluruh masyarakat yang berada di Sumba, atau anak dalam pengertian seseorang yang belum memasuki usia dewasa. Dalam konteks novel ini, anak yang dimaksud adalah anak dalam pengertian berdasarkan usia. Jadi, ini adalah kisah upaya membela kepentingan anak-anak di bumi Marapu di Pulau Sumba. Membela dari (masalah) apa dan bagaimana?  Itu pertanyaan yang mengemuka dalam kepala.

Novel ini mengisahkan tentang dua anak muda yang gelisah dengan latar belakang yang berbeda. Fatia, perempuan muda yang energik dari lulusan sebuah perguruan tinggi terkemuka, bekerja di sebuah perusahaan yang memiliki prestise bagus, namun tidak merasakan kepuasan dan kebahagiaan, lalu memilih untuk bekerja di daerah terpencil. Lalu, Farid, yang hatinya tengah hancur akibat putusnya hubungan dengan seorang perempuan, dengan niat melarikan diri dari situasinya untuk pergi sejauh mungkin, sampai merasakan ketenangan batin. Keduanya bekerja di satu Lembaga internasional yang memiliki kantor program di Sumba. Lembaga yang bekerja pada isu pemenuhan hak dan perlindungan anak.

Fatia hadir lebih awal, disusul Farid tujuh bulan kemudian. Kedua orang muda ini, bersama personil lembaga yang juga masih muda: Debi, dan Selwin, memiliki obsesi tentang perubahan social dan idealisme yang kuat. Secara informal mereka sering berdiskusi tentang pengalaman di lapangan, yang kemudian dijadikan sebagai agenda rutin, dan orang yang berminat semakin meluas. Pergulatan dengan anak dan masyarakat, menjadi tema utama. Informasi, hasil pengamatan, data yang diperoleh, dijadikan sebagai bahan dasar untuk mengidentifikasi berbagai persoalan, mengkodifikasi, menganalisis dan  mengembangkan strategi dan taktik bagi terciptanya perubahan sosial yang bermakna.

Perubahan sosial haruslah berbasis pada situasi sosial dan budaya masyarakat setempat. Mereka berhati-hati saat mengkaji nilai-nilai, adat-istiadat budaya dan agama lokal yang dianut, agar tidak terjebak pada pandangan umum dari luar, seperti bahwa kemiskinan yang diderita lantaran upacara-upacara adat yang memerlukan biaya tinggi, sehingga mengakibatkan misalnya pengabaian pada upaya menjaga keberlangsungan Pendidikan formal anak. Kesimpulan mereka, semua diakibatkan oleh masalah struktural. Karenanya, tawaran perjuangan adalah pemenuhan hak anak adat berbasiskan pada  nilai-nilai setempat. Gerakan yang bergulir dan mendapatkan respon positif dari berbagai kelompok masyarakat adat.

Gerakan ini mendapatkan reaksi dari pemerintah yang gusar atas gerakan tersebut. Pemerintah mulai melakukan tekanan terhadap lembaga internasional yang menaungi kaum muda tersebut. Di dalam situasi tersebut, terjadi intrik untuk melemahkan gerakan dengan mendiskreditkan Fatia dan Farid yang memiliki hubungan khusus yang dinilai meresahkan para pekerja lainnya. Hal ini dilaporkan ke kantor pusat tanpa sepengetahuan manager dan kepala kantor. Farid dan Fatia mendapatkan teguran, yang kemudian mendorong Farid untuk mengajukan surat pengunduran diri dari lembaga tersebut, dengan komitmen tetap bekerja secara mandiri Bersama organisasi adat, sampai satu titik tertentu dia akan Kembali ke Jakarta.

Tentang dua pertanyaan di atas, maka kita dapat menyatakan bahwa tema dari novel ini adalah membela hak-hak anak dari masyarakat adat, dan upaya yang dilakukan adalah memperjuangkan pemenuhan hak dan perlindungan anak yang tetap berpijak pada budaya setempat. Sederhana untuk dituliskan, sangat kompleks dan penuh tantangan di dalam kenyataannya.

BERANJAK DARI REALITAS, BERPIKIR DAN BERTINDAK 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun