kabinet pemerintahannya. Apakah akan membentuk kabinet zaken yang profesional, atau memilih jalur politik dengan kabinet akomodatif?Â
Presiden terpilih Prabowo Subianto dihadapkan pada dilema besar dalam menyusunKedua opsi ini memiliki konsekuensi tersendiri yang dapat mempengaruhi masa depan pemerintahannya selama lima tahun ke depan.
Kabinet zaken, yang terdiri dari para ahli profesional non-partisan, seringkali dipandang sebagai model ideal untuk menjawab tantangan modern yang semakin kompleks.Â
Kabinet ini bisa membawa arah pemerintahan yang lebih fokus pada kebijakan berbasis keahlian, dengan keputusan yang diambil berdasarkan data dan kebutuhan teknis.Â
Kabinet ini akan memberikan citra bahwa Prabowo serius dalam menjawab aspirasi rakyat dan menjauh dari politik transaksional.
Realitas Politik
Namun, realitas politik di Indonesia tidak bisa diabaikan. Keberagaman koalisi partai yang mendukung Prabowo, termasuk partai-partai besar seperti Gerindra, PAN, Golkar, dan partai-partai lain, menuntut akomodasi politik yang tak terhindarkan.Â
Konstelasi politik ini mengharuskan Prabowo menyusun kabinet yang mampu merangkul berbagai kepentingan agar stabilitas politik dapat terjaga.Â
Hal ini membawa pada tantangan untuk memilih menteri-menteri dari partai politik yang seringkali dianggap kurang profesional dan lebih berpihak pada agenda politik masing-masing.
Akomodasi Politik
Bagi Prabowo, tantangan terbesar adalah bagaimana memastikan bahwa kabinet yang disusun tidak terjebak dalam politik akomodasi yang bisa mengorbankan kualitas dan efektivitas pemerintahan.Â
Keputusan memilih tokoh-tokoh dari partai politik bisa menimbulkan kecurigaan bahwa kabinet ini lebih untuk balas budi dukungan selama kampanye daripada memprioritaskan kepentingan bangsa.Â
Publik tentu berharap kabinet yang dihasilkan dapat bekerja dengan optimal tanpa dipengaruhi oleh agenda politik sempit.
Dukungan Solid
Di sisi lain, kabinet akomodatif juga memiliki nilai strategis tersendiri. Dengan melibatkan lebih banyak partai politik, Prabowo bisa mendapatkan dukungan yang lebih solid di parlemen, yang pada gilirannya akan memudahkan proses legislasi dan pelaksanaan program-program pemerintahannya.Â
Dalam konteks sistem presidensial yang multipartai seperti Indonesia, keberadaan dukungan luas di parlemen sangat penting untuk menghindari hambatan dalam perumusan kebijakan.
Namun, terlalu banyak kompromi dengan partai-partai politik bisa merugikan kredibilitas Prabowo sebagai pemimpin yang independen.Â
Efektivitas Pemerintahan
Jika kabinet dipenuhi oleh tokoh-tokoh yang tidak kompeten dan hanya dipilih berdasarkan kepentingan politik, maka efektivitas pemerintahan akan diragukan.Â
Masyarakat, yang menginginkan perubahan nyata, akan kecewa jika kabinet tersebut tidak mampu bekerja secara maksimal dan hanya menjadi alat politik.
Fenomena ini terlihat jelas dalam beberapa kali pemanggilan calon menteri ke rumah Prabowo di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan.Â
Banyak nama yang muncul merupakan figur lama dari kabinet Presiden Joko Widodo, yang menimbulkan spekulasi bahwa Prabowo cenderung mempertahankan status quo daripada membawa perubahan.Â
Keputusan Prabowo ini pun dianggap oleh sebagian pengamat sebagai bentuk "politik hutang budi," di mana Prabowo merasa harus mengakomodasi kepentingan Jokowi yang dianggap berperan besar dalam memenangkan pemilihan presiden 2024.
Janji Politik dan kabinet yang Ideal
Selain itu, munculnya nama-nama menteri yang dinilai kurang berhasil pada masa pemerintahan Jokowi semakin memperkuat kekhawatiran bahwa Prabowo tidak akan mampu membentuk kabinet yang ideal.Â
Publik akan mempertanyakan apakah Prabowo mampu menjaga janji-janji politiknya jika tokoh-tokoh yang dipilih tidak memiliki performa yang baik selama menjabat di pemerintahan sebelumnya.
Namun, tak bisa dipungkiri bahwa beberapa menteri dari era Jokowi juga memiliki rekam jejak yang baik.Â
Mengakomodasi mereka dalam kabinet bisa menjadi langkah cerdas untuk memastikan keberlanjutan program-program yang sudah berjalan, terutama di bidang-bidang strategis seperti infrastruktur dan ekonomi.Â
Dengan demikian, Prabowo bisa memanfaatkan pengalaman mereka untuk mempercepat implementasi kebijakan di masa pemerintahannya.
Kabinet Zaken dan Kebutuhan Politik
Pada akhirnya, pilihan antara kabinet zaken atau kabinet akomodatif bukan hanya soal teknis, tapi juga menyangkut strategi politik yang harus dipertimbangkan dengan matang.Â
Jika Prabowo terlalu condong pada kabinet akomodatif, ia bisa kehilangan kepercayaan publik yang menginginkan perubahan nyata.Â
Di sisi lain, jika memilih kabinet zaken tanpa memperhitungkan realitas politik, pemerintahannya bisa tersandera oleh parlemen yang tidak kooperatif.
Publik akan terus mengawasi langkah Prabowo dalam menyusun kabinet. Di tengah harapan besar untuk perubahan, Prabowo harus mampu menyeimbangkan kebutuhan politik dengan profesionalisme.Â
Kabinet yang efektif tidak hanya bergantung pada siapa yang dipilih, tetapi juga pada bagaimana mereka mampu bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, yaitu kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itu, keputusan Prabowo dalam membentuk kabinet akan menjadi ujian besar pertama dalam pemerintahannya. Apakah ia akan mampu mengakomodasi kepentingan politik tanpa mengorbankan profesionalisme?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H