Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kerajaan Allah vs Kerajaan Pribadi

21 November 2024   03:19 Diperbarui: 21 November 2024   12:43 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gereja modern (source: Pixabay.com)

Yesus dengan tegas menyatakan bahwa "Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini." Ini menekankan bahwa misi Yesus bukan untuk mendirikan kerajaan politik atau kekuasaan duniawi, melainkan untuk menggenapi rencana ilahi yang bersifat rohani. 

Kerajaan Allah tidak bersandar pada kekuatan militer atau politik, tetapi pada nilai-nilai kebenaran, kasih, dan keadilan.  

Yesus menegaskan bahwa jika Kerajaan-Nya bersifat duniawi, maka para pengikut-Nya akan berjuang untuk mencegah penyerahan-Nya kepada otoritas Yahudi. 

Ini menunjukkan bahwa sifat Kerajaan Allah bertentangan dengan cara dunia yang sering kali menggunakan kekerasan atau paksaan untuk mempertahankan kekuasaan.  

Identitas Yesus sebagai Raja

Ketika Pilatus bertanya, “Jadi Engkau adalah raja?”, jawaban Yesus tidak langsung menyangkal, tetapi mengarahkan fokus pada maksud sebenarnya dari kepemimpinan-Nya. 

Yesus mengakui peran-Nya sebagai Raja, tetapi bukan dalam pengertian politik seperti yang dipahami Pilatus atau masyarakat Yahudi pada waktu itu. 

Raja yang dimaksud Yesus adalah Raja dalam pengertian rohani, yang memerintah melalui kebenaran dan kasih karunia Allah.  Yesus menjelaskan bahwa tujuan kedatangan-Nya ke dunia adalah “memberi kesaksian tentang kebenaran.” 

Ini menunjukkan bahwa misi-Nya adalah membawa manusia kepada pengenalan akan Allah yang sejati dan rencana keselamatan-Nya. Kebenaran yang dimaksud Yesus adalah realitas Allah dan karya-Nya untuk menyelamatkan manusia dari dosa.  

Panggilan untuk Mendengarkan Suara Kebenaran

Yesus juga menyatakan bahwa “setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.” Ini adalah ajakan untuk menerima otoritas-Nya sebagai Raja yang sejati. 

Mereka yang hidup dalam kebenaran dan terbuka terhadap kehendak Allah akan mengenali suara Yesus sebagai Sang Gembala.

Sebagai Raja, Yesus menunjukkan teladan pemimpin yang rendah hati dan rela berkorban demi keselamatan umat-Nya. Dia mengundang semua orang untuk masuk ke dalam Kerajaan-Nya, yang melampaui batas-batas duniawi dan memberikan pengharapan kekal.  

Kerajaan Allah adalah Pusat

Dalam Kerajaan Allah, Tuhan adalah Raja, dan umat-Nya dipanggil untuk hidup dalam ketaatan, kasih, dan penyerahan total kepada kehendak-Nya.

Konsep ini menjadi dasar panggilan gereja untuk memperluas misi Allah di dunia. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua orang memprioritaskan Kerajaan Allah. 

Ada individu yang lebih memilih membangun "kerajaan pribadi" mereka sendiri, yang sering kali bertentangan dengan tujuan Allah.  

Motivasi Egois 

Beberapa pemimpin mungkin menggunakan posisi mereka untuk mencari pengaruh, kekayaan, atau pengakuan, daripada melayani dengan kerendahan hati. 

Hal ini menjadi ancaman serius bagi pertumbuhan gereja karena fokus bergeser dari Kristus kepada individu tertentu. Ketika gereja dipimpin dengan motivasi seperti ini, esensi pelayanan tergantikan oleh ambisi pribadi.  

Akibat dari membangun kerajaan pribadi adalah melemahnya kepemimpinan Kristen. Kepemimpinan yang seharusnya melayani dengan hati Kristus sering kali terjebak dalam persaingan, iri hati, dan ambisi duniawi. 

Ketika para pemimpin tidak bersatu dalam misi Allah, gereja tidak dapat berfungsi secara maksimal sebagai tubuh Kristus. Dalam keadaan seperti ini, kesaksian gereja di dunia menjadi rusak.  

Kerendahan Hati

Yesus sendiri mengajarkan tentang pentingnya melayani dengan kerendahan hati. 

Ia berkata, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu"*(Matius 20:26-27). 

Ajaran ini menekankan bahwa kepemimpinan dalam Kerajaan Allah bukanlah soal kekuasaan, melainkan pelayanan kepada sesama.  

Kualitas pelayanan dalam gereja juga cenderung menurun ketika fokus beralih ke ambisi pribadi. Pemimpin yang mementingkan diri sendiri sering kali tidak peduli pada kualitas pengajaran, pembinaan jemaat, atau misi sosial gereja. 

Alih-alih menjadi teladan Kristus, mereka justru memanfaatkan gereja untuk kepentingan pribadi, sehingga menyebabkan jemaat kehilangan kepercayaan.  

Konflik dalam Kerajaan Pribadi

Selain itu, konflik sering kali muncul sebagai dampak dari adanya "kerajaan pribadi." Ketika berbagai pihak dalam gereja berusaha memperjuangkan agenda masing-masing, kesatuan gereja menjadi terpecah. 

Konflik seperti ini tidak hanya merusak hubungan antaranggota, tetapi juga menghambat gereja dalam menjalankan misinya.  

Fenomena ini tentu saja sangat merugikan pertumbuhan gereja. Gereja seharusnya menjadi tempat di mana kasih Kristus menjadi nyata dan misi Allah dikerjakan bersama. 

Ketika ada ambisi pribadi yang mendominasi, gereja kehilangan fokus pada panggilan utamanya untuk membawa kabar baik kepada dunia.  

Kepemimpinan Kristus

Untuk mengatasi tantangan ini, gereja perlu kembali pada prinsip-prinsip kepemimpinan yang Kristus ajarkan. 

Kepemimpinan dalam gereja bukanlah soal kekuasaan, melainkan pelayanan. Pemimpin yang sejati adalah mereka yang bersedia mengorbankan diri demi kebaikan orang lain, seperti Yesus yang datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani.  

Yesus juga menegaskan prioritas hidup setiap orang percaya dengan berkata, "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu" (Matius 6:33). Ayat ini mengingatkan bahwa fokus utama setiap orang percaya adalah Kerajaan Allah, bukan ambisi atau kepentingan pribadi.  

Kerajaan pribadi tidak akan bertahan lama, sebab hanya Kerajaan Allah yang kekal. Sejarah membuktikan bahwa usaha manusia yang bertentangan dengan kehendak Allah pada akhirnya akan runtuh.

Oleh karena itu, gereja dipanggil untuk setia membangun dasar yang kokoh dalam Kristus.  

Pentingnya Kualitas Kepemimpinan

Peningkatan kualitas kepemimpinan Kristen juga harus menjadi prioritas. Pelatihan, pembinaan, dan pemuridan pemimpin gereja harus dilakukan secara berkesinambungan. 

Dengan demikian, gereja dapat memiliki pemimpin yang berintegritas dan mampu memimpin jemaat dalam kebenaran.  

Mari kita sebagai tubuh Kristus bersama-sama menyerahkan hidup kita untuk membangun Kerajaan Allah, bukan kerajaan pribadi. 

Dengan demikian, kita dapat menjadi terang dan garam dunia yang memuliakan nama-Nya di tengah-tengah dunia yang gelap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun