Mohon tunggu...
Pendidikan Pilihan

Kartini Jadi Kartono Tanpa Titik!!!

20 Maret 2019   11:06 Diperbarui: 20 Maret 2019   11:29 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tidak saatnya lagi guru menjadi pemeran tunggal dalam mendidik anak. Bukankah kurikulum 2013, mengajak semua pihak untuk terlibat? Tidak hanya guru atau sekolah, tapi orang tua juga harus berperan aktif guna menyukseskan pelaksanaan kurikulum tersebut.

Jelang adzan magrib, bocah berusia empat belas tahun tersebut sedang meratapi nasib saat bekerja sebagai peternak kambing dan pekerja buruh harian lepas di kebun milik warga. 

Rasa lelah dan lesu terus datang silih berganti menemaninya. Tatkala itu, dia baru saja pulang mengangon (menggembalakan) kambing. Terlihat paras wajahnya lelah, lesu, berkerut yang setiap waktu memancarkan kebosanan bahkan di dalam hatinya terus bergumam bertanya mengapa keadaan ini bisa terjadi padaku dan kapan keadaan ini bisa bergulir hingga aku bisa berada pada posisi yang lepas dan bebas. 

"Bersekolah dan bekerja bagiku bagaikan dua sisi mata uang, satu sisi bersekolah demi menggapai cita-cita dan di sisi lain harus bekerja untuk membantu ekonomi keluarga", ujarnya.

Bersekolah dan bekerja tiada henti terus dilakoninya, dengan harapan suatu saat dia bisa menjadi anak yang berguna bagi keluarga dan masyarakat. Bocah tersebut tinggal di Desa Bangun Purba. Desanya terletak di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Dia terlahir dari keluarga anak yatim. Dia bersaudara empat orang. Dia anak ketiga dari lima bersaudara. Ibunya juga seorang pekerja harian lepas di kebun milik warga, namun semangat dan daya juangnya tidak pernah padam demi memperjuangkan nasib si buah hatinya. 

Kata yang selalu terngiang di telinga bocah tersebut adalah ketika ibunya memberikan wejangan tentang hidup. Ibu selalu berkata hidup itu sebuah anugerah dari Sang Pencipta, jadi jangan sia-siakan. Jangan pernah takut akan hari esok karena kesusahan hari ini cukup untuk hari ini. 

Teruslah berjuang dan jangan lupa andalkan Allah. Wejangan ini serasa bagaikan bensin yang siap membakar semangat sang bocah dalam menggapai cita-cita di masa depan.

"Peran Kartini di dalam keluarga"

Diskusi tentang kurikulum 2013 oleh sebagian pihak dinilai sedikit berat. Bukan hanya membebani anak namun ternyata juga membebani orang tua. Selama ini orang tua beranggapan bahwa tugas mereka hanya mengantarkan anaknya ke depan pintu gerbang sekolah. 

Berlakunya kurikulum 2013, peran orang tua sangat diharapkan dalam mendampingi dan mendidik anaknya namun dengan cara, ruang dan waktu yang berbeda. Keadaan ini sebetulnya tak hanya bagi ibu si bocah (Kartini) tetapi juga dirasakan setiap ibu yang lain.

Betapa tidak, kalau dibuka pencarian google sekali klik saja dengan menuliskan peran orang tua dalam penerapan kurikulum 2013, maka ratusan hasil pencarian dunia maya tersebut akan muncul. 

Entah dari sebuah website, blog, surat kabar, media masa, instansi formal, dan dinding media sosial. Tidak hanya menitik beratkan pada anak, guru, dan sekolah saja tetapi juga peran orang tua sangat diharapkan dan menjadi ujung tombak dalam menyukseskan kurikulum tersebut. 

Kurikulum 2013 menyajikan materi pelajaran yang sangat erat dengan kehidupan sehari-hari dan menitik beratkan pada perkembangan sikap (spiritual dan sosial). 

Contoh hal kecil penerapan kurikulum 2013 yang dapat dilakukan orang tua di rumah bisa pada saat sarapan, anak diminta mengambilkan beberapa sendok, garpu, dan piring. Perintah ini telah mengajarkan anak dalam perhitungan sederhana. Selain belajar berhitung anak dibiasakan melakukan hal yang positif seperti mengucapkan salam, terima kasih, dan minta maaf ketika melakukan kesalahan. 

Oleh karena itu orangtua diharapkan lebih aktif dalam mendampingi aktivitas anak, di luar jam pelajaran sekolah. Hal inilah yang telah dilakukan Kartini, ibu dari si bocah tersebut. Dia menyisihkan waktu untuk mendampingi anak dalam belajar. 

Setiap malam Kartini melibatkan dirinya menjadi seorang guru sekaligus seorang murid ketika bersama anak pada saat belajar di rumah. Menjadi guru di rumah, Kartini selalu bercerita tentang pentingnya sekolah bagi masa depan. Menjadi murid di rumah, Kartini menempatkan diri sebagai pendengar budiman ketika mendengarkan curhatan dari anak-anaknya. 

Kartini dengan sabar mendengar setiap suka dan duka yang dialami anaknya dalam bersekolah. Apakah itu tentang pelajaran ataupun yang berhubungan dengan masalah sosialisasi dengan teman di sekolah. 

Selain di rumah, Kartini juga selalu menyempatkan waktu ke sekolah untuk berdiskusi tentang perkembangan sekolah anaknya. Usaha, perhatian dan peran Kartini selama ini tidak terbuang sia-sia. Dia mampu menghantarkan anak-anaknya menggapai kesuksesan terbesar, terkhusus di tanah kelahirannya di Desa Bangun Purba. 

Anak pertama dan kedua menempuh Pendidikan Sekolah Menengah Atas dan telah menjadi Aparatur Sipil Negara. Anak yang ketiga  mendapatkan beasiswa Strata Dua dan telah menyelesaikan pendidikannya. Anak keempat telah menempuh pendidikan strata satu. Seluruh anaknya telah menggapai pendidikan yang tinggi dan telah bekerja pada status sosial yang cukup diperhitungkan.

Betapa tidak, lihat cuitan Sri Mulyani di laman www.kompas.com. Dia menulis, "Pendidikan adalah passion atau hal yang amat disukainya. Saat masih kecil kedua orang tuanya selalu membicarakan pekerjaan mereka sebagai dosen". 

Mantan direktur pelaksana bank dunia tersebut menceritakan perannya menjadi Kartini. Ketika anak-anaknya masih berada duduk di bangku sekolah, dia tetap hadir pada saat mengambil raport. Dia selalu menyempatkan waktu untuk berdiskusi dengan gurunya sekalipun dia menjabat sebagai menteri.

"Kartini yang berjuang tanpa henti".

Banyak pihak yang menyayangkan terutama dari praktisi pendidikan akan peran orang tua dalam mendidik anak di era modern ini, mereka seakan melepas tanggung jawabnya dalam hal pendidikan anak dan menyerahkan sepenuhnya kepada bapak/ibu guru di sekolah lalu menuntut hasilnya. 

Sesungguhnya sekolah itu hanya memberikan konsep yang baik kepada anak yang sudah seharusnya bisa diterapkan di rumah dengan bimbingan orang tua. 

Kesibukan akan pekerjaan orang tua 'zaman now' sering dijadikan alasan untuk memutuskan tanggung jawabnya dalam hal mendidik anak. Namun, tidak halnya seperti yang dilakukan Kartini. Saban hari dia harus melakoni peran gandanya. 

Dari pukul 05.00 WIB -- 07.00WIB dia berperan sebagai Kartini. Badan serasa ingin dimanjakan dengan terus direbahkan di atas kasur. Namun, pagi-pagi benar Kartini harus bangun mempersiapkan makanan. Setelah makan disiapkan, iapun harus melanjutkan perannya menjadi Kartono. Dia memerankan figur ayah yang mampu memberikan kekuatan dan percaya diri saat mereka (anak-anak) berangkat ke sekolah. 

Sebelum berangkat, Kartono mendampingi anak-anaknya untuk berdoa sebelum berangkat ke sekolah. Kartono mendoakan mereka agar selalu menjadi anak yang berbakti pada orang tua. 

Selain mendoakan, Kartono juga memberikan sambutan hangat dalam bentuk pelukan dan ciuman kening ketika mereka mau berangkat ke sekolah.

Dengan semangat yang hebat, Kartonopun mulai melangkahkan kakinya untuk melanjutkan perjuangan sebagai pekerja di kebun milik warga. Sekalipun Kartono punya pekerjaan namun pendapatan yang diperoleh tidak cukup. 

Terkadang dia beruntung jika punya majikan yang baik dan murah hati, namun buntung jika bekerja di kebun majikan yang sedikit perhitungan maka hasil yang diperolehpun pas-pasan alias 7P: pergi pagi pulang-pulang pendapatan pas-pasan. 

Pada saat bekerja, Kartono tak hentinya di dalam hati memanjatkan doa kepada Sang Pencipta agar mereka selalu menjadi pribadi yang bertanggung jawab kepada Penciptanya, orang tua, dirinya dan masyarakat.

Menjelang matahari mulai terbenam, kira-kira pukul 16.00, Kartonopun mulai menghentikan tangan dan kakinya yang sedang bekerja di kebun milik warga. Dia pun mulai bersiap-siap untuk kembali pulang. 

Langkah demi langkah kaki yang sedikit keriput seperti tak bertenaga melangkah membawa dirinya hingga akhirnya sampai di rumah. Setibanya di rumah, Kartonopun disambut oleh mereka dengan makanan yang sudah siap disantap. Melihat perhatian dari anaknya, Kartono yang berbadan lelah telah pulih kembali. 

Menjelang magrib, Kartono bergegas mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan si bocah. Ketika si bocah dengan kambing kesayangannya menghampiri halaman rumah, Kartono dengan senyum yang sumringah menyapa bocah tersebut dan mendampinginya untuk menggiring kambing ke kandang. 

Setelah kambing sudah selesai diikat di kandang, si bocah dan si Kartono mulai mempersiapkan diri untuk makan malam bersama dengan saudaranya yang lain. Setelah makan malam, si Kartono bersigap mempersiapkan diri mendampingi mereka untuk belajar.

Saban hari Kartini selalu menyisihkan waktunya untuk memberikan dukungan, perhatian, bimbingan dan kontribusinya dalam kehidupan anaknya seperti: mengontrol waktu dan cara belajar anak secara rutin di rumah, mendampingi anak dalam mengerjakan tugas sekolah, serta terlibat aktif berdiskusi dengan sekolah mengenai sikap anaknya. 

Sikap tangguh, mandiri, bertanggung-jawab, mengasihi, dan perhatian dari Kartini, menjadi modal utama bagi Kartini dalam mengembangkan asetnya (anak-anak). Tidak hanya itu, tak disadari modal tersebut ternyata sangat bernilai melebihi nilai materi (uang). 

Modal tersebut juga menjadi harta warisan yang diwariskan kepada anak-anaknya dalam menggapai cita-cita. Terlihat pada si bocah tersebut sekalipun ia pelajar namun ia juga sebagai pekerja yang memiliki etos kerja mandiri. Pribadinya yang pekerja keras dia mampu menempuh pendidikan sampai tingkat strata dua di bidang pendidikan.

Benar. Kurikulum 2013 membutuhkan penguatan keterlibatan orang tua, bersinergi antara orang tua dan pihak sekolah tentunya. Dengan cara tersebut, kita tahu apa yang dikeluhkan anak, apa yang menjadi kendala bagi anak dan bagaimana sebaiknya ke depan. 

Inilah harapan yang diinginkan pemerintah melalui Kemdikbud, walaupun kenyataannya masih ada saja yang menjadi kendala dari orang tua seperti tabiat orang tua yang menyalahgunakan arti sekolah sebagai rumah kedua bagi anak, dimana mereka menjadikan sekolah sebagai tempat penitipan anak. 

Semuanya diserahkan kepada sekolah sehingga peran orang tua bukan lagi menjadi mitra kerja atau pendidik utama bagi anak, namun mereka menjadikan dirinya sebagai tuan atas sekolah. 

Orang tua yang tidak peduli dengan anaknya akan menghasilkan dan menciptakan anak berfisik serupa dengannya namun karakter, kepercayaan bahkan imannya telah dititipkan dan dijadikan menjadi orang lain. 

Buktinya, ketika anak mempunyai pandangan yang berbeda dengan orangtuanya, maka anak tersebut langsung menjawab "Ini kata guruku!"

Tapi kini tak saatnya lagi berdebat antar setiap pihak. Yang lebih penting adalah menumbuhkan peran yang terus menerus tanpa hentinya di dalam setiap pribadi kita baik dari murid, guru, terkhusus orang tua. 

Peran menjadi orangtualah yang dapat mengubah keadaan ini. Dengan peran menjadi wakil Sang Pencipta, maka orang tua akan melihat anak sebagai titipin Sang Pencipta yang dipercayakan kepadanya untuk dipelihara dan dididik dengan benar. 

Kepercayaan ini adalah hal yang paling penting. Tidak ada sesuatu yang lain lebih penting daripada anak kita. Karena anak adalah harta orang tua secara pibadi yang juga harus dipertanggung-jawabkan kepada Pencipta. Bukankah ini selaras dengan jiwa kurikulum 2013 yang juga memfokuskan pentingnya pendidikan karakter?

Ya, benar gelisah zamanpun terasa terus meluncur begitu cepat bagai anak panah. Semua terasa sulit bahkan tidak gampang dibendung, namun hanya orang tua yang menyadari perannya sebagai wakil Sang Pencipta yang dapat melakukannya, seperti halnya si Kartini. Seperti semua ibu bahkan semua orang bisa menjadi Kartini dan Kartono tanpa henti. Percayalah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun