Mohon tunggu...
Ocyid
Ocyid Mohon Tunggu... Lainnya - In the Age of Information, being unknown is a privilege

Hidup seperti ngopi, ngeteh, nyoklat: manisnya sama, pahitnya beda-beda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejarah Indonesia Berdasarkan Buku Klasik (Bagian 6): Dari India ke Jawa Timur, Sribhoja (Sribhoga) yang Terlupakan

25 Agustus 2024   09:31 Diperbarui: 27 Agustus 2024   04:23 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari penggambaran di atas, kita dapat melihat bahwa, terlepas dari keterangan yang beliau berikan, (mungkin secara tidak sadar) ejaan monsieur Cœdès sendirilah atau "Sribuza" yang sejatinya membawa nama Sarbaza & Serboza lebih dekat dengan nama Sribhoja/Sribhoga – sesuatu yang sebetulnya telah dilakukan oleh Takakusu sensei, Herr. Hirth, dan Mr. Woodville dalam buku-buku terjemahan mereka. Dengan cara ini jugalah, kita dapat melihat bahwa nama (kerajaan?) di nusantara yang dikenal oleh orang-orang Cina dan para pelaut Arab-Persia (Arabo-Persians) sebetulnya bukan Sriwijaya, tetapi Sribhoga/Sribhoja – dan yang juga disebut sebagai Bhoga/Bhoja.

Dari sumber-sumber yang telah penulis sertakan, kita dapat melihat bahwa, sebelum interpretasi yang diberikan oleh monsieur George Cœdès dibantu oleh monsieur Jean Sauvaget serta interpretasi Mr. JVG Mills yang menghubungkan antara nama Shih-li-fo-shih/San Fo-ch’i/San-bo-tsai/Sarbaza/Serboza/Sribuza dengan “Sriwijaya”, nama-nama tersebut awalnya dihubungkan dengan nama “Sribhoga” (Sribhoja) dan/atau Bhoga (Bhoja). Nama ini jugalah yang disebut-sebut oleh sensei Takakusu dalam buku terjemahan beliau.

Sebagaimana yang penulis telah bahas pada awal rangkaian tulisan ini, Takakusu sensei sebetulnya membedakan antara nama “Bhoga” (Bhoja) dan “Sribhoga” (Sribhoja),  namun biksu I-tsing/Yijing sendiri sesungguhnya tidak membedakan (indiscriminately) penggunaan antara nama Bhoga dan Sribhoga, walau nama Bhoga lebih sering disebutkan untuk merujuk ibu kota dari kerajaan tersebut (hal. xl). Dan, nama “Sri/Bhoja” (Sri/Bhoga) inilah yang pada akhirnya menjadi kunci dari kerajaan yang, pada masa ini, kita kenal sebagai kerajaan Sriwijaya.

 

Keberadaan nama ini sangat penting untuk dipahami, sebab nama ini tidak saja akan menjelaskan kepada kita tentang kerajaan yang saat ini kita kenal sebagai Sriwijaya, tetapi nama ini juga menghubungkan antara sejarah India – Sumatra – Jawa – dan (mungkin) hingga ke Asia Tenggara dan bahkan sampai ke Cina. Namun, sebelum kita sampai ke tahap itu, pertama-tama kita harus membongkar teka-teki di balik nama-nama itu sendiri. Dan, pada titik ini, yang butuh kita ungkap adalah penggunaan nama "Sriwijaya".

 

"Sriwijaya" ini Merujuk Pada Apa?

Satu hal yang penulis ingin ingatkan di sini adalah: sebab kerajaan yang dikenal dengan nama Shih-li-fo-shih/San Fo-ch’i/San-bo-tsai/Sarbaza/Serboza/Sribuza sebetulnya, dan pada awalnya, dihubungkan dengan nama “Sribhoga” (Sribhoja) dan bukan dengan “Sriwijaya”, hal ini tidak berarti kerajaan tersebut tidak ada hubungannya dengan nama “Sriwijaya” – apalagi jika sampai mengarah pada kesimpulan bahwa kerajaan Sriwijaya tidak ada.

Eksistensi Sriwijaya sebetulnya didasarkan pada “bukti-bukti” tertulis. Dan, bukti-bukti jelas mengantarkan kita pada “fakta”. Buktinya, nama “Sriwijaya” disebutkan dalam beberapa prasasti, seperti dalam prasasti Kedukan Bukit (tahun Saka 605), prasasti Kota Kapur (tahun Saka 608), prasasti Karang Berahi (tahun Saka 608), prasasti Ligor (tahun Saka 697), dan prasasti Palas Pasemah (tidak disebutkan). Penyebutan nama “Sriwijaya” dalam prasasti-prasasti ini dapat dikatakan sebagai “bukti-bukti” (tertulis) dan keberadaan bukti-bukti dapat dibilang sebagai “fakta”, bukan?

Karenanya, kerajaan Sriwijaya tidak dapat dikatakan tidak ada, sebab nama “Sriwijaya” ditemukan dalam prasasti-prasasti (tugu-tugu batu bertulis). Untuk itu, yang jadi permasalahan di sini bukan pada: apakah kerajaan ini ada atau tidak ada - sebab bukti-bukti peninggalan tertulisnya menunjukkan eksistensi dari kerajaan tersebut. Hal ini seharusnya sudah cukup jelas dan tidak perlu lagi diperdebatkan! Namun, yang sesungguhnya menjadi pertanyaan adalah: merujuk pada apa nama “Sriwijaya” ini sebenarnya? Oleh karena itu, yang kita akan bahas di sini adalah penggunaan” dari nama itu sendiri.

Untuk memahami “penggunaan” nama ini, kita jelas akan membutuhkan “metode” untuk memahami “nama” tersebut. Karenanya, pertanyaan awal yang diberikan, pada akhirnya, melahirkan pertanyaan-pertanyaan susulan, seperti: bagaimana tepatnya cara untuk memahami nama ini untuk mengetahui penggunaannya? Bagaimana cara membuktikan keabsahannya? Dan, mungkin yang paling penting adalah: apa sebenarnya hubungan antara Sribhoja (Sribhoga) dan Sriwijaya yang disebutkan dalam peninggalan-peninggalan tertulis sejarah dunia?

Sampai pada titik ini, sesungguhnya (dan sejujurnya) penulis tidak memiliki metode pasti untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut – dan ini adalah bagian dari proses yang, bagi penulis, sesungguhnya wajar saja. Namun, bukan berarti kita tidak harus melakukan apa-apa, bukan? Cara terbaik yang bisa penulis pikirkan, sejauh ini, adalah menerapkan “pola” yang sama yang sebetulnya telah ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun