Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perubahan Kebijakan Tenaga Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

5 November 2024   09:02 Diperbarui: 5 November 2024   15:23 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak berlakunya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, konsep outsourcing atau alih daya telah memicu berbagai perdebatan, utamanya terkait dampaknya bagi tenaga kerja dan pemberi kerja. 

Permasalahan Outsourcing

Outsourcing pada dasarnya memungkinkan perusahaan untuk fokus pada bisnis inti dengan menyerahkan pekerjaan tertentu kepada pihak ketiga. 

Namun, praktik ini menimbulkan ketidakpastian hukum, terutama dalam hal perlindungan hak-hak pekerja outsourcing, yang seringkali berada dalam situasi ketidakstabilan kerja dan rendahnya perlindungan sosial.

Titik Pangkal Outsourcing

Pasal 64-66 UU Ketenagakerjaan menjadi titik utama pengaturan outsourcing di Indonesia. 

Meski istilah “outsourcing” tidak disebutkan secara eksplisit dalam UU ini, praktik alih daya tetap berjalan dengan bentuk perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja. 

Ketentuan ini memberikan celah bagi perusahaan untuk mengontrak pekerja dalam waktu tertentu (PKWT), meskipun pada dasarnya pekerja tersebut mengerjakan tugas-tugas berkelanjutan. 

Ini menimbulkan ketidakpastian bagi buruh yang terancam kehilangan pekerjaan mereka sewaktu-waktu dan sering tidak menerima perlindungan seperti halnya pekerja tetap.

Jaminan Outsourcing

Bagi para pekerja, praktik outsourcing yang tidak diawasi ketat berpotensi menurunkan kualitas hidup. 

Mereka sering tidak mendapatkan jaminan sosial dan hak-hak seperti cuti, upah layak, serta perlindungan kerja yang setara dengan pekerja tetap. 

Dalam konteks global, perubahan ekonomi dan perkembangan teknologi memperparah kondisi ini, di mana para pekerja outsourcing berisiko tergantikan oleh automasi atau pekerjaan yang dialihdayakan lebih lanjut ke luar negeri. 

Ketidakpastian ini berdampak langsung pada kondisi psikologis pekerja, mengurangi loyalitas, dan motivasi kerja mereka.

Keuntungan dan Tantangan Pemberi Kerja

Pada sisi lain, pemberi kerja atau perusahaan juga menghadapi beberapa keuntungan dan tantangan. 

Sistem outsourcing memungkinkan mereka menghemat biaya, karena perusahaan tidak perlu menanggung biaya kesejahteraan dan jaminan sosial yang biasanya diberikan kepada pekerja tetap. 

Selain itu, perusahaan dapat mengatur fleksibilitas tenaga kerja sesuai kebutuhan operasional. 

Namun, model ini juga memunculkan potensi dampak negatif, seperti rendahnya kualitas pekerjaan akibat kurangnya keterlibatan jangka panjang dari pekerja outsourcing. 

Produktivitas dan kualitas pelayanan bisa menurun jika pekerja merasa tidak memiliki keamanan dalam pekerjaan.

Putusan Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi telah merespons keluhan-keluhan pekerja dengan mengabulkan sebagian uji materi yang diajukan pada tahun 2011.

Putusan MK No. 27/PUU-IX/2011 menyatakan bahwa beberapa ketentuan dalam Pasal 65 dan 66 UU Ketenagakerjaan perlu diubah, karena tidak sepenuhnya melindungi hak-hak pekerja outsourcing.

Dalam amar putusan ini, disebutkan bahwa perjanjian kerja outsourcing harus diatur lebih ketat dengan menyaratkan penggunaan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan menerapkan prinsip Transfer of Under Protection of Employment (TUPE) jika pekerja outsourcing dipindahkan ke perusahaan lain.

Peraturan pemerintah dan Surat Edaran yang dikeluarkan untuk menindaklanjuti putusan MK bertujuan memperbaiki kondisi tenaga kerja outsourcing di Indonesia. 

Tantangan di Lapangan

Banyak perusahaan yang masih menghindari kewajiban mengonversi pekerja outsourcing menjadi pekerja tetap, dengan alasan efisiensi biaya atau fleksibilitas organisasi. 

Kondisi ini menggambarkan tantangan pemerintah dalam memastikan implementasi kebijakan yang konsisten di seluruh sektor.

Dampak dari ketentuan outsourcing yang kurang efektif ini meluas pada ketidakstabilan ekonomi bagi para pekerja dan keluarga mereka. 

Kondisi ekonomi yang sulit, ditambah dengan kurangnya kepastian kerja, membuat pekerja outsourcing sulit untuk merencanakan masa depan mereka, baik dalam hal keuangan maupun sosial. 

Kondisi ini juga menciptakan kesenjangan yang semakin besar antara pekerja tetap dan pekerja outsourcing, yang secara langsung berimplikasi pada ketidaksetaraan sosial.

Perspektif Pemberi Kerja

Dari perspektif pemberi kerja, peningkatan pengawasan terhadap outsourcing sebenarnya dapat memberikan dampak positif. 

Dengan memberikan kepastian dan perlindungan kepada pekerja, perusahaan berpotensi meningkatkan produktivitas kerja serta menciptakan lingkungan kerja yang lebih kondusif dan stabil. 

Meski ini dapat menambah beban biaya jangka pendek, keuntungan jangka panjang dalam bentuk loyalitas pekerja dan reputasi perusahaan menjadi pertimbangan penting.

Seiring dengan perubahan dunia kerja di era digital, regulasi terkait outsourcing perlu lebih adaptif untuk menghadapi tantangan global. 

Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk merancang ulang kebijakan ketenagakerjaan yang lebih sesuai dengan kebutuhan zaman, seperti memperhatikan pekerja yang terlibat dalam ekonomi gig dan pekerja lepas. 

Peluang untuk menciptakan kerangka kerja yang lebih inklusif dapat membantu semua pekerja, baik tetap maupun outsourcing, memperoleh perlindungan yang layak dan hak-hak dasar mereka.

Peninjauan ulang terhadap UU Ketenagakerjaan yang ada diperlukan agar sesuai dengan semangat perlindungan pekerja dan perkembangan dunia kerja saat ini. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun