Mohon tunggu...
Nia Febriana
Nia Febriana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Cerpen - Cerbung - Review - Daily

hihihi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerbung Friendshit Episode 5 - Hadiah

3 Juni 2022   10:31 Diperbarui: 3 Juni 2022   10:44 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/id/photos/hadiah-pembungkus-kado-penuh-sesak-1524051/

Kukira, masa-masa yang kita miliki akan kutulis dengan penuh kemalangan, rupanya masih ada bagian yang patut disebut indahnya kenangan.

2015

"Happy Birthday Yuna!" Sorak seisi kelas saat aku diambang pintu. Mereka berjejer seperti menyambut tamu agung. Kemudian, meledakkan confetti. Butiran-butiran kertas menghujani rambutku yang lepek, alhasil, semua menempel dan aku harus menyekanya satu per satu.

Aku tidak menyangka akan mendapat kejutan. Tapi, aku senang bisa merayakan ulang tahun terakhir sebelum kelulusan bersama teman-teman. Ternyata itu ide dari sahabatku. Tata dan Kia.

Kue tart diameter 18 senti tersaji di mejaku. Dua lilin terukir angka 1 5 menancap di atas butter cream berhias cokelat bubuk. Setelah bernyanyi bersama, kutiup lalu kupotong kue itu. Aku suguhkan potongan pertama dan kedua untuk Tata dan Kia. Ketiga untuk Denis, dan seterusnya dibagi rata untuk teman-teman yang lain.

Aku menerima sebuah kado dari kedua sahabatku, bentuknya persegi panjang. Hmm... seperti sebuah buku. Kumohon, jangan buku pelajaran. Mual sekali jika menerimanya.

"Wah!" Aku nyengir saat unboxing kado itu. Syukurlah, jauh dari ekspektasiku.

"Suka gak?" Tanya Kia.

"Kalau kalian yang kasih, suka dong. Sukaaa banget. Makasih." Jawabku melihat sampul yang mengkilap.

Tata menggantung lengannya di pundakku, "Ini novel best seller, dan limited banget di Indonesia. Kamu harus jaga baik-baik ya untuk kenangan-kenangan. Sebentar lagi kan kita berpisah, gak bisa sekolah bareng lagi." 

Aku terharu, lalu memeluk Tata dan Kia erat-erat seakan menolak perpisahan. Mereka orang yang baik. Tidak sepenuhnya buruk di mataku. Ada masa dimana keburukan mereka terhapus seketika saat menyipratkan kebaikan untukku. Seperti kejutan ulang tahun itu. 

Sayang, di hari itu juga aku berpikir mereka sedang mempermainkan perasaanku setelah euforia ultah dan traktiran makan siang. Jam sudah menunjukkan bahwa 15 menit lagi kelas matematika akan segera usai, buku tugas dikumpulkan untuk dimasukan ke buku nilai. Namun, aku belum menyelesaikannya.

"Ta, Ki, bisa bantuin aku gak?" Aku berjalan ke meja Tata dan Kia yang tengah sibuk mengerjakan soal latihan.

"Tanya aja sama Bu Maya!" Tata terlalu serius mengerjakan soal, dia bahkan tidak tahu kalau Bu Maya meninggalkan kelas.

"Tapi Bu Maya gak balik daritadi, palingan pas bel pulang baru nongol."

"Kamu gak ngerti? Tadi kan udah dijelasin, kamu tinggal ikuti rumusnya, Yuna." Kia berujar dengan nada sewot.

"Aku kan duduk di belakang, mana bisa kelihatan. Bu Maya juga jelasinnya cepat." 

Tata sedikit menenangkan batinku, "Tunggu kalau aku udah selesai ya, nanti aku ke meja kamu."

Aku berulang kali memutar pergelangan tangan untuk melihat berapa lama lagi Tata bakal membantuku. Otakku tidak bisa berpikir, aku sudah membolak-balik buku paket dan LKS mengenai rumus materi tersebut, tapi sama saja. Mentok.

Kepalaku jadi pusing. Tujuh menit sebelum bel pulang, aku belum bisa memecahkan satu soalpun dengan rumus yang diberikan Bu Maya. Tata nampaknya juga belum selesai. Aku cemas tidak mendapat nilai. Bisa saja aku lulus, tapi dengan hasil yang tidak memuaskan. Sialnya, terjadi di hari ulang tahunku.

"Geser!" Denis menginstruksi. "Cepat geser, aku mau duduk di sini. Mau dibantu gak?"

Akhirnya, lima soal bercabang dengan rumus njlimet selesai di detik-detik terakhir sebelum Bu Maya datang. Denis tidak membantuku untuk memahami cara menjawab soal-soal itu. Dia sendiri yang menyalin hitungan pada bukunya dengan tulisan berbeda di buku tugasku. 

"Kok, tulisanmu bisa mirip dengan tulisanku?"

"Tulisanmu kayak ceker ayam, tinggal tulis cepat tanpa spasi, jadi deh tulisan ala Yuna." Denis mengolok.

Aku sempat berhenti di gang samping sekolah saat perjalanan pulang. Ada yang mengganjal di dadaku. Air mata sudah mengayun di daguku, "Aku bodoh banget ya Den."

Denis ada di sampingku menyedot es teh untuk melumasi tenggorokannya, "Banget! Lagian, kenapa sih masih betah temenan sama mereka? Mereka kan gak pedu..."

"Bukan itu." Aku memotong.

"Terus?"

"Aku bodoh banget gak bisa ngitung. Padahal udah ada rumus, masih gak paham. Aku kan jadi membebani Tata dan Kia, kalau aku bisa mengerjakan sendiri, pasti mereka bisa mengerjakannya dengan damai tanpa aku usik, kayak tadi."

"Hadeuh..."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun