Mohon tunggu...
Sariyanto
Sariyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Hobi membaca dan menulis, tertarik dalam bidang pendidikan, teologi, dan Teknologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sikap Suami Istri dalam Mengatasi Disfungsi Keluarga di Era Digital

12 Juli 2024   09:29 Diperbarui: 12 Juli 2024   13:41 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dengan berlandaskan kasih Allah, keluarga dapat menjadi tempat yang aman, nyaman, dan penuh kasih sayang bagi semua anggotanya. Oleh karena itu, di tengah berbagai tantangan yang dihadapi keluarga modern, penting untuk kembali kepada nilai-nilai Kristiani yang menekankan pentingnya kasih Allah dan peran sentral keluarga dalam kehidupan manusia. Dengan berpegang teguh pada nilai-nilai ini, keluarga dapat menjadi benteng pertahanan yang kuat bagi anggotanya, dan membantu mereka untuk bertumbuh dan berkembang menjadi individu yang dewasa dan bahagia.

Ajaran Rasul Petrus dalam 1 Petrus 3:1-7 menekankan kewajiban istri untuk tunduk kepada suaminya dengan sikap yang murni dan saleh, sehingga suami yang tidak taat kepada firman pun dapat dimenangkan oleh kelakuan istrinya. 

Petrus menasihati para istri untuk tidak fokus pada perhiasan lahiriah, tetapi lebih pada perhiasan batiniah berupa roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah. 

Selain itu, suami diharapkan untuk hidup bijaksana dengan istrinya, menghormati mereka sebagai kaum yang lebih lemah dan sebagai teman pewaris dari kasih karunia kehidupan, agar hubungan mereka dengan Allah tidak terhalang. Kehormatan dalam keluarga tercermin dalam perilaku istri yang menghormati Allah dan sikap bijaksana suami yang penuh pengertian terhadap istrinya.

Di tengah pembahasan mengenai disfungsi keluarga dan peran penting kasih Allah dalam membangun harmoni keluarga, ada beberapa faktor krusial yang perlu ditekankan. Pertama adalah pengampunan. Memaafkan kesalahan dan pelanggaran dalam keluarga adalah langkah penting untuk memulihkan kepercayaan dan keharmonisan. Seperti yang tertulis dalam Efesus 4:32, "Hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih sayang dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu."  

Kedua, kesiapan untuk berkorban juga sangat penting dalam membangun keluarga yang kokoh. Ini mencakup komitmen untuk meluangkan waktu bersama, membantu dalam tugas rumah tangga, dan menunjukkan kasih sayang dengan tulus, sesuai dengan Filipi 2:3-4 yang mengingatkan, "Janganlah ada yang mencari kepentingan sendiri, tetapi hendaklah masing-masing merendahkan hati dan menganggap orang lain lebih mulia dari pada dirinya sendiri."

Ketiga, Komunikasi terbuka adalah landasan lain dalam membentuk keluarga yang sehat. Dengan mendengarkan, memahami, dan mencari solusi bersama, keluarga dapat menyelesaikan konflik dengan baik. Kolose 3:13-14 mengingatkan kita untuk, "Bertoleransilah terhadap satu sama lain dan saling mengampuni, sebagaimana Kristus telah mengampuni kamu, demikianlah kamu harus saling mengampuni. Dan di atas semuanya itu kenakanlah kasih, sebagai ikatan yang sempurna."

Keempat, kedewasaan dalam semua aspek kehidupan---fisik, mental, dan rohani---mempengaruhi kebahagiaan keluarga. Dengan pemahaman akan Firman Tuhan dan kehidupan doa yang konsisten, keluarga dapat membuat keputusan yang tepat dan mengatasi masalah dengan bijaksana. Seperti yang disampaikan dalam Amsal 17:27, "Orang yang berpengetahuan menahan lidahnya, tetapi orang yang bijaksana adalah orang yang berkepala dingin." Tambahan ayat dalam Perjanjian Baru yang relevan adalah Yakobus 1:5, "Jika ada di antara kamu yang kurang bijaksana, hendaklah ia meminta kepada Allah yang memberi kepada semua orang dengan murah hati dan tanpa menghina, niscaya ia akan diberikan."

Kelima, Kesatuan iman dan praktik perkawinan monogami juga dianggap sebagai syarat penting dalam membentuk keluarga yang sehat. Alkitab menekankan bahwa perempuan diciptakan untuk bersatu dalam perkawinan monogami, dan kehidupan rumah tangga Kristen berlandaskan kasih Kristus. Pasangan Kristen diharapkan untuk mencapai keselarasan dalam iman dan kematangan rohani, dengan memenuhi kewajiban seksual mereka sebagai bagian dari penghormatan terhadap hubungan yang diatur oleh Firman Tuhan. 

Sebagaimana yang tertulis dalam 1 Korintus 7:3-5, "Suami harus memberikan kepada isterinya apa yang menjadi haknya, begitu juga isteri kepada suaminya. Isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya; demikian juga suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya. Janganlah kalian menolak satu sama lain, kecuali mungkin dengan persetujuan untuk sementara waktu, supaya kamu ada kesempatan untuk berdoa; tetapi kemudian hendaklah kamu hidup bersama-sama lagi, supaya Iblis jangan mencoba kamu karena kekurang-ajaranmu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun