Disaat asik menulis, terdengar suara perempuan. "Kak, nulis apa sih?"
"Anu, data. Itu data desa." Uh, mulutku gelagapan. Maklum tumben ditegur gadis kota. Emang beda tampilan dan lagaknya. Tak tanggung-tanggung dia mendekatiku. Hatiku tambah deg-degan.
"Aku Ratih. Adiknya Mirah. Wah, tulisannya bagus. Pantes kakak disuruh nulis."
Aku berdiri. Sedikit membersihkan tanganku dari bekas cat putih.
"Kenalkan. Aku Wawan. Masih di bawah dua tingkat dari kakak Mirah." Aku julurkan tangan. Ratih tanpa canggung menyalami jemariku. Waduuh, seperti kesetrum. Ada getaran yang hanya Aku merasakan.
"Aku panggil Kak Wawan aja ya. Biar terasa akram. Kakak udah biasa ya ngambil kerjaan nulis gini. Tulisannya indah dan rapi." Tanya Ratih. Ratih jongkok disampinhku. Hatiku jadi tambah kacau.
"Aku sih belum pernah ambil job. Cuman kalau dosen nyuruh bikin di plastik untuk presentasi sudah beberapa kali."
"O, slide proyektor itu. Kak Wawan ambil jurusan apa sih?"
Ada rasa malu menjawab. Tapi, gimana lagi bisa berbohong.
"Kakak ambil keguruan."
"Oo, keguruan. Berarti calon guru. Pantes pinter nulis. Ajari dong Kakak?"
Ratih mengambil kuas kecil. Lalu memasukan di cat.
"Pegang dong tangan Ratih, biar cat ini tidak belebotan." Ratih mengambil jemariku. Tentu Aku sangat senang dapat kesempatan memegang jemari yang halus itu.
"Bener gini Kak? Ratih menggerakkan tangan. Sementara Tanganku memandunya.