Kekerasan fisik pada anak adalah bentuk perlakuan yang melibatkan tindakan fisik yang merugikan atau menyakitkan anak. Ini mencakup berbagai perilaku yang dapat mengakibatkan cedera fisik, rasa sakit, dan kematian.Â
Kekerasan fisik pada anak tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik mereka tetapi juga dapat menimbulkan masalah psikologis jangka panjang.
Menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, kekerasan fisik diartikan sebagai perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, sakit, atau luka berat, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 huruf a.Â
Dengan kata lain, kekerasan fisik mencakup tindakan yang menyebabkan luka, dan penderitaan fisik.
Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2023 terdapat total 24.158 kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan.Â
Dari jumlah tersebut, kekerasan fisik merupakan kategori yang paling sering dilaporkan dengan total 4.511 kasus. Namun, masih banyak kasus kekerasan fisik yang tidak dilaporkan, sehingga angka sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi.
Tempat Terjadinya Kekerasan Anak
Kekerasan fisik terhadap anak dapat terjadi di berbagai lingkungan dan dilakukan oleh berbagai pihak dewasa. Di rumah, kekerasan fisik sering kali dilakukan oleh orang tua atau pengasuh sebagai bentuk hukuman atau ekspresi kemarahan, menciptakan lingkungan yang tidak aman bagi anak.
Di sekolah, kekerasan fisik dapat terjadi melalui tindakan disiplin yang kasar oleh guru atau staf, serta perundungan fisik di antara siswa.Â
Di institusi keagamaan, yang seharusnya menjadi tempat pembinaan moral, kekerasan fisik juga dapat terjadi jika pengasuh atau pendidik menggunakan metode disiplin yang merugikan.
Kekerasan fisik oleh guru terhadap murid sangat tidak dapat diterima dan melanggar hak asasi manusia. Kadang-kadang, kekerasan ini terjadi karena guru tidak memiliki pengendalian diri secara baik, atau merasa stres dan frustrasi dalam menangani murid.