Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

5 Penyebab Gagalnya Pendidikan dan Pengembangan Diri

17 Oktober 2024   14:17 Diperbarui: 22 Oktober 2024   07:14 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Misalnya, seseorang yang memiliki gelar tinggi dalam bidang ekonomi mungkin tahu semua teori tentang manajemen keuangan, tetapi jika ia tidak bisa menerapkan pengetahuan tersebut untuk mengelola keuangannya sendiri atau membantu orang lain, maka belajar tersebut gagal mencapai perubahan yang diharapkan.

2. Menciptakan Mentalitas Kompetitif dan Materialistis

Pendidikan yang hanya berfokus pada sukses duniawi sering kali menciptakan mentalitas kompetitif yang berlebihan dan orientasi materialistis. 

Dalam sistem seperti ini, keberhasilan diukur berdasarkan nilai ujian, gelar, atau posisi pekerjaan, sehingga aspek penting lain seperti nilai-nilai moral, karakter, dan kesejahteraan emosional sering kali diabaikan.

Seseorang yang terjebak dalam pola pikir ini mungkin merasa bahwa kesuksesan diukur hanya dari hal-hal material, seperti pendapatan yang tinggi atau prestasi karier, tanpa menyadari bahwa kebahagiaan dan keseimbangan hidup jauh lebih penting.

Mentalitas ini juga bisa menyebabkan stres, depresi, dan kecemasan, terutama ketika seseorang merasa gagal mencapai standar duniawi yang tinggi, meskipun sudah berusaha keras belajar. 

Mereka mungkin terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain, tanpa menyadari bahwa setiap individu memiliki perjalanan hidup yang berbeda.

Oleh karena itu, kurikulum di sekolah perlu mendapatkan perhatian serius. Proses pembelajaran yang menitikberatkan pada penguasaan materi akademik menyebabkan keberhasilan siswa dinilai secara kuantitatif, yaitu berdasarkan nilai ujian.

Penilaian terutama difokuskan pada sejauh mana siswa dapat mengingat dan memahami materi dari setiap pelajaran, yang kemudian diuji melalui tes formal. 

Hasil ujian ini menjadi tolok ukur utama dalam menilai prestasi siswa, sementara aspek lain dari perkembangan mereka, seperti keterampilan sosial, kreativitas, dan kemampuan berpikir kritis, kurang diperhitungkan.

3. Mengabaikan Pentingnya Nilai Spiritual dan Moral

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun