"Waduuuh..., maaf Kak Wawan. Jemarimu kena cat." Sambil berucap Ratih memegang jemariku dengan lembut.
Ratih memandangku tajam. Sorot mata  seolah menyimpan sesuatu yang sangat rahasia. Bibirnya yang tipis, seakan bergetar.
"Kak Wawan. Ratih mengagumi mu. Kakak lelaki yang serius. Pastilah nanti bertanggungjawab atas keluarga.
"Ini sudah siang. Kakak mau makan siang dulu ya. Mau makan di sini?"
"Lain kali aja. Boleh kan Ratih temenin Kakak sampai sore. Aku kan dianterin sama Kakak  Mirah balik ke rumah nanti."
"Tentu dengan senang hati. Istirahat dulu di kamar Kakak Mirah." Kataku sebelum akhirnya Aku masuk kamar untuk makan.
Waktu terus berlalu. Aku merebahkan badan di kasur. "Andai Aku hidup lebih berpunya, Aku bawa motor KKN, pasti Aku tawarkan ke pantai kepada Ratih. Tidak seperti sekarang, mengeluarkan kata-kata aja malu." Pikirku
"Kak, udah selesai makan." Tiba-tiba Ratih duduk di samping tempatku berbaring. Aku terkejut dan mengambil posisi duduk.
"Kakak, bentar Ratih balik. Semoga besok atau lusa bisa datang lagi."
Entah darimana kelakianku bangkit. Aku merasa tertantang. Aku berpindah duduk agar berhadapan. Aku ambil jemarinya.
"Iya. Ratih harus rajin sekolah. Jangan melawan guru. Nanti bisa bodoh dan tidak sukses."
Tak dinyana Ratih merebahkan kepalanya di bahu ku. Aku tak menyia-nyiakan kesempatan. Ku belai rambutnya. Ku elus pipinya, dan kecupan bertengger di bibir Ratih. Rupanya Ratih menyambut. Aku rebahkan di tempat tidur. Dan kamipun saling melepas cumbu.