Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menggali Hubungan Orang Farisi dan Yesus dalam Konteks Sosial dan Politik

23 Oktober 2024   11:55 Diperbarui: 23 Oktober 2024   12:19 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orang Farisi adalah salah satu kelompok terkemuka dalam masyarakat Yahudi pada masa Yesus hidup. Mereka dikenal sebagai kelompok yang sangat taat pada hukum Taurat dan tradisi leluhur. 

Namun, di balik ketaatan mereka, ada aspek pragmatisme yang kuat, terutama dalam upaya mereka mempertahankan kekuasaan dan pengaruh di masyarakat. 

Salah satu contoh pragmatisme ini adalah hubungan mereka dengan Yesus, seorang guru yang popularitasnya kian meningkat di kalangan rakyat. Ada beberapa alasan mengapa orang Farisi mengundang Yesus dan bahkan mempertimbangkan untuk bergabung dengan-Nya.


Alasan Teologis

Alasan teologis mungkin menjadi pertimbangan awal. Yesus dikenal sebagai seorang rabi yang memiliki pengajaran luar biasa, bahkan banyak orang menganggap-Nya sebagai nabi besar yang diutus oleh Allah. 

Orang Farisi mungkin tertarik untuk mengundang Yesus ke dalam percakapan teologis guna menguji atau bahkan menantang pemikiran-Nya. Dengan demikian, mereka bisa menilai apakah ajaran Yesus selaras dengan keyakinan mereka atau justru menentangnya.

Namun, di balik kepentingan teologis, ada motif pragmatis yang jauh lebih dalam. Yesus memiliki pengaruh besar di kalangan rakyat. Banyak orang berbondong-bondong mengikuti-Nya, dan hal ini dapat menjadi ancaman bagi kelompok Farisi yang ingin mempertahankan otoritas mereka. 

Mengundang Yesus mungkin dianggap sebagai cara untuk mengendalikan atau memantau-Nya, serta memahami lebih lanjut tentang ancaman yang mungkin Ia bawa terhadap status quo.

Aspek Sosial dan Politik

Alasan yang mungkin adalah aspek sosial dan politik. Orang Farisi tidak hanya memiliki otoritas religius, tetapi mereka juga memiliki hubungan erat dengan pemimpin-pemimpin Romawi yang memerintah Palestina pada waktu itu. 

Bergabung dengan Yesus mungkin dipandang sebagai kesempatan untuk memperluas pengaruh mereka di kalangan rakyat, sambil tetap menjaga hubungan baik dengan kekuasaan Romawi. 

Dalam konteks politik ini, mereka mungkin berpikir bahwa dengan mendekati Yesus, mereka dapat memperkuat posisi mereka di mata publik.

Menurut ahli sejarah Yahudi, Geza Vermes, orang Farisi berada dalam posisi yang sangat kompleks dalam masyarakat Yahudi. Vermes menunjukkan bahwa Farisi sering memainkan peran penting dalam menavigasi hubungan antara pemerintah Romawi dan rakyat Yahudi. 

Dengan demikian, mereka memahami kebutuhan untuk beradaptasi dengan situasi politik dan sosial yang dinamis. Menurut Vermes, beberapa orang Farisi mungkin melihat Yesus sebagai ancaman potensial terhadap keseimbangan kekuasaan ini, tetapi yang lain mungkin melihat peluang politik dengan bergabung atau mendekati-Nya.

Pragmatisme Orang Farisi

Selain itu, pragmatisme orang Farisi terlihat dalam cara mereka menghadapi realitas politik di zaman Yesus. Mereka menyadari bahwa perubahan sosial sedang terjadi, dan Yesus adalah salah satu tokoh yang membawa perubahan tersebut. 

Bergabung dengan-Nya atau setidaknya menunjukkan kedekatan dapat menjadi langkah strategis untuk mendapatkan dukungan dari para pengikut Yesus, sambil tetap menjaga status dan jabatan mereka dalam masyarakat Yahudi.

Motif politik lain yang bisa dilihat dari orang Farisi adalah keinginan mereka untuk mendapatkan jabatan dalam pemerintahan atau struktur kekuasaan yang baru. 

Jika Yesus benar-benar adalah Mesias yang dijanjikan, dan jika Ia berhasil memimpin suatu perubahan besar dalam masyarakat, maka mereka yang lebih awal mendekati-Nya akan memiliki peluang besar untuk mendapatkan jabatan penting dalam tatanan baru tersebut. Ini adalah alasan pragmatis yang sangat kuat bagi beberapa orang Farisi untuk mencoba bergabung dengan Yesus.

Ahli teologi, N.T. Wright, menyebutkan bahwa hubungan antara orang Farisi dan Yesus harus dipahami dalam konteks politik dan keagamaan yang rumit pada zaman itu. Menurut Wright, beberapa Farisi mungkin melihat Yesus sebagai ancaman karena interpretasi-Nya yang radikal terhadap hukum Taurat dan klaim-Nya tentang Kerajaan Allah yang sedang datang. 

Wright juga menekankan bahwa ada kemungkinan bahwa beberapa Farisi melihat potensi keuntungan dalam mendukung atau setidaknya tidak secara langsung melawan Yesus, dengan harapan mendapatkan manfaat politik atau religius jika Yesus benar-benar adalah Mesias .

Sikap pragmatis ini tidak selalu berarti bahwa mereka benar-benar menerima ajaran Yesus secara penuh. Banyak di antara mereka tetap skeptis dan terus mencari-cari kesalahan dalam perkataan dan perbuatan Yesus. 

Mereka mungkin berusaha untuk menjaga keseimbangan antara memanfaatkan pengaruh Yesus dan tetap mempertahankan keyakinan mereka yang ortodoks. Pada akhirnya, bagi sebagian Farisi, kepentingan pribadi dan kelompok lebih diutamakan daripada kebenaran teologis yang diajarkan oleh Yesus.

Pandangan Farisi terhadap Keselamatan

Salah satu pandangan penting orang Farisi adalah tentang konsep Mesias dan keselamatan. Orang Farisi memiliki pandangan yang kuat bahwa Mesias adalah seorang raja dan pemimpin politik yang akan datang untuk membebaskan Israel dari penjajahan, terutama Romawi. 

Mesias ini, menurut keyakinan mereka, akan mendirikan kembali takhta Daud dan memulihkan kemuliaan Israel sebagai bangsa yang dipilih Allah. 

Dalam konteks ini, Mesias dipahami sebagai tokoh yang akan membawa pembebasan politik dan sosial bagi bangsa Yahudi, bukan sebagai sosok spiritual yang datang untuk menebus dosa-dosa individu. Pandangan ini berbeda secara signifikan dari pemahaman Yesus tentang Mesias, yang lebih berfokus pada kerajaan Allah yang bersifat rohani dan bukan duniawi.

Orang Farisi juga percaya bahwa keselamatan didasarkan pada ketaatan terhadap hukum Taurat dan tradisi leluhur. Mereka menekankan pentingnya menjalankan perintah-perintah Allah secara tepat dan teliti. Bagi mereka, keselamatan dapat dicapai melalui kehidupan yang taat, dengan memperhatikan setiap detail hukum, ritual, dan tradisi. 

Ini merupakan salah satu alasan mengapa mereka merasa Yesus sebagai ancaman, karena ajaran-Nya sering kali menantang praktik legalistik mereka. Yesus mengajarkan bahwa keselamatan adalah anugerah dari Allah, dan tidak dapat diperoleh melalui usaha manusia semata, melainkan melalui iman kepada-Nya sebagai Anak Allah.

Dalam kaitannya dengan keselamatan, teolog R.T. France mencatat bahwa orang Farisi memegang teguh ketaatan hukum sebagai sarana utama untuk mencapai kebenaran di hadapan Allah. Bagi mereka, hukum Taurat adalah jaminan untuk tetap berada dalam perjanjian Allah dan memperoleh tempat dalam dunia yang akan datang. 

Pendekatan Yesus yang menekankan kasih karunia dan iman dibandingkan perbuatan hukum sangat berbeda dari kerangka berpikir ini. France berpendapat bahwa perbedaan mendasar inilah yang menyebabkan ketegangan antara Yesus dan para pemimpin Farisi .

Tertarik Ajaran Yesus

Tentu saja, tidak semua orang Farisi bersikap pragmatis. Ada beberapa di antara mereka yang benar-benar tertarik pada ajaran Yesus dan mungkin ingin mengetahui lebih dalam tentang makna ajaran-Nya. 

Misalnya, Nikodemus, salah satu pemimpin Farisi, datang kepada Yesus di malam hari untuk mendiskusikan hal-hal spiritual (Yohanes 3:1-21). Namun, jumlah mereka sangat terbatas dibandingkan dengan mayoritas orang Farisi yang lebih tertarik pada kekuasaan dan pengaruh.

Motivasi pragmatis politik orang Farisi tidak bisa diabaikan. Dalam konteks masyarakat Yahudi yang berada di bawah tekanan Romawi, siapa pun yang dapat menggalang dukungan rakyat memiliki potensi besar untuk mendapatkan jabatan atau pengaruh. 

Orang Farisi, dengan segala kecerdasan dan keterampilan politik mereka, tentu memahami hal ini dan berusaha untuk menggunakan setiap kesempatan yang ada, termasuk mendekati Yesus, untuk memperkuat posisi mereka di mata publik.

Mendekati Yesus untuk Mendapat Keuasaan?

Orang Farisi yang mengundang dan bergabung dengan Yesus melakukannya bukan hanya karena alasan spiritual atau teologis, tetapi juga karena alasan pragmatis politik. 

Mereka menyadari bahwa Yesus adalah tokoh yang berpengaruh dan memiliki potensi besar untuk mengubah tatanan sosial dan politik yang ada. Dengan mendekati-Nya, mereka berharap dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan kekuasaan mereka dalam masyarakat. 

Motivasi ini pada akhirnya menunjukkan bahwa bagi banyak orang Farisi, kekuasaan dan jabatan lebih penting daripada kebenaran yang diajarkan oleh Yesus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun