Aku terharu, lalu memeluk Tata dan Kia erat-erat seakan menolak perpisahan. Mereka orang yang baik. Tidak sepenuhnya buruk di mataku. Ada masa dimana keburukan mereka terhapus seketika saat menyipratkan kebaikan untukku. Seperti kejutan ulang tahun itu.Â
Sayang, di hari itu juga aku berpikir mereka sedang mempermainkan perasaanku setelah euforia ultah dan traktiran makan siang. Jam sudah menunjukkan bahwa 15 menit lagi kelas matematika akan segera usai, buku tugas dikumpulkan untuk dimasukan ke buku nilai. Namun, aku belum menyelesaikannya.
"Ta, Ki, bisa bantuin aku gak?" Aku berjalan ke meja Tata dan Kia yang tengah sibuk mengerjakan soal latihan.
"Tanya aja sama Bu Maya!" Tata terlalu serius mengerjakan soal, dia bahkan tidak tahu kalau Bu Maya meninggalkan kelas.
"Tapi Bu Maya gak balik daritadi, palingan pas bel pulang baru nongol."
"Kamu gak ngerti? Tadi kan udah dijelasin, kamu tinggal ikuti rumusnya, Yuna." Kia berujar dengan nada sewot.
"Aku kan duduk di belakang, mana bisa kelihatan. Bu Maya juga jelasinnya cepat."Â
Tata sedikit menenangkan batinku, "Tunggu kalau aku udah selesai ya, nanti aku ke meja kamu."
Aku berulang kali memutar pergelangan tangan untuk melihat berapa lama lagi Tata bakal membantuku. Otakku tidak bisa berpikir, aku sudah membolak-balik buku paket dan LKS mengenai rumus materi tersebut, tapi sama saja. Mentok.
Kepalaku jadi pusing. Tujuh menit sebelum bel pulang, aku belum bisa memecahkan satu soalpun dengan rumus yang diberikan Bu Maya. Tata nampaknya juga belum selesai. Aku cemas tidak mendapat nilai. Bisa saja aku lulus, tapi dengan hasil yang tidak memuaskan. Sialnya, terjadi di hari ulang tahunku.
"Geser!" Denis menginstruksi. "Cepat geser, aku mau duduk di sini. Mau dibantu gak?"