Sekolah swasta tak terhitung jumlahnya di seluruh Indonesia, sebagian besar dengan basis agama. Tampaknya, mereka mengkhususkan diri dalam memproduksi anak-anak muda yang tidak unggul dalam bidang apapun kecuali untuk melayani dogma kapitalis dan agama, serta untuk mencuri demi klan keluarga mereka.
Sementara Chile berjuang mati-matian melawan kemiskinan di semua lini, termasuk dengan membangun perumahan sosial berkualitas tinggi, kesenjangan social di Indonesia adalah yang paling lebar di dunia ini, dan bahkan pemerintahnya berbohong tentang jumlah penduduk yang sebenarnya (negara ini punya lebih dari 300 juta penduduk tapi hanya sekitar 247 juta orang yang diakui dan dicatat), untuk mengantisipasi bahwa suatu hari, mungkin rakyat akan menuntuk si miskin untuk diberi tempat tinggal, diberikan pendidikan, dan diberikan perawatan kesehatan.
Chile adalah salah satu negara yang paling tidak korup di dunia, sementara korupsi di Indonesia adalah salah satu yang tertinggi, dengan mantan ‘orang kami’ Soeharto masuk buku rekor sebagai penguasa paling korup sepanjang masa.
Indonesia dan Chile dua negara yang pernah melalui neraka fasisme, tetapi di akhir neraka itu ada dua cerita yang benar-benar berbeda.
Negara yang satu - Indonesia – menyerahkan diri, berkolaborasi dan pada akhirnya gagal, hancur, dan menjadi seperti kebanyakan negara-negara malang di sub -Sahara Afrika.
Negara yang lain berjuang, bangga, konsisten, dan menang, sekarang menjadi salah satu negara yang paling layak huni di bumi ini, dengan kualitas hidup sebanding dengan negara-negara di Uni Eropa.
Negara yang satu tidak mampu menghasilkan sebuah novel pun yang layak dibaca setelahpenulis komunis besarnya - Pramoedya Ananta Toer (mantan tahanan politik yang buku dan manuskripnya dibakar oleh pengikut Soeharto) – meninggal dunia. Negara ini tidak menghasilkan apapun yang bernilai intelektual: tidak ada musik atau film yang berkualitas, tidak ada penelitian ilmiah, tidak ada konsep-konsep pendidikan yang monumental.
Negara yang lain - Chile - melahirkan penulis, penyair, pembuat film dan arsitek modern yang terkenal. Dan juga menghasilkan anggur yang termasuk terbaik di dunia!
Model yang diterapkan di Indonesia memang menakutkan, tetapi masih bisa dikalahkan. Model ini hanya akan berhasil jika orang menolak untuk melawan, jika mereka tunduk pada teror.
Di Indonesia, individu-individu diharapkan untuk patuh pada kendali keluarga dan agama yang brutal. Sejak lahir, mereka sudah dikondisikan: hidup dengan rasa takut, tapi mereka menganggapnya sebagai rasa ‘cinta’. Yang paling ditakuti pertama kali adalah ayah, lalu ulama, dan kemudian guru. Hal ini kemudian berkembang menjadi rasa takut kepada militer dan kediktatoran kapitalis. Pada akhirnya rasa takut itu melumpuhkan ‘segalanya’, dan menghentikan setiap pemberontakan bahkan pada tahap embrio.
Suatu hal yang sangat menyedihkan dan membuat depresi. Dan model ini ternyata bekerja dengan baik. Tapi yang pasti tidak di semua tempat!