Mohon tunggu...
Ocit Abdurrosyid Siddiq
Ocit Abdurrosyid Siddiq Mohon Tunggu... Guru - Warga Biasa

Penikmat kopi, penyuka film.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jari dan Amin Dalam Solat

23 Desember 2023   11:30 Diperbarui: 23 Desember 2023   11:32 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika orang melafalkan kalimat “amin”, dimaknai sebagai dukungan atas pasangan Capres dan Cawapres ini. Biasanya diteriakkan dalam acara-acara yang dihadiri orang banyak, seperti kampanye.

Karena ada kekhawatiran setiap melafal “amin” dimaknai sebagai sebuah bentuk dukungan, maka ada guyonan bahwa “amin” dalam solat pun akan dimaknai demikian.

Namun, sekonyol-konyolnya orang, tidak akan memaknai bahwa kalimat “amin” dalam solat adalah sebuah bentuk dukungan. Apalagi orang sekelas aktifis partai. Uwatu komo Ketua Umum partai politik mah.

Namun karena sedang dalam masa kampanye tadi, sensitivitas orang mendadak menjadi lebih terasah. Zulhas yang sejatinya sedang berkelakar, lalu dimaknai dengan serius.

Akibatnya dia menuai tuduhan sedang menistakan agama dan karenanya perlu diusut dan dilaporkan kepada pihak berwenang. Bahkan Adhi Massardi menuduh, pernyataan Zulhas sebagai cerminan rendahnya iman pendukung Prabowo.

Padahal, guyon ala Zulhas dalam konteks tertentu kerap dilakukan dan sudah menjadi kelaziman bahkan di kalangan para dai atau penceramah.

Kita kerap mendengar seorang kiai atau ustadz yang dalam rangka agar penyampaian tausiyah tidak membosankan, kerap menggunakan perkara sakral menjadi bahan guyonan.

Seorang penceramah kadang mempelesetkan rangkaian ayat dalam surat At-Tin “illalladzina amanu wa ‘amilusholihati”, nyeberang ke “watawa sau bil haq”. Lalu karena lucu, jamaah kemudian terbahak.

Walaupun -sekali lagi- saya sendiri tidak setuju dengan guyonan ala demikian. Tapi karena sudah menjadi kelaziman maka lambat laun dianggap sebagai kaprah.

Guyonan ala Zulhas sejatinya tidak berbeda dengan kelakar para penceramah diatas mimbar. Menjadi bermasalah karena diucapkan oleh tokoh politik di masa kampanye menjelang Pemilu.

Padahal kalau kita mau adil dan setara dalam merespon sebuah persoalan, bukankah pada saat yang berbeda hal yang sama juga dilakukan oleh Anies Baswedan ketika berbincang dengan Abdul Somad?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun