Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kerendahan Hati yang Terabaikan: Pemimpin dan Kursi Kehormatan dalam Gereja

25 November 2024   06:33 Diperbarui: 25 November 2024   07:45 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menginginkan jabatan untuk tujuan pribadi seringkali menyebabkan ketegangan dan ketidakharmonisan dalam tubuh gereja. 

Mencari Pengakuan Pribadi

Pemimpin yang terlalu fokus pada pengakuan pribadi sering kali mengabaikan tatanan yang telah ditetapkan, yang seharusnya menjadi pedoman bersama dalam setiap kegiatan gereja.

Selain itu, dalam beberapa kasus, AD ART gereja yang disusun bisa mengalami perubahan sesuai dengan selera penguasa. 

Pemimpin yang terlalu berkuasa seringkali mencoba menyesuaikan aturan dan struktur gereja agar sesuai dengan kepentingan pribadi mereka, yang pada akhirnya merusak fondasi gereja itu sendiri. 

Padahal, AD ART seharusnya menjadi landasan yang jelas dan adil bagi seluruh anggota gereja, bukan sekadar alat untuk mempertahankan kekuasaan.

Penyimpangan dalam penyusunan AD ART ini sering kali terjadi ketika pemimpin merasa bahwa mereka memiliki kekuasaan absolut dan tidak menghiraukan masukan dari pihak lain. 

Hal ini dapat menciptakan ketimpangan dalam sistem gereja dan merusak prinsip-prinsip persekutuan dan keterbukaan. 

Pemimpin yang Rendah hati bukan Ambisius

Mengabaikan tatanan ini dapat menimbulkan ketidakadilan, di mana keputusan-keputusan yang diambil tidak lagi didasarkan pada prinsip-prinsip kekristenan yang sejati. 

Hal ini akan menciptakan ketegangan dalam hubungan antar anggota gereja dan dapat merusak suasana kekeluargaan yang seharusnya ada dalam tubuh Kristus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun