Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Potensi dan Ancaman Pelestarian Kawasan Karst di Gunungkidul

30 Desember 2024   13:52 Diperbarui: 30 Desember 2024   23:43 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembangunan jalan di Jalur Selatan Gunungkidul dengan mengorbankan kawasan Karst  (REBOWAGEN.com)

Kawasan karst Gunungkidul, yang membentang seluas 757,13 kilometer persegi dan mencakup 14 kecamatan, adalah salah satu warisan alam terbesar di Indonesia. 

Wilayah ini tidak hanya memiliki keunikan geologi, tetapi juga berfungsi sebagai penyerap karbon, penyedia air bawah tanah, dan mitigator bencana alam, seperti banjir dan kekeringan. 

Selain itu, kawasan ini menyimpan kekayaan budaya dan sejarah, dengan gua-gua yang menjadi situs arkeologi serta tempat ritual tradisional. 

Persediaan Air Bawah Tanah di Gunungkidul

Lanskap karst di Gunungkidul ini tidak hanya menjadi warisan geologi yang penting, tetapi juga memiliki peran signifikan dalam menyediakan sumber air bawah tanah melalui sungai bawah tanah seperti Sungai Bribin dan Seropan. 

Selain itu, wilayah ini menjadi tempat wisata alam unggulan seperti Goa Jomblang, Goa Pindul, serta pantai-pantai karst seperti Pantai Indrayanti dan Pantai Ngobaran, yang menambah daya tariknya sebagai destinasi wisata yang unik dan menarik.

Ancaman Terhadap Kawasan Karst

Kawasan yang begitu bernilai ini menghadapi berbagai ancaman serius akibat aktivitas manusia yang semakin masif, seperti pembangunan infrastruktur dan eksploitasi pariwisata.

Pembangunan ini sering kali didorong oleh kebutuhan untuk meningkatkan konektivitas wilayah, terutama untuk mendukung sektor ekonomi seperti pariwisata dan distribusi hasil pertanian. 

Meski tampak bermanfaat, proses konstruksi jalan dapat merusak struktur bawah tanah karst, termasuk gua dan aliran sungai bawah tanah yang menjadi penopang kehidupan masyarakat. 

Kerusakan pada sistem ini dapat mengganggu siklus hidrologi alami, yang berdampak pada menurunnya ketersediaan air bersih, terutama di musim kemarau. 

Padahal, Gunungkidul adalah daerah yang rentan kekeringan, sehingga keberlanjutan sumber air menjadi isu vital bagi masyarakat setempat.

Pariwisata yang Masif

Selain pembangunan jalan, pariwisata masif juga menjadi tantangan besar bagi kelestarian kawasan karst. 

Destinasi seperti Goa Jomblang, Goa Pindul, dan Pantai Krakal,dan beberapa tempat telah menjadi magnet wisatawan lokal maupun internasional. 

Lonjakan kunjungan ini tidak selalu diiringi dengan pengelolaan yang memadai. Sampah plastik sering kali menumpuk di sekitar destinasi wisata, mencemari lingkungan sekitar. 

Selain itu, banyak operator wisata yang tidak mematuhi standar lingkungan, seperti penggalian liar untuk pembangunan fasilitas wisata atau pemanfaatan sumber daya tanpa memperhatikan daya dukung ekosistem. 

Kasus rencana pembangunan Beach Club oleh artis Raffi Ahmad di Pantai Krakal menjadi contoh nyata bagaimana eksploitasi pariwisata dapat mengancam keberlanjutan kawasan karst. 

Pembangunan fasilitas seluas 20 hektar yang direncanakan di Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) ini memicu protes dari berbagai pihak karena dianggap melanggar aturan konservasi. 

Untungnya, pembangunan tersebut akhirnya dihentikan, namun kasus serupa dapat terulang jika tidak ada regulasi yang jelas dan pengawasan ketat terhadap aktivitas di kawasan karst.

Ancaman-ancaman ini menunjukkan perlunya keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Infrastruktur dan fasilitas pariwisata memang penting untuk mendukung perekonomian, tetapi jika dilakukan tanpa perencanaan yang matang, justru akan membawa dampak negatif jangka panjang. 

Peran Masyarakat dalam Melindungi Kawasan Karst

Masyarakat lokal juga memiliki peran kunci dalam melindungi kawasan karst. Dengan keterlibatan aktif mereka, pengelolaan kawasan dapat berjalan lebih efektif. 

Penginapan dibangun di atas bukit karst di kawasan Pantai Ngrawe, Gunungkidul, (KOMPAS.id/MOHAMAD FINAL DAENG)
Penginapan dibangun di atas bukit karst di kawasan Pantai Ngrawe, Gunungkidul, (KOMPAS.id/MOHAMAD FINAL DAENG)
Melalui edukasi lingkungan, masyarakat dapat lebih memahami nilai penting kawasan karst, baik sebagai sumber daya alam maupun sebagai warisan budaya. 

Mereka juga dapat menjadi mitra pemerintah dalam mengawasi dan melaporkan aktivitas yang merusak lingkungan. 

Selain itu, program-program yang mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat, seperti pelatihan ekowisata atau pengolahan produk lokal, dapat membantu mengurangi ketergantungan pada eksploitasi sumber daya alam.

Untuk memperkuat upaya konservasi, pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang lebih tegas dan komprehensif. Penetapan zona larangan pembangunan di area karst yang kritis adalah langkah awal yang penting. 

Pariwisata dan Kajian Lingkungan 

Selain itu, izin pembangunan harus melalui proses yang transparan dan melibatkan kajian lingkungan yang mendalam. 

Pengawasan terhadap aktivitas di lapangan juga harus ditingkatkan, termasuk memberikan sanksi tegas bagi pihak-pihak yang melanggar aturan. Dengan regulasi yang jelas dan konsisten, kawasan karst dapat terlindungi dari ancaman eksploitasi.

Di tingkat nasional, kawasan karst Gunungkidul harus diakui sebagai bagian dari strategi mitigasi perubahan iklim. 

Negara-negara seperti China telah menunjukkan bagaimana karst dapat digunakan sebagai media penyerap karbon yang efektif. 

Kawasan karst di Gunung Api Purba Ngelanggeran, Gunungkidul (MTVN/Patricia Vicka) 
Kawasan karst di Gunung Api Purba Ngelanggeran, Gunungkidul (MTVN/Patricia Vicka) 
Indonesia, dengan luas kawasan karst yang signifikan, memiliki potensi besar untuk mengembangkan fungsi ini. Langkah ini memerlukan komitmen politik yang kuat, termasuk alokasi anggaran untuk penelitian dan pengelolaan kawasan karst.

Ekowisata Tanpa Merusak kawasan Karst

Dalam sektor pariwisata, pengembangan ekowisata adalah solusi terbaik untuk memadukan manfaat ekonomi dan pelestarian lingkungan. 

Ekowisata tidak hanya menawarkan pengalaman unik bagi wisatawan tetapi juga mendidik mereka tentang pentingnya konservasi. 

Misalnya, wisata gua atau trekking karst dapat dikemas dengan narasi edukatif tentang ekosistem karst dan perannya dalam kehidupan manusia. 

Jika ancaman terhadap kawasan karst Gunungkidul tidak segera ditangani, dampaknya akan sangat merugikan. 

Fungsi ekologis kawasan ini sebagai penyerap karbon dan penyedia air bersih akan terganggu, sementara potensi pariwisatanya akan menurun akibat kerusakan lingkungan. 

Karena itu, diperlukan langkah-langkah konkret dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, untuk menjaga keberlanjutan kawasan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun