Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Vonis Kontroversial dan Suap Hakim: Menggugat Integritas Peradilan

25 Oktober 2024   13:42 Diperbarui: 25 Oktober 2024   17:43 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar (KOMPAS.COM/ KIKI SAFITRI)

Kasus suap di kalangan hakim ini menjadi pengingat akan pentingnya reformasi hukum di Indonesia. Reformasi ini tidak boleh hanya terbatas pada prosedur formal, tetapi juga perlu menyentuh aspek integritas para aparat penegak hukum. 

Dengan adanya reformasi yang menyeluruh dan tegas, diharapkan lembaga peradilan dapat dibersihkan dari elemen-elemen korup yang merusak sistem hukum.

Pengawasan ketat terhadap hakim, terutama mereka yang terlibat dalam kasus-kasus besar, menjadi langkah penting dalam mencegah kasus serupa terjadi. 

Pengawasan ini harus dilakukan oleh lembaga independen yang memiliki kapabilitas untuk memantau perilaku hakim secara efektif. 

Pengawasan yang kuat dan transparan dapat menjadi langkah pencegahan agar praktik suap dalam peradilan tidak terjadi, serta mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan.

Hakim dan Pendidikan Etika

Pendidikan etika bagi penegak hukum adalah aspek penting dalam mencegah korupsi. Hakim yang memiliki dasar etika yang kuat akan lebih mampu menolak godaan korupsi. 

Dengan etika yang kuat, hakim dapat menjalankan tugas mereka dengan penuh tanggung jawab, menjunjung tinggi keadilan.

Tindakan tegas terhadap hakim yang terbukti melakukan pelanggaran akan menjadi bukti komitmen peradilan dalam menjaga integritasnya. 

Kepercayaan publik hanya bisa kembali jika masyarakat melihat adanya langkah nyata yang diambil untuk membenahi sistem hukum dan mencegah kejadian serupa terulang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun