Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Intelligence Skill: Manajemen Konflik dalam Perspektif Alkitab

26 November 2024   10:48 Diperbarui: 26 November 2024   11:37 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik sering kali dipahami sebagai situasi yang tidak normal, yang mengganggu stabilitas baik dalam jiwa maupun hubungan dengan sesama. 

Dalam kehidupan pribadi atau komunitas, konflik dapat menjadi ancaman yang serius terhadap kedamaian dan keharmonisan.

Konflik yang Merisaukan

Ketika konflik muncul, kesehatan mental sering terganggu, komunikasi menjadi buruk, dan suasana menjadi tidak nyaman. 

Oleh karena itu, penting bagi individu, khususnya pemimpin jemaat, untuk memiliki kecerdasan konflik.

Seperti yang dikemukakan oleh Prof. Eka Warna, hampir semua konflik berakar pada ketidakpahaman atau kesalahpahaman. 

Gagal memahami maksud, tujuan, atau perasaan orang lain dapat memicu ketegangan yang akhirnya menimbulkan konflik. 

Ketika hal ini terjadi, tindakan dan hasil sering kali menjadi tidak sesuai dengan kehendak atau perintah yang diharapkan. 

Bentuk Konflik

Secara umum, konflik dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis:

  1. Konflik Hubungan
    Konflik hubungan terjadi ketika ada ketidaksesuaian antarpribadi. Perbedaan pandangan atau kepribadian sering kali memunculkan emosi negatif seperti kemarahan, kebencian, atau frustrasi. Misalnya, seseorang mungkin merasa tidak dihargai atau dipahami dalam hubungan, yang akhirnya memperburuk komunikasi.

  2. Konflik Tugas
    Konflik tugas muncul dari ketidaksepakatan terkait tanggung jawab atau tujuan tertentu. Dalam jemaat, misalnya, perbedaan pandangan mengenai cara melaksanakan pelayanan dapat menimbulkan ketegangan. Dalam hal ini, saling menghargai peran dan perspektif menjadi kunci untuk menyelesaikan konflik.

  3. Konflik Proses
    Proses yang tidak tuntas atau tidak jelas sering memicu kebingungan dan ketidakpuasan. Ketika langkah-langkah penyelesaian suatu tugas tidak direncanakan dengan baik, orang-orang yang terlibat mungkin merasa terabaikan atau kehilangan arah, sehingga konflik mudah muncul.

Manajemen Konflik

Manajemen konflik adalah pendekatan yang mengorganisasi dan mengarahkan komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat konflik. 

Tujuan utama manajemen konflik adalah mencapai solusi yang efektif sehingga suasana hati menjadi sejahtera dan produktivitas meningkat. 

Pendekatan ini menekankan pentingnya memahami sumber konflik, mencari solusi bersama, dan menjaga hubungan tetap harmonis.

Cara Pandang Alkitab tentang Konflik

Salah satu ilustrasi yang relevan adalah kisah 12 pengintai di Tanah Kanaan. 

Dari 12 pengintai, hanya dua yang memiliki cara pandang positif, sementara 10 lainnya fokus pada masalah, yang mengakibatkan tangisan dan pemberontakan di antara umat Israel (Bilangan 13-14). 

Hal ini menunjukkan bahwa cara pandang terhadap masalah sangat memengaruhi respons kita dalam situasi konflik.

Ketika berhadapan dengan konflik, fokus pada solusi menjadi hal yang penting. 

Misalnya, dalam kisah Yesus memberi makan 5.000 orang, para murid melihat keterbatasan sumber daya sebagai masalah besar. 

Yesus menunjukkan bahwa masalah dapat diselesaikan dengan memanfaatkan apa yang ada, yaitu lima roti dan dua ikan (Matius 14:13-21). 

Pelajaran ini menekankan pentingnya melihat potensi dari hal kecil untuk menyelesaikan persoalan besar.

Menerapkan Perspektif Tuhan dalam Konflik

Cara pandang yang luas, seperti yang dicontohkan Yesus, menjadi kunci dalam mengelola konflik. 

Sebagai umat percaya, kita diajak untuk melihat masalah dari perspektif Tuhan yang besar, bukan hanya dari keterbatasan kita sendiri. 

Ketika konflik terlihat mustahil untuk diselesaikan, kita perlu mengingat bahwa Tuhan selalu menyediakan jalan keluar bagi mereka yang percaya.

Konflik sebagai Benih Kedewasaan

Roma 5:3-4 mengajarkan bahwa penderitaan, termasuk konflik, dapat menghasilkan ketekunan, karakter, dan pengharapan. 

Konflik, jika dihadapi dengan cara yang benar, dapat menjadi alat Tuhan untuk mendewasakan iman dan membentuk karakter kita. 

Proses ini mengajarkan kita untuk lebih bersabar, rendah hati, dan bijaksana dalam menghadapi orang lain.

Dengan memahami konflik sebagai bagian dari perjalanan iman, kita diajak untuk tidak takut menghadapinya. 

Sebaliknya, konflik harus dikelola dengan hikmat dan pandangan yang berpusat pada Tuhan. 

Konflik bukan lagi ancaman, melainkan kesempatan untuk bertumbuh dalam kasih, pengertian, dan kedewasaan rohani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun