Mohon tunggu...
Obed
Obed Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Menghidupi Kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Suami dan Istri di Zaman Modern dalam Perpektif Alkitab

12 Juli 2024   09:29 Diperbarui: 20 Juli 2024   20:34 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era digital saat ini, pola dan bentuk keluarga mengalami berbagai perubahan, terutama di kota-kota besar dan negara maju. Individualisme yang meningkat dan kesibukan yang dominan seringkali membuat kebersamaan dalam keluarga menjadi berkurang. 

Orang tua sering bekerja hingga larut malam, sementara anak-anak sibuk dengan kegiatan di luar sekolah. Teknologi dan media sosial juga memainkan peran besar dalam mengubah dinamika keluarga, dengan interaksi tatap muka yang sering tergantikan oleh komunikasi digital.

 Disfungsi keluarga, di mana keluarga tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, dapat membawa dampak negatif bagi anggotanya, salah satunya adalah melemahnya rasa pentingnya keluarga. 

Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti pengalaman buruk dalam keluarga seperti konflik berkepanjangan atau kurangnya dukungan emosional, kurangnya pemahaman tentang pentingnya dukungan sosial dan emosional dari keluarga, serta perubahan struktur keluarga seperti meningkatnya jumlah keluarga dengan orang tua tunggal atau pasangan sejenis, dan mobilitas tinggi yang membuat banyak keluarga hidup terpisah. 

Faktor-faktor ini dapat membuat individu merasa bahwa keluarga tidak begitu penting, yang dapat berakibat negatif pada kesehatan mental dan emosional mereka serta menghambat perkembangan mereka dalam menjalin hubungan yang sehat di masa depan.

Keluarga disfungsional adalah sebuah realitas yang dapat memiliki dampak yang mendalam terhadap individu di dalamnya. Dalam keluarga seperti ini, hubungan yang tidak sehat seringkali terjadi akibat konflik yang tak kunjung selesai, komunikasi yang minim, dan pola perilaku yang merugikan. 

June Hunt mengidentifikasi beberapa ciri khas keluarga disfungsional, seperti kekacauan, kontrol yang berlebihan, penyangkalan masalah, ketidakkonsistenan aturan, ketidakstabilan emosional, dan penggunaan rasa malu sebagai alat manipulasi. 

AI Generated
AI Generated

Ketidakharmonisan dalam keluarga ini tidak hanya memengaruhi suasana di dalam rumah, tetapi juga dapat berdampak jangka panjang terhadap kesejahteraan psikologis anggotanya, terutama anak-anak yang rentan terhadap masalah kesehatan mental dan perilaku yang tidak sehat di masa dewasa.

Data dan penelitian juga menyoroti dampak serius dari keluarga disfungsional terhadap perkembangan anak-anak. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang tidak stabil memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan emosional dan perilaku. Mereka cenderung lebih rentan terhadap depresi, kecemasan, serta masalah perilaku seperti penyalahgunaan zat dan pelanggaran hukum.

Studi-studi ini menegaskan bahwa lingkungan keluarga yang tidak sehat dapat menjadi faktor risiko penting dalam menentukan kehidupan dan kesejahteraan anak-anak di masa depan. 

Oleh karena itu, pendekatan pencegahan yang tepat, seperti intervensi dini melalui konseling keluarga dan dukungan sosial, menjadi krusial untuk membantu mengurangi prevalensi keluarga disfungsional dan memfasilitasi pembentukan lingkungan keluarga yang lebih aman, mendukung, dan stabil bagi perkembangan anak-anak.

Perkembangan teknologi, khususnya media sosial, telah mengubah lanskap interaksi keluarga secara signifikan. Meskipun memberikan kemudahan dalam berkomunikasi dan mengakses informasi, media sosial juga membawa dampak negatif yang tidak dapat diabaikan. Kecanduan terhadap media sosial menjadi masalah serius yang dapat mengganggu keseimbangan dan keharmonisan keluarga. 

Selain itu, penyebaran informasi palsu atau hoaks melalui platform ini dapat memicu kebingungan dan konflik dalam keluarga, menyebabkan ketegangan yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, sementara media sosial memberikan manfaat dalam hal konektivitas, keluarga perlu menerapkan penggunaan yang bijak untuk memastikan bahwa nilai-nilai dan komunikasi yang sehat tetap terjaga.

Garry R. Collins mengidentifikasi bahwa masalah utama dalam keluarga sering kali disebabkan oleh kekurangan karakter yang diperlukan untuk membentuk keluarga yang sehat. Ketidakmampuan dalam keterampilan interpersonal, kurangnya komitmen, ketidakjelasan dalam peran, dan ketidakstabilan lingkungan merupakan beberapa faktor yang dapat menyebabkan masalah dalam dinamika keluarga. Pentingnya komunikasi yang efektif dan komitmen yang kuat sangat ditekankan untuk memecahkan sengketa dan memperbaiki hubungan yang terganggu.

Disfungsi keluarga, di mana keluarga tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, dapat membawa dampak negatif bagi anggotanya, salah satunya adalah melemahnya rasa pentingnya keluarga. 

Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti pengalaman buruk dalam keluarga seperti konflik berkepanjangan atau kurangnya dukungan emosional, kurangnya pemahaman tentang pentingnya dukungan sosial dan emosional dari keluarga, serta perubahan struktur keluarga seperti meningkatnya jumlah keluarga dengan orang tua tunggal atau pasangan sejenis, dan mobilitas tinggi yang membuat banyak keluarga hidup terpisah. 

Faktor-faktor ini dapat membuat individu merasa bahwa keluarga tidak begitu penting, yang dapat berakibat negatif pada kesehatan mental dan emosional mereka serta menghambat perkembangan mereka dalam menjalin hubungan yang sehat di masa depan.

Namun, di tengah berbagai tantangan ini, penting untuk diingat bahwa keluarga tetaplah institusi penting yang memiliki peran sentral dalam kehidupan manusia. Alkitab, dalam berbagai ayatnya, memberikan panduan dan peneguhan tentang pentingnya keluarga dan bagaimana menjaganya agar tetap harmonis dan bahagia. Salah satu contoh pentingnya peran keluarga ditegaskan dalam Efesus 5:25-27. 

Ayat-ayat ini menekankan kasih Allah sebagai fondasi utama dalam membangun keluarga yang bahagia. Suami diibaratkan sebagai Kristus yang mengasihi jemaat dengan penuh pengorbanan, dan istri digambarkan sebagai jemaat yang tunduk dengan kasih kepada suaminya, sebagaimana ia tunduk kepada Tuhan. 

AI Generated
AI Generated

Dinamika kasih dan ketaatan ini mencerminkan pentingnya kehadiran Allah dalam struktur keluarga. Kehadiran Allah dalam keluarga membawa kekuatan, kasih, dan bimbingan yang membantu keluarga melalui berbagai tantangan dan rintangan.

Dalam konteks keluarga Kristen, peran suami dan istri memiliki signifikansi besar dalam meneruskan iman kepada generasi berikutnya. Alkitab menegaskan bahwa keluarga bukan hanya merepresentasikan kehadiran Allah tetapi juga merupakan inti dari kehidupan Kristen. Institusi pernikahan dianggap sakral dan memiliki makna yang mendalam dalam ajaran agama. 

Firman Tuhan menggariskan bahwa kesatuan antara laki-laki dan perempuan adalah fondasi yang krusial dalam membangun keluarga yang kokoh dan berpusat pada nilai-nilai iman. Seperti yang tertulis dalam Kejadian 2:24, "Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.".

Dengan berlandaskan kasih Allah, keluarga dapat menjadi tempat yang aman, nyaman, dan penuh kasih sayang bagi semua anggotanya. Oleh karena itu, di tengah berbagai tantangan yang dihadapi keluarga modern, penting untuk kembali kepada nilai-nilai Kristiani yang menekankan pentingnya kasih Allah dan peran sentral keluarga dalam kehidupan manusia. Dengan berpegang teguh pada nilai-nilai ini, keluarga dapat menjadi benteng pertahanan yang kuat bagi anggotanya, dan membantu mereka untuk bertumbuh dan berkembang menjadi individu yang dewasa dan bahagia.

Ajaran Rasul Petrus dalam 1 Petrus 3:1-7 menekankan kewajiban istri untuk tunduk kepada suaminya dengan sikap yang murni dan saleh, sehingga suami yang tidak taat kepada firman pun dapat dimenangkan oleh kelakuan istrinya. 

Petrus menasihati para istri untuk tidak fokus pada perhiasan lahiriah, tetapi lebih pada perhiasan batiniah berupa roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah. 

Selain itu, suami diharapkan untuk hidup bijaksana dengan istrinya, menghormati mereka sebagai kaum yang lebih lemah dan sebagai teman pewaris dari kasih karunia kehidupan, agar hubungan mereka dengan Allah tidak terhalang. Kehormatan dalam keluarga tercermin dalam perilaku istri yang menghormati Allah dan sikap bijaksana suami yang penuh pengertian terhadap istrinya.

Di tengah pembahasan mengenai disfungsi keluarga dan peran penting kasih Allah dalam membangun harmoni keluarga, ada beberapa faktor krusial yang perlu ditekankan. Pertama adalah pengampunan. Memaafkan kesalahan dan pelanggaran dalam keluarga adalah langkah penting untuk memulihkan kepercayaan dan keharmonisan. Seperti yang tertulis dalam Efesus 4:32, "Hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih sayang dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu."  

Kedua, kesiapan untuk berkorban juga sangat penting dalam membangun keluarga yang kokoh. Ini mencakup komitmen untuk meluangkan waktu bersama, membantu dalam tugas rumah tangga, dan menunjukkan kasih sayang dengan tulus, sesuai dengan Filipi 2:3-4 yang mengingatkan, "Janganlah ada yang mencari kepentingan sendiri, tetapi hendaklah masing-masing merendahkan hati dan menganggap orang lain lebih mulia dari pada dirinya sendiri."

Ketiga, Komunikasi terbuka adalah landasan lain dalam membentuk keluarga yang sehat. Dengan mendengarkan, memahami, dan mencari solusi bersama, keluarga dapat menyelesaikan konflik dengan baik. Kolose 3:13-14 mengingatkan kita untuk, "Bertoleransilah terhadap satu sama lain dan saling mengampuni, sebagaimana Kristus telah mengampuni kamu, demikianlah kamu harus saling mengampuni. Dan di atas semuanya itu kenakanlah kasih, sebagai ikatan yang sempurna."

Keempat, kedewasaan dalam semua aspek kehidupan---fisik, mental, dan rohani---mempengaruhi kebahagiaan keluarga. Dengan pemahaman akan Firman Tuhan dan kehidupan doa yang konsisten, keluarga dapat membuat keputusan yang tepat dan mengatasi masalah dengan bijaksana. Seperti yang disampaikan dalam Amsal 17:27, "Orang yang berpengetahuan menahan lidahnya, tetapi orang yang bijaksana adalah orang yang berkepala dingin." Tambahan ayat dalam Perjanjian Baru yang relevan adalah Yakobus 1:5, "Jika ada di antara kamu yang kurang bijaksana, hendaklah ia meminta kepada Allah yang memberi kepada semua orang dengan murah hati dan tanpa menghina, niscaya ia akan diberikan."

Kelima, Kesatuan iman dan praktik perkawinan monogami juga dianggap sebagai syarat penting dalam membentuk keluarga yang sehat. Alkitab menekankan bahwa perempuan diciptakan untuk bersatu dalam perkawinan monogami, dan kehidupan rumah tangga Kristen berlandaskan kasih Kristus. Pasangan Kristen diharapkan untuk mencapai keselarasan dalam iman dan kematangan rohani, dengan memenuhi kewajiban seksual mereka sebagai bagian dari penghormatan terhadap hubungan yang diatur oleh Firman Tuhan. 

Sebagaimana yang tertulis dalam 1 Korintus 7:3-5, "Suami harus memberikan kepada isterinya apa yang menjadi haknya, begitu juga isteri kepada suaminya. Isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya; demikian juga suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya. Janganlah kalian menolak satu sama lain, kecuali mungkin dengan persetujuan untuk sementara waktu, supaya kamu ada kesempatan untuk berdoa; tetapi kemudian hendaklah kamu hidup bersama-sama lagi, supaya Iblis jangan mencoba kamu karena kekurang-ajaranmu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun