Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Iptek, dan Pendidikan, Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum Merdeka: Asa Dosen Mencari Kemerdekaan

14 Oktober 2024   08:48 Diperbarui: 14 Oktober 2024   12:11 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kurikulum Kampus Merdeka dan Merdeka Belajar, yang diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia, diusung sebagai langkah revolusioner dalam pendidikan tinggi. 

Kurikulum ini memberikan lebih banyak kebebasan kepada mahasiswa, dosen, dan institusi pendidikan dalam proses belajar-mengajar. 

Tujuannya untuk mendorong inovasi, keterbukaan, dan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan industri dan masyarakat. Namun, dalam praktiknya, kurikulum ini menghadirkan dilema tersendiri, terutama bagi para dosen pengajar.

Tuntutan Bagi Dosen Untuk Berinovasi

Pada tataran mahasiswa, Kampus Merdeka menawarkan kebebasan untuk mengeksplorasi berbagai pengalaman di luar program studi utama. 

Melalui program magang, proyek independen, kewirausahaan, atau kesempatan belajar di luar negeri, mahasiswa diharapkan memiliki kesempatan untuk mempersiapkan diri menghadapi tantangan dunia kerja. 

Implementasi kebijakan ini masih menghadapi berbagai kendala, termasuk kesiapan institusi pendidikan dan kesenjangan antara teori yang diajarkan dan praktik di lapangan.

Bagi dosen, Kurikulum Merdeka menawarkan peluang untuk menerapkan metode pengajaran inovatif, lintas disiplin, dan berbasis teknologi. 

Dosen diberikan ruang untuk merancang program yang lebih relevan dengan kebutuhan industri, menyiapkan mahasiswa yang lebih siap kerja, dan berpartisipasi dalam kolaborasi dengan dunia usaha. 

Tantangan Infrastruktur

Namun, di balik kebebasan ini, banyak dosen merasa terbebani oleh tuntutan baru tanpa dukungan yang cukup, baik dari segi pelatihan maupun infrastruktur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun