Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kerajaan Allah vs Kerajaan Pribadi

21 November 2024   03:19 Diperbarui: 21 November 2024   12:43 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kerendahan Hati

Yesus sendiri mengajarkan tentang pentingnya melayani dengan kerendahan hati. 

Ia berkata, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu"*(Matius 20:26-27). 

Ajaran ini menekankan bahwa kepemimpinan dalam Kerajaan Allah bukanlah soal kekuasaan, melainkan pelayanan kepada sesama.  

Kualitas pelayanan dalam gereja juga cenderung menurun ketika fokus beralih ke ambisi pribadi. Pemimpin yang mementingkan diri sendiri sering kali tidak peduli pada kualitas pengajaran, pembinaan jemaat, atau misi sosial gereja. 

Alih-alih menjadi teladan Kristus, mereka justru memanfaatkan gereja untuk kepentingan pribadi, sehingga menyebabkan jemaat kehilangan kepercayaan.  

Konflik dalam Kerajaan Pribadi

Selain itu, konflik sering kali muncul sebagai dampak dari adanya "kerajaan pribadi." Ketika berbagai pihak dalam gereja berusaha memperjuangkan agenda masing-masing, kesatuan gereja menjadi terpecah. 

Konflik seperti ini tidak hanya merusak hubungan antaranggota, tetapi juga menghambat gereja dalam menjalankan misinya.  

Fenomena ini tentu saja sangat merugikan pertumbuhan gereja. Gereja seharusnya menjadi tempat di mana kasih Kristus menjadi nyata dan misi Allah dikerjakan bersama. 

Ketika ada ambisi pribadi yang mendominasi, gereja kehilangan fokus pada panggilan utamanya untuk membawa kabar baik kepada dunia.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun