Di samping telo pendem (ubi jalar) dan kacang tanah, variasi pacitan yang disajikan juga mencakup ubi goreng dan sukun, baik yang direbus maupun digoreng.
Teh manis yang disajikan dalam ceret atau teko, kemudian dituangkan ke dalam cangkir keramik, menambah nuansa kehangatan pada wedangan ini.Â
Cangkir keramik yang indah menjadi tempat menikmati teh, menjadikannya lebih dari sekadar minuman, tetapi sebuah pengalaman yang menyentuh hati.Â
Setiap cangkir teh adalah undangan untuk berkumpul, berbagi cerita, dan menikmati kebersamaan.
Ubi goreng yang renyah dan sukun yang lembut memberikan variasi rasa yang menyenangkan saat dinikmati dengan teh manis.
Sementara sukun, yang bisa disajikan dalam bentuk direbus atau digoreng, menambah kedalaman rasa dan tekstur pada hidangan. Kedua sajian ini tidak hanya lezat, tetapi juga membawa nostalgia akan tradisi yang telah lama ada di kampung halaman.
Tak hanya itu, sesekali Mbak Agnes juga menyuguhkan lemet, hidangan berbahan dasar singkong yang diparut dan diisi dengan gula jawa, kemudian dibungkus daun pisang dan dikukus.Â
Rasa manis lemet yang lembut dan aromanya yang khas membawa kembali kenangan masa kecilnya di Gunungkidul.
Wedangan bagi Mbak Agnes adalah perwujudan dari kehidupan yang sederhana namun penuh arti. Setiap gelas teh yang disajikan adalah undangan untuk menikmati keindahan hidup, untuk bersyukur atas apa yang dimiliki.Â
Ini adalah momen-momen kecil yang sering kali terlewatkan, tetapi memiliki dampak yang besar terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan.
Dalam dunia yang terus bergerak cepat, wedangan mengajak kita untuk meluangkan waktu sejenak, menenangkan pikiran, dan merasakan kedamaian.