Namun, di balik kebebasan ini, banyak dosen merasa terbebani oleh tuntutan baru tanpa dukungan yang cukup, baik dari segi pelatihan maupun infrastruktur.Â
Tidak semua dosen siap mengadopsi teknologi baru atau mendesain ulang mata kuliah mereka agar sesuai dengan kebutuhan industri yang dinamis.Â
Banyak dosen senior masih terbiasa dengan metode pengajaran tradisional dan kesulitan beradaptasi dengan tuntutan teknologi yang cepat berubah.Â
Di samping itu, pelatihan dan dukungan infrastruktur yang belum merata menjadi hambatan dalam memaksimalkan potensi Kurikulum Merdeka ini.
Kurikulum Merdeka juga memberikan otonomi lebih bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan program-program inovatif.Â
Di sisi lain, tidak semua perguruan tinggi, terutama yang berada di daerah terpencil atau memiliki keterbatasan sumber daya, mampu menyiapkan infrastruktur yang memadai untuk mendukung program ini.Â
Tantangan seperti akses teknologi yang terbatas dan keterbatasan dana operasional menjadi hambatan besar bagi institusi dalam mewujudkan kebijakan ini.
Tuntutan Kualitas Pengajaran
Dosen yang terlibat dalam melaksanakan kurikulum ini dihadapkan pada dua dilema besar: pertama, bagaimana menjaga kualitas pengajaran dan adaptasi kurikulum agar sesuai dengan tuntutan baru; kedua, bagaimana memastikan kesejahteraan mereka di tengah meningkatnya tuntutan profesional.Â
Tidak sedikit dosen yang merasa kurikulum ini justru menambah beban kerja mereka, tanpa ada peningkatan yang signifikan dalam kesejahteraan dan dukungan institusional.
Ironisnya, di saat dosen diharapkan menjadi pionir dalam memajukan pendidikan tinggi melalui Kurikulum Merdeka, banyak dari mereka justru menghadapi kesulitan dalam hal kesejahteraan.Â