Mohon tunggu...
Ocyid
Ocyid Mohon Tunggu... Lainnya - In the Age of Information, being unknown is a privilege

Lun Yu 1.1: Sekalipun orang tidak mau tahu, tidak menyesali; bukankah ini sikap seorang Jun Zi - Kun Cu? - Lukas 12.57: Dan mengapakah engkau juga tidak memutuskan sendiri apa yang benar? - QS 8.22: Indeed, the worst of living creatures in the sight of Allāh are the deaf and dumb who do not use reason

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Indonesia Berdasarkan Buku Klasik (Bagian 5): Palembang dalam Catatan Ma Huan (Yingyai Shenglan)

3 Juli 2024   00:54 Diperbarui: 3 Juli 2024   00:54 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar situs Wikipedia: Hayam Wuruk terkait peristiwa di tahun 1377 - Dokpri

Namun, di sini kita hanya akan menyimpulkan secara sederhana bahwa nenek moyang orang Palembang awalnya merupakan orang-orang sungai (dan bukan semata dalam artian “hidup di bantaran sungai”) - yang karenanya juga, pada masa itu banyak yang terlatih dalam pertempuran di perairan.

Tentu, kesimpulan ini dengan catatan: orang-orang yang ditemui oleh shifu Ma Huan adalah benar nenek moyang orang Palembang saat ini. Lebih lanjut, keberadaan rumah-rumah "rakit" ini sendiri bukan saja terbilang wajar tetapi juga dibutuhkan di tempat yang, menurut artikel Rumah Rakit dari situs Warisanbudaya.kemdikbud.go.id, memiliki lebih dari 100 sungai dan anak sungai. 

Dengan alasan yang sama, catatan Belanda pada awal abad ke-19 menyebut Palembang sebagai Venesia Dari Timur.

Foto milik Collectie Wereldmuseum (v/h Tropenmuseum), part of the National Museum of World Cultures - Wikipedia : Suku Palembang
Foto milik Collectie Wereldmuseum (v/h Tropenmuseum), part of the National Museum of World Cultures - Wikipedia : Suku Palembang

Dari keterangan-keterangan yang kita dapatkan secara daring inilah, kita dapat menyimpulkan bahwa sebelum orang-orang Palembang “naik” dan bermukim di daratan, nenek moyang orang Palembang (kemungkinan) datang dan hidup di sungai(-sungai) dengan memanfaatkan rumah-rumah rakit – yang memudahkan mereka untuk berpindah-pindah tempat. 

Entah kapan berakhirnya masa dari rumah-rumah ini, yang pasti, situs Warisanbudaya.kemdikbud.go.id menyebutkan bahwa: “perubahan pola pikir manusia dan keterbatasan bahan-bahan untuk membuat Rumah Rakit, jumlah Rumah Rakit semakin hari semakin sedikit”. 

Lebih lanjut, keterangan dalam artikel pada situs tersebut juga menerangkan bahwa eksistensi Rumah Rakit semakin terancam dengan stigma: kehadiran rumah-rumah rakit menjadi sumber pencemaran dan simbol kekumuhan sungai.

Semua alasan yang menyudutkan Rumah Rakit ini bisa jadi benar adanya pada masa ini, tetapi pada awalnya rumah-rumah ini sebetulnya sangatlah bermanfaat bagi nenek moyang orang Palembang yang tinggal di wilayah yang memiliki banyak sungai-sungai. Keterangan lebih detail dapat dilihat pada artikel bertajuk Rumah Rakit dalam situs Warisanbudaya.kemdikbud.go.id. Di sini, penulis semata ingin menunjukkan bahwa teknologi informasi, atau bahkan teknologi-teknologi lainnya, sebetulnya sudah cukup maju jika mau dimanfaatkan untuk melihat kebenaran dari keterangan sejarah yang kita temukan – di sini, khususnya secara daring.

Majapahit dan Suvarnabhumi

Selain contoh di atas, contoh lain yang mungkin berhubungan langsung dengan pembahasan, adalah jika kita mau membandingkan antara informasi-informasi yang kita temukan terkait topik yang sama – di mana mendapatkan informasi-informasi ini sendiri sulit dilakukan tanpa koneksi dalam jaringan (daring). 

Dalam catatan kaki Mr. Mills, contohnya, beliau menyatakan bahwa "Jawa (yang disebutkan menguasai Palembang pada saat itu), yaitu (kerajaan) Majapahit, di mana penguasanya (atau rajanya) menduduki Palembang pada 1377 dan, menurut Sejarah Melayu, mengklaim hak untuk bertahta hingga setidaknya 1459" - keterangan ini beliau dapatkan dari Sejarah Melayu versi (CC) Brown (sumber beliau: halaman 82).

 Namun, kita tahu sekarang bahwa yang diduduki/dikuasai oleh Jawa pada saat itu sebetulnya bukan (hanya) Palembang, melainkan San-bo-tsai (San Fo-ch’i) – yang di dalamnya juga termasuk Jambi, atau yang beliau identifikasi sebagai Sriwijaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun