Segala sesuatu itu sudah jelas kecuali bagaimana cara kita hidup itu ada ditangan kita. Semua yang disekeliling kita itu bisa diprediksi dan pasti. Misalnya, sebuah pohon pada saatnya akan tumbang itu pasti. Sunnatullahnya sudah jelas, satu-satunya  yang menjadi hak kita yang dikaruniakan Tuhan yaitu "how to live". Jadi, alam semesta ini sudradaranya itu Tuhan, ada sunnatullah dan satu-satunya hak kita yakni "how to live" bagaimana caranya kita hidup. Pilihlah cara hidup yang diinginkan walaupun nanti ada pertanggung jawaban yang ditanggung sendiri-sendiri. Skenario hidup, kita sendiri yang menulis, mau jadi apa dan menjadi apa segalanya bisa ditebak, kecuali cara hidup manusia. Ada yang sekolah tinggi sampai gelar S-3 tapi menjadi jahat, lalu ada juga yang tidak sekolah sama sekali tapi menjadi baik. Dari jahat menjadi baik pun sebaliknya, skenarionya kita sendiri yang menentukan.
Faktisitas
Kita bisa bebas memilih cara hidup kita, nah itu ada wadahnya. Wadahnya itu yakni Faktisitas. Faktisitas adalah fakta-fakta yang tak terhindarkan dalam kehidupan manusia. Fakta tersebut tidaklah dapat ditiadakan, namun mampu sedemikian rupa dilupakan, diolah, dan dimanipulasi. Beberapa faktisitas menurut Sartre misalnya: orang, maut, tempat, waktu, dan lingkungan. Iya kita bisa membentuk hidup, namun kita diwadahi oleh situasi, diwadahi oleh faktisitas. Misalnya kita ingin kuliah dijurusan kedokteran, namun kuliah jurusan kedokteran itu mahal sehingga kita tidak mampu kuliah dijurusan kedokteran, jadinya terpaksa kuliah dijurusan filsafat. Contoh lainnya , misalnya hari ini kita berkeinginan untuk membeli basok namun basoknya sudah habis. Mau tidak mau kita harus berhadapan dengan keadaan tersebut.
Jadi kita bebas membentuk eksistensi diri kita, namun dicegah dengan sesuatu yang bernama Faktisitas.
Kesadaran
Manusia harus mengeksistensikan dirinya karena manusia punya bekal kesadaran diri, berbeda dengan benda-benda, hewan, tumbuhan yang tidak mempunyai kesadaran. Kesadaran diri merupakan hal yang membedakan eksistensi manusia dengan eksistensi makhluk lainnya. Dunia benda-benda membantu dalam pencapaian kesadaran diri manusia. Tanpa adanya benda-benda, maka kesadaran diri manusia tidak mungkin tercapai.
Kesadaran ada dua jenis yakni kesadaran pra replektif dan kesadaran replektif. Kesadaran pra replektif adalah kesadaran langsung yang terarah kepada objek tanpa usaha untuk merefleksikannya, kesadaran pra reflektif tidak disadari karena subjek tidak sengaja memberi perhatian pada objek dan proses kesadaran. Misalnya, ketika saya sedang menerima pesan whatssapp otomatis saya akan membaca pesan tersebut tanpa berpikir. Kesadaran reflektif yaitu kesadaran yang membuat kesadaran yang tidak disadari menjadi kesadaran yang disadari. Dalam kesadaran reflektif subjek merefleksikan apa yang disadarinya. Misalnya, dalam kesadaran reflektif, kesadaran saya tidak lagi terarah pada pesan whatsapp yang dibaca, melainkan pada perbuatan ketika tadi saya membaca pesan whatsapp tersebut. sederhananya kesadaran replektif itu seperti merenung, mengapa hari ini saya main hp terus, kenapa hari ini saya whatsapp pan terus, apa yang sudah dilakukan hari ini, hal baik apa yang dilakukan hari ini dan sebagainya.
Kesadaran membawa manusia pada dua tipe eksistensi yaitu etre en soi (ada pada dirinya) dan etre pour soi (ada bagi dirinya). Etre en soi (being in itself) identik dengan dirinya, Etre en soi tidak aktif, tidak pasif, tidak afirmatif, dan tidak negative. Ada yang tidak sadar (non conscious being) sehingga ia tidak mampu memberi makna pada eksistensinya. Ini berkebalikan dengan manusia yang etre en soi. Etre en soi adalah benda-benda yang padat, selesai dan tanpa celah. Sedangkan etre pour soi (being for itself) adalah ada yang berkesadaran dan kosong sehingga banyak celah dalam dirinya untuk "menjadi".
Jadi, manusia itu bukan sesuatu. Sejelek apapun situasinya, serendah apapun IQ nya, EQ nya, dia tetap unik sebagai manusia dan tidak bisa disamakan dengan yang bukan manusia dengan segala sesuatu. Setiap manusia itu unik, segala yang terjadi selalu miliknya, yang terjadi padaku itulah milikku. Setiap manusia punya pengalaman eksistensialnya sendiri-sendiri. Jadi jangan samakan manusia dengan yang bukan manusia karena manusia apapun kondisinya itu unik karena manusia mempunyai kesadaran karakter yang unik.
Manusia dikutuk Untuk Bebas
"Man is condemned to be free; because once thrown into the world, he is responsible for everything he does. It is up to you to give (life) a meaning" -- Jean Paul Sartre -