Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Nelayan Kholid dan Perjuangannya Melawan (Pemilik) Pagar Laut

30 Januari 2025   08:42 Diperbarui: 30 Januari 2025   21:55 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nelayan Kholid adalah salah satu sosok yang berani bersuara atas ketidakadilan yang dialami komunitas nelayan akibat pemasangan pagar laut sepanjang 30 km di wilayah perairan mereka. 

Pagar laut ini dipasang oleh sebuah korporasi besar dengan alasan perlindungan ekosistem dan stabilitas pantai. Namun, bagi nelayan seperti Kholid, keberadaan pagar ini justru menjadi penghalang utama dalam mencari nafkah.

Dampak Pagar Laut terhadap Nelayan

Sejak pagar laut berdiri, akses nelayan ke laut menjadi terbatas. Jalur tradisional mereka untuk menangkap ikan terhalang, menyebabkan hasil tangkapan menurun drastis. 

Akibatnya, banyak nelayan mengalami kesulitan ekonomi, bahkan beberapa harus mencari pekerjaan lain atau berutang untuk bertahan hidup.

Kholid merasa tidak bisa tinggal diam. Ia mulai berbicara di berbagai forum dan media untuk menyuarakan keresahan para nelayan yang kehilangan akses ke laut mereka sendiri. 

Keberaniannya berbicara melawan korporasi besar membuatnya mendapat dukungan dari komunitas nelayan, tetapi juga menghadapi tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan.

Sikap DPR dan KKP

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan mengadakan sidang terkait permasalahan ini. Namun, hingga kini belum ada keputusan konkret yang dihasilkan. 

Baca juga: Si Ambisius

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun menghadapi dilema dalam mengambil keputusan, karena ada tarik-menarik kepentingan antara perlindungan lingkungan, kepentingan ekonomi, dan hak nelayan.

Di tengah kebuntuan kebijakan, Presiden Prabowo telah mengeluarkan perintah tegas untuk membongkar pagar laut. 

Ia menegaskan bahwa kebijakan ini harus mengutamakan kepentingan rakyat, terutama nelayan yang terdampak secara langsung. 

Pelaksanaan perintah ini masih terhambat oleh birokrasi dan adanya perbedaan interpretasi hukum di antara lembaga terkait.

Masalah Hukum yang Belum Menemui Titik Terang

Salah satu kendala utama dalam kasus ini adalah kompleksitas hukum yang menghambat proses pembongkaran pagar laut. 

Korporasi yang memasang pagar laut mengklaim bahwa mereka memiliki izin sah berdasarkan regulasi tertentu, sementara nelayan berargumen bahwa izin tersebut melanggar hak mereka untuk mengakses sumber daya laut.

DPR, KKP, dan lembaga hukum terkait masih belum menemukan dasar hukum yang jelas untuk mencabut izin tersebut. 

Beberapa aturan yang digunakan sebagai dasar pembelaan oleh korporasi bertentangan dengan regulasi lain yang melindungi hak nelayan. Akibatnya, kasus ini berlarut-larut di meja sidang tanpa ada keputusan final.

Selain itu, ada dugaan bahwa beberapa pihak memiliki kepentingan dalam proyek pagar laut ini, sehingga proses hukum berjalan lambat. 

Konflik antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat juga semakin memperumit situasi. Perbedaan interpretasi hukum mengenai hak pengelolaan wilayah laut antara pemerintah pusat dan daerah semakin memperlambat langkah konkret untuk menyelesaikan masalah ini.

Tekanan dari Korporasi

Menghadapi korporasi besar bukan perkara mudah. Korporasi memiliki sumber daya hukum yang kuat, tim pengacara berpengalaman, serta dukungan dari pihak tertentu dalam pemerintahan. 

Mereka menggunakan celah hukum untuk mempertahankan proyek pagar laut ini, meskipun dampaknya sangat merugikan nelayan kecil.

Pihak korporasi berargumen bahwa pemasangan pagar laut bertujuan untuk menjaga ekosistem laut dari eksploitasi berlebihan dan abrasi pantai. 

Mereka juga mengklaim bahwa pagar ini dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan sumber daya laut. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa nelayan kecil justru menjadi korban utama dari kebijakan ini.

Tekanan Publik dan Media

Perjuangan Kholid mulai menarik perhatian media dan masyarakat luas. Berbagai pemberitaan tentang kondisi nelayan dan dampak pagar laut semakin memperkuat tekanan terhadap pemerintah untuk segera bertindak. 

Media sosial pun menjadi alat penting dalam menyebarkan informasi dan menggalang dukungan publik.

Salah satu solusi yang diusulkan adalah membongkar pagar laut secara bertahap sambil mencari alternatif kebijakan yang lebih adil. 

Pemerintah perlu mencari titik tengah antara kepentingan lingkungan dan hak nelayan untuk mengakses sumber daya laut. 

Peningkatan pengawasan terhadap praktik perikanan juga dapat menjadi bagian dari solusi agar eksploitasi sumber daya laut tetap terkendali tanpa merugikan nelayan kecil.

Harapan Nelayan

Para nelayan berharap bahwa suara mereka tidak hanya didengar tetapi juga diwujudkan dalam kebijakan nyata. 

Mereka ingin kembali melaut tanpa hambatan, menjalankan tradisi yang telah diwariskan turun-temurun, dan mendapatkan penghidupan yang layak dari laut yang telah menjadi bagian dari hidup mereka.

Perjuangan Kholid melawan pagar laut mencerminkan konflik antara kepentingan ekonomi korporasi dan hak masyarakat pesisir. 

Keputusan akhir ada di tangan pemerintah, yang harus memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya menguntungkan segelintir pihak tetapi juga melindungi hak nelayan sebagai penjaga laut sejati. 

Selama masalah hukum belum menemui titik terang, nasib ribuan nelayan masih menggantung. Jika keadilan tidak segera ditegakkan, maka ketidakpastian ini akan terus berlanjut.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun