Tanpa aba-aba, lelaki botak tiga senti beserta pak kumis and the gank, meminta supir menghentikan angkot. Lalu, turun bersamaan. Raut wajah mereka tentu membentuk lengkungan bibir setengah lingkaran yang menekuk turun. Pertanda kecewa berat.
Langsung terpikir olehku untuk menceritakan kejadian itu pada Tata dan Kia. Mereka pasti takjub dengan keberanianku. Seorang diri mampu menghempaskan komplotan pencopet angkutan umum tanpa perlawanan berarti.
"Ta, Ki, aku mau cerita deh!" Kataku menggebu-gebu saat tiba di ruang kelas mampir ke meja Tata dan Kia.
"Sebentar Yun, kita lagi ngerjain tugas yang kemarin." Jawab Kia tanpa menoleh dari buku tugasnya.
"Loh, kalian belum selesai? Aku sih udah."
"Coba lihat Yun," pinta Kia
Aku memberi buku tugas pada Kia sembari memberi sedikit prolog ceritaku tentang kejadian di angkot, "Kalian mau tau gak, tadi aku hampir kecopetan!" 3... 2... 1... huh, tidak ada tanggapan.
Tata sedikit memberi perhatian, "Kalau mau cerita, cerita aja Yun. Kita dengerin kok."
Mendapat lampu hijau dari Tata, aku mulai berbagi cerita. Peristiwa yang terjadi dari awal hingga akhir kurangkai sesempurna mungkin agar mereka bisa larut dalam pengalaman buruk yang baru saja kualami. Tapi jawaban mereka hanya; oh, terus, begitu ya.Â
Istirahat jam makan siang, kelasku sepi. Tata dan Kia membeli mi instan di kantin. Denis menyambangi mejaku. Dia menyunggingkan bibir, "Apa cuma kamu manusia yang hampir kecopetan tapi tetap tenang menyantap bekal?"
"Salah?"