Tergoda Gadis SMA Saat KKN
DN Sarjana
"Ayuk, kamu tidak sekolah ya?" Terdengar di kamar sebelah tempat penginapanku bersama Budi. Kulihat jam di dinding menunjukan pukul tujuh pagi. Aku agak malas bangun karena hari ini hari sabtu. Pas juga kegiatan keluar tidak ada. Besok hari minggu baru kegiatan kerja bakti bersama masyarakat.
"Nggak kak. Males. Gurunya sering tidak datang." Suara perempuan terdengar renyah. "Pasti cantik," pikirku.
"Ayuk, Ayuk. Soal guru masuk atau tidak itu bukan urusanmu. Ayuk kan tugasnya belajar. Ya belajar saja sendiri. Keperpustakaan kek baca novel."
Setelah suara itu, aku perlahan bangun. Aku berkaca, merapikan diri sedikit, walau belum mandi. Aku melangkah keluar. Aku menoleh ke sebelah kiri pintu kamar. Tak sangka aku menatap gadis lumayan cantik. Memakai kaos berwarna putih. Kulitnya tidak terlalu putih dan rambut sebahu.
Aku bergegas ke kamar mandi. Tidak terlalu lama, balik ke kamar. Ternyata perempuan itu masih ada di tempat semula. Dia asik membaca buku. Dan aku pura-pura tidak peratiin.
"Kak, ada air hangat. Mau nyeduh kopi nih." Tanyaku kepada Mirah.
"Oo, ini Wan. Ada kok. Baru san Kakak buat sehabis menanak nasi. Udah ada kopi?"
"Udah Kak. Masih sisa sampai lusa kali."
Aku berjalan melewati perempuan yang masih asik baca buku. Aku berpikir bagaimana bisa mulai kenalan? Aku beranikan diri aja bertanya sama kakak Mirah. Aku.sebut kakak karena Mirah sudah semester sepuluh. Dia mengambil jurusan ekonomi akutansi. Sedangkan Aku baru semester enam.
"Kak Mirah, ini adiknya ya?" Perempuan itu menoleh. Aduuh, matanya bulat bening dengan bulu mata yang lengkung. Dadaku terasa ditusuk.
"Iya Dik Wawan. Katanya dia tidak sekolah. Males gurunya sering tidak datang."
"O, gitu. Bener sih." Aku permisi dan duduk agak jauh dari perempuan itu. Aku sulut sebatang rokok sambil menikmati kopi panas.
Tersisa kopi setengah gelas, Aku melanjutkan menulis papan data yang menjadi tugas pokokku KKN. Aku dapat KKN di Desa Tuban. Kebetulan saat itu Desa Tuban dipercaya untuk mengikuti lomba desa. Entah mengapa, Aku dipercaya untuk menulis data di setiap dusun.
"Permisi, Aku ngambil papan sebentar." Entah mengapa papan data ada di tembok sebelah gadis itu duduk.
"Ya, silahkan Kak. Mau nulis ya?" Tanya perempuan itu dengan suara yang renyah.
"Hanya melanjutkan Dik. Kemarin sudah selesai sebagian."
Hanya segitu. Tidak ada lagi pembicaraan. Padahal Aku ingin perempuan itu bertanya lagi. Tiba-tiba kakak Mirah keluar dari ruangan sudah rapi. Ditangannya kulihat map plastik warna hijau.
"Dik, Wawan. Kakak mau ke kantor desa sebentar. Kemarin janjian sama pak kades untuk mengoreksi pembukuan kas desa. Titip adik di sini."
"Silahkan Kak Mirah. Hati-hati."
Kakak Mirah mengambil motornya. Yamaha 75 warna merah. Di tahun itu, tahun 1985, sudah sangat bagus. Aku sendiri tidak punya motor.
Disaat asik menulis, terdengar suara perempuan. "Kak, nulis apa sih?"
"Anu, data. Itu data desa." Uh, mulutku gelagapan. Maklum tumben ditegur gadis kota. Emang beda tampilan dan lagaknya. Tak tanggung-tanggung dia mendekatiku. Hatiku tambah deg-degan.
"Aku Ratih. Adiknya Mirah. Wah, tulisannya bagus. Pantes kakak disuruh nulis."
Aku berdiri. Sedikit membersihkan tanganku dari bekas cat putih.
"Kenalkan. Aku Wawan. Masih di bawah dua tingkat dari kakak Mirah." Aku julurkan tangan. Ratih tanpa canggung menyalami jemariku. Waduuh, seperti kesetrum. Ada getaran yang hanya Aku merasakan.
"Aku panggil Kak Wawan aja ya. Biar terasa akram. Kakak udah biasa ya ngambil kerjaan nulis gini. Tulisannya indah dan rapi." Tanya Ratih. Ratih jongkok disampinhku. Hatiku jadi tambah kacau.
"Aku sih belum pernah ambil job. Cuman kalau dosen nyuruh bikin di plastik untuk presentasi sudah beberapa kali."
"O, slide proyektor itu. Kak Wawan ambil jurusan apa sih?"
Ada rasa malu menjawab. Tapi, gimana lagi bisa berbohong.
"Kakak ambil keguruan."
"Oo, keguruan. Berarti calon guru. Pantes pinter nulis. Ajari dong Kakak?"
Ratih mengambil kuas kecil. Lalu memasukan di cat.
"Pegang dong tangan Ratih, biar cat ini tidak belebotan." Ratih mengambil jemariku. Tentu Aku sangat senang dapat kesempatan memegang jemari yang halus itu.
"Bener gini Kak? Ratih menggerakkan tangan. Sementara Tanganku memandunya.
"Waduuuh..., maaf Kak Wawan. Jemarimu kena cat." Sambil berucap Ratih memegang jemariku dengan lembut.
Ratih memandangku tajam. Sorot mata  seolah menyimpan sesuatu yang sangat rahasia. Bibirnya yang tipis, seakan bergetar.
"Kak Wawan. Ratih mengagumi mu. Kakak lelaki yang serius. Pastilah nanti bertanggungjawab atas keluarga.
"Ini sudah siang. Kakak mau makan siang dulu ya. Mau makan di sini?"
"Lain kali aja. Boleh kan Ratih temenin Kakak sampai sore. Aku kan dianterin sama Kakak  Mirah balik ke rumah nanti."
"Tentu dengan senang hati. Istirahat dulu di kamar Kakak Mirah." Kataku sebelum akhirnya Aku masuk kamar untuk makan.
Waktu terus berlalu. Aku merebahkan badan di kasur. "Andai Aku hidup lebih berpunya, Aku bawa motor KKN, pasti Aku tawarkan ke pantai kepada Ratih. Tidak seperti sekarang, mengeluarkan kata-kata aja malu." Pikirku
"Kak, udah selesai makan." Tiba-tiba Ratih duduk di samping tempatku berbaring. Aku terkejut dan mengambil posisi duduk.
"Kakak, bentar Ratih balik. Semoga besok atau lusa bisa datang lagi."
Entah darimana kelakianku bangkit. Aku merasa tertantang. Aku berpindah duduk agar berhadapan. Aku ambil jemarinya.
"Iya. Ratih harus rajin sekolah. Jangan melawan guru. Nanti bisa bodoh dan tidak sukses."
Tak dinyana Ratih merebahkan kepalanya di bahu ku. Aku tak menyia-nyiakan kesempatan. Ku belai rambutnya. Ku elus pipinya, dan kecupan bertengger di bibir Ratih. Rupanya Ratih menyambut. Aku rebahkan di tempat tidur. Dan kamipun saling melepas cumbu.
"Maakan Kakak ya Dik Ratih. Aku nakal padamu."
"Tidak Kak Wawan. Aku merasakan getaran kasih sayang."
Suara motor terdengar dari jauh. Ratih bergegas keluar dari ruangan Wawan. Ratih tak ingin Kakaknya tahu peristiwa tadi.
Suasanapun hening sunyi. Keindahan yang baru san terjadi telah terbawa angin dan waktu.
Akankan cinta mereka akan berlanjut?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H