Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Iptek, dan Pendidikan, Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rakyat Menjerit: Ekonomi Semakin Sulit, Kebutuhan Hidup melejit

18 Oktober 2024   16:35 Diperbarui: 18 Oktober 2024   17:56 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pedagang Tradisional/pixabay.com

Di tengah tantangan ekonomi saat ini, masyarakat kelas bawah mengalami dampak yang signifikan akibat inflasi yang melambung dan stagnasi pendapatan. Kenaikan harga kebutuhan pokok dan biaya hidup lainnya telah menggerus daya beli, memaksa banyak keluarga untuk berjuang keras memenuhi kebutuhan sehari-hari.  

Di tengah ketidakpastian ekonomi global, masyarakat Indonesia, khususnya kelas bawah, semakin merasakan tekanan dari kenaikan biaya hidup. Hasil pertumbuhan ekonomi kuartal-II 2024 yang mencatat angka 5,05% mungkin terlihat positif di permukaan, tetapi di balik angka tersebut, ada cerita lain yang lebih memprihatinkan. Kenaikan harga bahan pokok dan kebutuhan sehari-hari telah menyebabkan banyak keluarga berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Salah satu masalah utama yang dihadapi masyarakat adalah inflasi yang terus meningkat. Harga pangan, transportasi, dan energi terus melonjak, sementara pendapatan tetap stagnan. Hal ini menciptakan kesenjangan yang semakin lebar antara pendapatan yang diterima dan kebutuhan yang harus dipenuhi. Masyarakat kelas bawah, yang mengandalkan penghasilan harian, sering kali terjebak dalam siklus kemiskinan yang sulit diputus.

Di sektor industri, terutama industri pengolahan yang hanya tumbuh 3,95%, terdapat kekhawatiran akan deindustrialisasi prematur. Para ekonom, termasuk Hosianna Evalita Situmorang, menyoroti bahwa ketergantungan Indonesia pada tiga sektor utama—pertanian, pengolahan, dan perdagangan—membuat perekonomian rentan terhadap fluktuasi. Ketika salah satu sektor mengalami penurunan, dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat yang bergantung pada sektor tersebut.

Kondisi ini diperburuk dengan tingginya suku bunga, yang membuat biaya pinjaman semakin mahal. Banyak pelaku usaha kecil terpaksa menunda ekspansi atau bahkan menutup usaha mereka. Akibatnya, banyak yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), yang tidak hanya merugikan individu tetapi juga menambah beban ekonomi keluarga. Data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat jumlah pekerja yang terkena PHK dari Januari hingga Agustus 2024 mencapai 190.639 pekerja, naik 27,75% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2023, yang hanya mencatat 149.227 pekerja. PHK menjadi momok yang menakutkan di tengah situasi yang sudah sulit ini.

Pendidikan anak-anak juga tidak luput dari dampak krisis ekonomi ini. Banyak keluarga yang terpaksa menarik anak-anak mereka dari sekolah karena kesulitan keuangan. Padahal, pendidikan adalah salah satu kunci untuk keluar dari jeratan kemiskinan. Jika hal ini terus berlanjut, Indonesia akan menghadapi tantangan besar dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas di masa depan.

Selain itu, tingginya tingkat utang juga menjadi masalah yang mengkhawatirkan. Banyak keluarga yang terpaksa meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hutang yang menumpuk dapat menciptakan lingkaran setan, di mana mereka terjebak dalam kesulitan keuangan tanpa jalan keluar. Solusi jangka pendek ini justru menambah beban di masa depan.

Di sisi lain, dukungan sosial yang seharusnya menjadi penyangga bagi masyarakat kelas bawah sering kali tidak memadai. Bantuan sosial yang diberikan pemerintah sering kali tidak sampai kepada yang membutuhkan atau tidak cukup untuk menutupi kebutuhan dasar. Kebijakan pemotongan anggaran untuk program sosial sering kali menjadi langkah mundur dalam upaya mengentaskan kemiskinan.

Krisis kepercayaan terhadap perekonomian juga menjadi ancaman. Ketidakpastian yang berlarut-larut membuat masyarakat semakin menahan pengeluaran. Ketika konsumsi menurun, pertumbuhan ekonomi akan terhambat, menciptakan siklus negatif yang semakin memperburuk kondisi perekonomian.

Dalam konteks ini, harapan muncul dengan pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto. Masyarakat mengharapkan langkah-langkah nyata untuk memperbaiki perekonomian, terutama dalam menciptakan kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat kecil. Penekanan pada pengembangan sektor-sektor yang tertekan, seperti industri pengolahan dan usaha kecil, akan sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Pemerintah baru diharapkan dapat meningkatkan akses terhadap bantuan sosial yang efektif dan tepat sasaran. Selain itu, penyesuaian upah minimum yang adil dan layak menjadi urgensi untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Kebijakan fiskal yang lebih inklusif juga perlu dipertimbangkan agar manfaat pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun