Mohon tunggu...
Octavia Tunggal Dewi
Octavia Tunggal Dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya merupakan mahasiswi aktif yang sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta di Jakarta

Tentang berbagai opini dan pendapat pribadi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Feminisme dan Budaya Patriarki yang Saling Bertentangan di Indonesia

23 Juli 2022   16:12 Diperbarui: 23 Juli 2022   16:16 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Banyak stigma yang tersebar luas bahwa para kaum feminis membenci laki-laki dan berusaha melemahkan laki-laki melalui dekosntruksi maskulinitas yang para kaum feminis lakukan. 

Namun sejatinya, feminis tidak membenci laki-laki melainkan mereka yang memperjuangkan hak-hak perempuan yang direnggut atau tidak terpenuhi sejak zaman dahulu. 

Dapat kita ambil contoh seperti seorang pejuang emansipasi wanita dimana tanggal kelahirannya menjadi salah satu hari besar nasional di Indonesia. Sosok tersbut ialah RA Kartini yang namanya bahkan diabadikan dalam lagu yang berjudul Ibu Kita Kartini.

Dimana ia memperjuangkan hak bagi para perempuan untuk mendapatkan pendidikan formal di zaman dahulu. Kartini mulai melakkan perjuangan demi perjuangan agar para perempuan memperoleh hak nya agar mendapatkan pendidikan yang semestinya. 

Hingga akhirnya perjuangan Kartini membuahkan hasil, hingga para perempuan mendapatkan pendidikan dengan layak. Itulah contoh feminisme. Dimana kebebasan para perempuan tidak terbelenggu dan hak-hak nya tidak terganggu.

Namun hingga saat ini, masih dapat dilihat bahwa budaya patriarki masih melekat di sebagian masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari hubungan antara kaum laki-laki dan perempuan masih tidak seimbang. 

Dapat dilihat dengan mudah para perempuan masih sering mengalami diskriminasi, dimarginalkan, bahkan perempuan masih diposisikan sebagai bagian dari laki-laki yang tidak dapat berdiri sendiri. 

Tentu hal tersebut membuat kebebasan perempuan menjadi terkekang dan penuh tekanan.

Peran perempuan memang terlihat lebih dominan dibandingkan laki-laki dari sisi pekerjaan domestik. Dimana peran laki-laki dianggap hanya keluar mencari nafkah sedangkan perempuan mengurus pekerjaan rumah tangga. Hal tersebut memang terlihat adil dengan membagi tugas masing-masing. 

Namun, tidak sedikit pula perempuan yang dituntut untuk turut serta bekerja membantu perekonomian rumah tangga namun juga diharuskan mampu mengerjakan pekerjaan rumah. 

Akan tetapi, rasanya sangat asing dan tidak etis jika laki-laki juga turut serta mengerjakan pekerjaan rumah, semestinya laki-laki juga harus memiliki kemampuan dalam melakukan pekerjaan rumah tangga yang sejatinya juga layak untuk dikerjakan bersama tanpa memandang gender.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun