Feminisme dan budaya patriarki selalu menjadi pembahasan tidak berujung hingga saat ini. Feminisme dan patriarki merupakan dua buah pemikiran yang sangat tidak sejalan atau bertolak belakang.Â
Feminisme merupakan sebuah bentuk pemikiran yang memiliki prinisp bahwa perempuan juga memiliki hak yang sama dengan kaum laki-laki dalam segala sisi dan bentuk kehidupan.Â
Sedangkan, patriarki adalah pemikiran atau pendapat yang mengemukakan bahwa perempuan memiliki derajat yang lebih rendah dari kaum laki-laki dalam segala sisi sehingga perempuan harus berada di belakang laki-laki dalam beragam aspek baik pekerjaan, kehidupan sosial, dan rumah tangga.
Dimana budaya patriarki membuat kaum perempuan tidak dapat berkreasi secara bebas, sebab segala aspek terbatasi mulai dari tindakan, pemikiran, bahkan spiritualitas. Budaya patriarki ini sudah ada dan bersifat turun-temurun dari generasi ke generasi mulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga.Â
Dapat dikatakan bahwa patriarki merupakan metode sosial yang mendiskriminasi kaum perempuan yang tentunya bersifat tidak adil.
Sedangkan feminisme merupakan gerakan yang menentang keras budaya patriarki. Dapat dikatakan bahwa feminisme merupakan sebuah bentuk usaha yang memperjuangkan kesetaraan gender bagi kaum perempuan dalam segala aspek kehidupan.Â
Dimana gerakan ini tentu diharapkan mampu mewujudkan keinginan para perempuan yang ingin berkreasi dan menunjukkan dirinya di dunia serta menciptakan kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki.Â
Gerakan ini ingin menunjukkan bahwa perempuan juga berhak untuk memiliki karir yang baik, berhak mengeluarkan suara dan aspirasinya, serta berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam segala sisi kehidupan baik ekonomi, pekerjaan, pendidikan, dan lain sebagainya.
Gerakan feminisme juga merupakan gerakan yang melawan stereotype gender yang telah mendarah daging di dalam lingkungan sosial.Â
Maka dari itu, para perempuan yang mendukung gerakan ini bergerak untuk memperjuangkan pendidikan dan juga karir serta hak yang seharusnya dimiliki kaum perempuan agar dapat setara dengan kaum laki-laki.Â
Dimana seperti diatur dalam UUD 1945 dalam Pasal 29 Ayat (2) dan Pasal 28 I (2). Perempuan dan laki-laki berhak atas kehidupan dan kemerdekaan dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
Banyak stigma yang tersebar luas bahwa para kaum feminis membenci laki-laki dan berusaha melemahkan laki-laki melalui dekosntruksi maskulinitas yang para kaum feminis lakukan.Â
Namun sejatinya, feminis tidak membenci laki-laki melainkan mereka yang memperjuangkan hak-hak perempuan yang direnggut atau tidak terpenuhi sejak zaman dahulu.Â
Dapat kita ambil contoh seperti seorang pejuang emansipasi wanita dimana tanggal kelahirannya menjadi salah satu hari besar nasional di Indonesia. Sosok tersbut ialah RA Kartini yang namanya bahkan diabadikan dalam lagu yang berjudul Ibu Kita Kartini.
Dimana ia memperjuangkan hak bagi para perempuan untuk mendapatkan pendidikan formal di zaman dahulu. Kartini mulai melakkan perjuangan demi perjuangan agar para perempuan memperoleh hak nya agar mendapatkan pendidikan yang semestinya.Â
Hingga akhirnya perjuangan Kartini membuahkan hasil, hingga para perempuan mendapatkan pendidikan dengan layak. Itulah contoh feminisme. Dimana kebebasan para perempuan tidak terbelenggu dan hak-hak nya tidak terganggu.
Namun hingga saat ini, masih dapat dilihat bahwa budaya patriarki masih melekat di sebagian masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari hubungan antara kaum laki-laki dan perempuan masih tidak seimbang.Â
Dapat dilihat dengan mudah para perempuan masih sering mengalami diskriminasi, dimarginalkan, bahkan perempuan masih diposisikan sebagai bagian dari laki-laki yang tidak dapat berdiri sendiri.Â
Tentu hal tersebut membuat kebebasan perempuan menjadi terkekang dan penuh tekanan.
Peran perempuan memang terlihat lebih dominan dibandingkan laki-laki dari sisi pekerjaan domestik. Dimana peran laki-laki dianggap hanya keluar mencari nafkah sedangkan perempuan mengurus pekerjaan rumah tangga. Hal tersebut memang terlihat adil dengan membagi tugas masing-masing.Â
Namun, tidak sedikit pula perempuan yang dituntut untuk turut serta bekerja membantu perekonomian rumah tangga namun juga diharuskan mampu mengerjakan pekerjaan rumah.Â
Akan tetapi, rasanya sangat asing dan tidak etis jika laki-laki juga turut serta mengerjakan pekerjaan rumah, semestinya laki-laki juga harus memiliki kemampuan dalam melakukan pekerjaan rumah tangga yang sejatinya juga layak untuk dikerjakan bersama tanpa memandang gender.
Patriarki menempatkan perempuan sebagai salah satu objek yang lemah dan berada di bawah laki-laki. Padahal setiap manusia sejatinya dilahirkan dengan hak yang sama dalam beragam sisi mulai dari mendapatkan pendidikan, pekerjaan, memilih kehidupan, mengambil keputusan, dan lain sebagainya tanpa terkekang.Â
Namun, hingga saat ini masih terjadi ketimpangan gender yang diakibatkan dari budaya patriarki yang masih kental di masyarakat antara kaum laki-laki dan perempuan. Di negara Indonesia masih dapat dengan mudah dimana masyarakat yang menganut paham bahwa laki-laki memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan perempuan.Â
Bahkan dalam sejarahnya perempuan dilarang untuk menempuh pendidikan yang tinggi sebab mereka mempercayai bahwa tempatnya perempuan adalah di dapur.
Tentu paham patriarki seperti ini harus dihilangkan. Sebab, perempuan juga berhak untuk memiliki pendidikan dan pekerjaan yang sama dengan laki-laki tanpa memandang gender. Sehingga untuk melawan paham seperti ini maka terciptalah feminisme.Â
Dimana, para feminis memberontak budaya seperti ini dan ingin membuktikan bahwa perempuan pantas dan layak mendapatkan hak pendidikan, memperoleh pekerjaan, bersuara, berkreasi, serta juga patut untuk mendapatkan hak dan kesempatan yang sama seperti laki-laki.
Seperti contohnya hak memperoleh pendidikan yang diatur dalam UU 1945 Pasal 31 Ayat 1 yang berbunyi "setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan". Dalam pasal tersebut tentu sudah tertera jelas bahwa baik laki-laki maupun perempuan berhak untuk mendapatkan pendidikan.
Selain itu juga tertera jelas dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 yang memiliki makna bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Serta dalam Pasal 27 Ayat (2) dimana setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Hingga sekarang perlahan telah terbukti bahwa perempuan mampu seperti laki-laki dalam memperoleh pendidikan, bersuara, berkarir, dan lain sebagainya.Â
Sekarang dapat ditemukan dengan mudah para perempuan yang berpendidikan tinggi dan meraih bermacam-macam gelar pendidikan, banyak ditemukan perempuan yang sukses dalam berkarir bahkan tidak sedikit perempuan yang memiliki jabatan serta pendidikan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hal-hal tersebut tentu membuktikan bahwa perempuan juga mampu seperti laki-laki dalam beragam aspek.
Sehingga budaya patriarki saat ini semestinya dihilangkan dan dibasmi dari kehidupan bermasyarakat demi keadilan bagi setiap gender terutama perempuan.Â
Agar baik perempuan dan laki-laki dapat memperoleh hak nya masing-masing dengan adil dan tidak terbatasi budaya patriarki yang membelenggu salah satu pihak.
Sehingga kebebasan dalam berbagai aspek baik sosial, karir, pekerjaan, berpendapat, dan lain sebagainya dapat tercipta secara sempurna untuk setiap gender. Hal ini tentu juga akan membuat setiap gender terutama kaum perempuan merasa lebih aman dan nyaman dalam menjalani kehidupan serta kreativitas maupun suara mereka tidak terbungkam atau terkekang oleh budaya patriarki.Â
Tentu keadilan dan kesetaraan gender sangat penting diterapkan di negara Indonesia demi terpenuhinya hak masing-masing individu terutama kaum perempuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H