Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Sharenting dalam Sudut Pandang Undang-undang Perlindungan Anak di Indonesia

26 Januari 2025   20:56 Diperbarui: 27 Januari 2025   09:25 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi swaphoto untuk media sosial (Freepik.com)

Sharenting, atau tindakan orang tua yang membagikan foto, video, atau informasi tentang anak mereka di media sosial, telah menjadi fenomena yang sangat umum di era digital saat ini. 

Fenomena ini seringkali dianggap sebagai cara orang tua untuk berbagi momen bahagia dan perkembangan anak mereka dengan keluarga dan teman-teman. 

Di balik popularitasnya, sharenting memunculkan sejumlah isu serius terkait dengan hak-hak anak, terutama dalam konteks perlindungan hukum yang diatur oleh Undang-Undang Perlindungan Anak (UU No. 23 Tahun 2002) di Indonesia.

Pelanggaran Hak Privasi Anak

Baca juga: Si Ambisius

Salah satu hak dasar yang dijamin dalam UU Perlindungan Anak adalah hak atas privasi. Pasal 59 UU ini mengatur bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari penyalahgunaan data pribadi mereka. 

Dalam konteks sharenting, banyak orang tua yang membagikan informasi pribadi anak, seperti foto, video, lokasi, atau cerita pribadi tanpa pertimbangan matang mengenai dampaknya terhadap privasi anak tersebut.

Privasi anak-anak harus dihormati, bahkan meskipun mereka masih belum mampu memberikan persetujuan secara sah. Dengan berbagi konten tentang anak di media sosial, orang tua berisiko melanggar hak anak untuk memiliki ruang pribadi yang terlindungi. 

Anak-anak yang gambar atau informasi pribadinya dibagikan secara online berpotensi kehilangan kontrol atas identitas dan citra diri mereka. 

Tanpa izin yang jelas dari anak, orang tua secara tidak langsung membuat keputusan yang bisa memengaruhi masa depan anak mereka di dunia maya.

Risiko Eksploitasi dan Keamanan Anak

Selain itu, sharenting juga membuka pintu bagi potensi eksploitasi digital. Dalam dunia maya yang tak terbatas, gambar atau video anak yang tersebar bisa saja disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. 

Anak-anak bisa menjadi sasaran cyberbullying, eksploitasi seksual, atau bahkan pencurian identitas. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 64 UU Perlindungan Anak, anak-anak berhak dilindungi dari segala bentuk eksploitasi, baik itu eksploitasi fisik maupun digital.

Berdasarkan hal ini, tindakan orang tua yang tanpa sadar membagikan momen pribadi anak di media sosial dapat berisiko tinggi bagi keselamatan dan keamanan mereka. 

Potensi gambar anak-anak digunakan dalam konteks yang merugikan sangat besar. Tanpa perlindungan yang tepat, orang tua harus menyadari bahwa risiko ini tidak bisa dianggap sepele, terutama mengingat sifat dunia digital yang semakin terbuka dan tidak dapat dikendalikan.

Hak Anak untuk Dilindungi dari Publikasi Tanpa Persetujuan

Pasal 12 UU Perlindungan Anak menegaskan bahwa setiap anak berhak untuk dilindungi dari tindakan yang merugikan hak-haknya, termasuk dalam hal hak untuk tidak dipublikasikan tanpa izin mereka. 

Dalam kasus sharenting, meskipun orang tua memiliki hak untuk mengelola informasi anak mereka, anak-anak yang belum cukup umur untuk memberikan persetujuan, dalam hal ini, tidak dapat diwakili sepenuhnya oleh orang tua untuk keputusan yang memengaruhi privasi mereka di dunia maya.

Karena itu, orang tua perlu memastikan bahwa setiap konten yang dibagikan tentang anak mereka tidak merugikan hak-hak mereka, dan lebih jauh lagi, mendengarkan dan mempertimbangkan ketika anak sudah cukup besar untuk memberikan pendapat mengenai apa yang ingin atau tidak ingin mereka bagikan secara online. 

Perlindungan hukum terhadap anak dari penyebaran informasi pribadi yang tidak sesuai dengan keinginan mereka menjadi sangat penting.

Pengawasan dan Kebijakan Negara

Penting untuk menyoroti bahwa selain tanggung jawab orang tua, negara melalui regulasi seperti Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) juga memiliki peran dalam menjaga hak anak dari penyalahgunaan data pribadi. 

Undang-Undang ini mengharuskan orang tua untuk bertanggung jawab dalam pengelolaan data pribadi anak mereka, baik di dunia maya maupun dunia nyata. 

Pemberian izin untuk berbagi informasi atau foto anak secara digital perlu mempertimbangkan aspek legal ini, serta memastikan bahwa segala bentuk pengumpulan dan distribusi data pribadi anak dilakukan dengan persetujuan yang sah dari orang tua atau wali yang sah.

Selain itu, penting bagi pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya yang timbul dari sharenting dan pentingnya perlindungan data pribadi anak. 

Pemerintah juga perlu mendorong adanya kebijakan yang melindungi anak-anak di dunia maya melalui pendidikan kepada orang tua dan lembaga pendidikan tentang risiko ini.

Sharenting di Indonesia, meskipun merupakan fenomena yang berkembang pesat di kalangan orang tua, harus dipandang dengan hati-hati dalam konteks perlindungan hak anak. 

Mengacu pada UU Perlindungan Anak, penting bagi orang tua untuk mempertimbangkan hak privasi dan keamanan anak-anak mereka sebelum memutuskan untuk membagikan informasi pribadi di media sosial. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun