Mohon tunggu...
Pendidikan Pilihan

Kartini Jadi Kartono Tanpa Titik!!!

20 Maret 2019   11:06 Diperbarui: 20 Maret 2019   11:29 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Langkah demi langkah kaki yang sedikit keriput seperti tak bertenaga melangkah membawa dirinya hingga akhirnya sampai di rumah. Setibanya di rumah, Kartonopun disambut oleh mereka dengan makanan yang sudah siap disantap. Melihat perhatian dari anaknya, Kartono yang berbadan lelah telah pulih kembali. 

Menjelang magrib, Kartono bergegas mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan si bocah. Ketika si bocah dengan kambing kesayangannya menghampiri halaman rumah, Kartono dengan senyum yang sumringah menyapa bocah tersebut dan mendampinginya untuk menggiring kambing ke kandang. 

Setelah kambing sudah selesai diikat di kandang, si bocah dan si Kartono mulai mempersiapkan diri untuk makan malam bersama dengan saudaranya yang lain. Setelah makan malam, si Kartono bersigap mempersiapkan diri mendampingi mereka untuk belajar.

Saban hari Kartini selalu menyisihkan waktunya untuk memberikan dukungan, perhatian, bimbingan dan kontribusinya dalam kehidupan anaknya seperti: mengontrol waktu dan cara belajar anak secara rutin di rumah, mendampingi anak dalam mengerjakan tugas sekolah, serta terlibat aktif berdiskusi dengan sekolah mengenai sikap anaknya. 

Sikap tangguh, mandiri, bertanggung-jawab, mengasihi, dan perhatian dari Kartini, menjadi modal utama bagi Kartini dalam mengembangkan asetnya (anak-anak). Tidak hanya itu, tak disadari modal tersebut ternyata sangat bernilai melebihi nilai materi (uang). 

Modal tersebut juga menjadi harta warisan yang diwariskan kepada anak-anaknya dalam menggapai cita-cita. Terlihat pada si bocah tersebut sekalipun ia pelajar namun ia juga sebagai pekerja yang memiliki etos kerja mandiri. Pribadinya yang pekerja keras dia mampu menempuh pendidikan sampai tingkat strata dua di bidang pendidikan.

Benar. Kurikulum 2013 membutuhkan penguatan keterlibatan orang tua, bersinergi antara orang tua dan pihak sekolah tentunya. Dengan cara tersebut, kita tahu apa yang dikeluhkan anak, apa yang menjadi kendala bagi anak dan bagaimana sebaiknya ke depan. 

Inilah harapan yang diinginkan pemerintah melalui Kemdikbud, walaupun kenyataannya masih ada saja yang menjadi kendala dari orang tua seperti tabiat orang tua yang menyalahgunakan arti sekolah sebagai rumah kedua bagi anak, dimana mereka menjadikan sekolah sebagai tempat penitipan anak. 

Semuanya diserahkan kepada sekolah sehingga peran orang tua bukan lagi menjadi mitra kerja atau pendidik utama bagi anak, namun mereka menjadikan dirinya sebagai tuan atas sekolah. 

Orang tua yang tidak peduli dengan anaknya akan menghasilkan dan menciptakan anak berfisik serupa dengannya namun karakter, kepercayaan bahkan imannya telah dititipkan dan dijadikan menjadi orang lain. 

Buktinya, ketika anak mempunyai pandangan yang berbeda dengan orangtuanya, maka anak tersebut langsung menjawab "Ini kata guruku!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun