Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Akademisi

Memiliki minat dalam bidang sosial, iptek, dan Pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hentikan Kekerasan dan Diskriminasi terhadap Anak!

21 Juli 2024   17:38 Diperbarui: 2 Agustus 2024   07:43 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kekerasan Terhadap Anak

Masih maraknya kasus kekerasan terhadap anak, baik secara fisik, seksual, maupun psikis, menunjukkan bahwa perlindungan terhadap hak-hak anak masih memerlukan perhatian serius. 

Anak-anak sering menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, di sekolah, atau di lingkungan sekitar mereka. 

Kekerasan fisik bisa berupa pemukulan atau tindakan kasar lainnya, sedangkan kekerasan seksual meliputi pelecehan dan eksploitasi seksual.

Kekerasan psikis, yang mencakup intimidasi, penghinaan, dan perlakuan yang merendahkan, bisa meninggalkan dampak jangka panjang pada perkembangan mental dan emosional anak. 

Kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia terus menjadi masalah serius. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melaporkan bahwa pada tahun 2023, sebanyak 16.854 anak menjadi korban kekerasan. 

Lebih dari itu, banyak anak mengalami berbagai jenis kekerasan secara bersamaan, dengan total kejadian kekerasan mencapai 20.205 kasus di Indonesia sepanjang tahun lalu, (dataindonesia.id, 23/02/2024).

Kekerasan yang dialami anak tidak hanya berupa kekerasan fisik, tetapi juga meliputi kekerasan psikis, seksual, penelantaran, perdagangan orang, dan eksploitasi. 

Kekerasan seksual merupakan jenis kekerasan yang paling sering terjadi di Indonesia pada tahun lalu, dengan jumlah kejadian mencapai 8.838.

Kekerasan fisik terhadap anak tercatat sebanyak 4.025 kasus, sementara kekerasan psikis mencapai 3.800 kejadian. Selain itu, ada 955 kasus penelantaran anak dan 226 kasus eksploitasi yang tercatat di Indonesia selama tahun 2023.

Eksploitasi dan perdagangan anak juga menjadi masalah serius yang mengancam kesejahteraan dan masa depan anak-anak.

Anak-anak dieksploitasi untuk bekerja dalam kondisi yang berbahaya dan tidak manusiawi, dipaksa untuk mengemis, atau bahkan diperdagangkan sebagai komoditas oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. 

Tingginya Kekerasan Seksual

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat adanya 2.335 kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia hingga bulan Agustus, (nasional.kompas.com, 10/10/2023). Dari jumlah tersebut, 487 kasus merupakan kekerasan seksual terhadap anak. 

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melaporkan bahwa jumlah kasus kekerasan dan tindak kriminal terhadap anak di Indonesia mencapai 9.645 kasus antara Januari hingga 28 Mei 2023. 

Jika dibagi berdasarkan jenis kekerasan, kekerasan seksual menempati posisi tertinggi dengan 4.280 kasus, diikuti oleh kekerasan fisik sebanyak 3.152 kasus, dan kekerasan psikis dengan 3.053 kasus.

Angka-angka ini menggambarkan situasi yang memprihatinkan terkait kekerasan dan eksploitasi seksual anak di Indonesia. 

Besarnya jumlah kasus dan korban menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk meningkatkan komitmen dan upaya dalam menangani serta menyelesaikan kasus-kasus kekerasan dan eksploitasi seksual anak. 

Diskriminasi Terhadap Anak 

Diskriminasi terhadap anak perempuan di Indonesia tetap menjadi masalah serius yang memerlukan perhatian khusus. Banyak anak perempuan yang menjadi korban kekerasan, yang menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak dan kesejahteraan mereka. 

Kasus kekerasan yang menimpa anak perempuan bukan hanya mencerminkan ketidakadilan, tetapi juga menggarisbawahi pentingnya upaya yang lebih intensif dalam memastikan keamanan dan kesejahteraan mereka. 

Kasus kekerasan seksual menjadi jenis kekerasan yang paling banyak terjadi dan menduduki posisi teratas dalam jumlah korban sejak tahun 2019 hingga 2023. 

Data ini menegaskan bahwa kekerasan seksual terhadap anak adalah isu utama yang memerlukan penanganan dan perhatian khusus untuk melindungi anak-anak dari dampak yang merugikan.

Anak Difabel

Menurut data yang dipublikasikan oleh Kemenko PMK pada Juni 2022, diperkirakan sekitar 3,3% dari anak usia 5-19 tahun di Indonesia adalah penyandang disabilitas. Dengan jumlah penduduk pada usia tersebut mencapai 66,6 juta jiwa, berarti terdapat sekitar 2.197.833 anak penyandang disabilitas

Namun, data Kemendikbudristek per Agustus 2021 menunjukkan bahwa hanya 269.398 anak penyandang disabilitas yang terdaftar di jalur Sekolah Luar Biasa (SLB) dan sekolah inklusif, yang setara dengan 12,26% dari total anak penyandang disabilitas. 

Keadilan Bagi Anak 

Di beberapa daerah, terutama di wilayah terpencil dan miskin, anak-anak masih kesulitan mengakses layanan kesehatan, pendidikan, dan air bersih yang layak. 

Pemerintah dan organisasi non-pemerintah perlu bekerja sama untuk memperbaiki akses dan kualitas layanan dasar ini, memastikan bahwa setiap anak, tanpa terkecuali, memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang sehat dan mendukung. 

Keterbatasan penegakan hukum terhadap pelanggaran hak anak juga memperparah situasi ini, dengan banyak kasus yang tidak ditangani dengan serius atau berakhir tanpa keadilan bagi korban.

Obed: AI Generated
Obed: AI Generated

Konvensi PBB mengenai Hak-hak Anak?

Hak-hak yang diakui dalam Konvensi PBB mengenai Hak-Hak Anak mencakup hak untuk hidup, berkembang, dan mendapatkan pendidikan yang layak. 

Hak untuk hidup berarti bahwa setiap anak memiliki hak untuk tetap hidup dan bertahan hidup, dengan negara-negara berkewajiban untuk memastikan bahwa kondisi yang mendukung kelangsungan hidup anak-anak terpenuhi. 

Selain hak untuk hidup, anak-anak juga memiliki hak untuk berkembang secara optimal.

Pengembangan ini mencakup aspek fisik, mental, dan sosial, yang berarti anak-anak harus mendapatkan nutrisi yang baik, perlindungan dari penyakit, serta kesempatan untuk bermain dan belajar dalam lingkungan yang merangsang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun