Akhirnya, lima soal bercabang dengan rumus njlimet selesai di detik-detik terakhir sebelum Bu Maya datang. Denis tidak membantuku untuk memahami cara menjawab soal-soal itu. Dia sendiri yang menyalin hitungan pada bukunya dengan tulisan berbeda di buku tugasku.Â
"Kok, tulisanmu bisa mirip dengan tulisanku?"
"Tulisanmu kayak ceker ayam, tinggal tulis cepat tanpa spasi, jadi deh tulisan ala Yuna." Denis mengolok.
Aku sempat berhenti di gang samping sekolah saat perjalanan pulang. Ada yang mengganjal di dadaku. Air mata sudah mengayun di daguku, "Aku bodoh banget ya Den."
Denis ada di sampingku menyedot es teh untuk melumasi tenggorokannya, "Banget! Lagian, kenapa sih masih betah temenan sama mereka? Mereka kan gak pedu..."
"Bukan itu." Aku memotong.
"Terus?"
"Aku bodoh banget gak bisa ngitung. Padahal udah ada rumus, masih gak paham. Aku kan jadi membebani Tata dan Kia, kalau aku bisa mengerjakan sendiri, pasti mereka bisa mengerjakannya dengan damai tanpa aku usik, kayak tadi."
"Hadeuh..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H