"Teman-teman bilang kamu cewek matere. Itu lho, cewek mata duitan. Sebulan sama Eka, sebulannya lagi sama Aldo."
"Hmmm, gitu ya. Aku akan cari orang yang ngegosipin seperti itu." Jawab Vini. Terlihat wajah mukanya yang putih bersih agak kemerahan menahan amarah.
"Tapi, jangan bilang Aku nanti Vin!"
Vini mengangguk dan berusaha melepas senyumnya. Merekapun berpisah di gang untuk masing-masing naik kelantai dua menuju kelas.
Memang Vini idolah siswa laki-laki di sekolah itu. Ada Eka, Aldo, Zaka dan banyak lagi berusaha merebut hati Vini. Walau Vini hanya anak petani, tapi dia memang cantik dari situnya. Rambutnya tergerai lebat dan sedikit ikal dibiarkan dibawah bahu. Mata yang terkesan sipi dengan lekuk bulu mata, serta bibir tipis bercirikan senyum manis, pastilah cukup menggoda kaum hawa. Vini tidak banyak bersentuhan dengan make up atau asesoris lainnya. Ia tidak cukup uang untuk itu.
Akhir-akhir ini Vini sedikit bisa memenuhi biaya perawatan tubuhnya karena ibunya bekerja di luar negeri.
Disekolah Vini biasa-biasa saja. Dia tidak mengagungkan kecantikannya. Dia luwes bergaul dengan siapapun, sehingga orang susah menebak siapa kekasih Vini yang sebenarnya.
Cuman menjelang tamat sekolah, Vini sering dekat dengan Eka. Pemuda tampan yang kalem, lumayan pinter dan suka main musik.
Sekali waktu Vini mau dibonceng sama Eka. Itupun karena terpaksa, Vini terlalu lama menunggu angkot.
"Vin, bentar lagi kita berpisah ya?" Pertanyaan Eka sambil melajukan motornya.
"Memang sudah waktunya Kaka. Kita sudah tamat." Vini menjawab sambil membetulkan boncengannya. Vini biasa memanggil Kaka kepada Eka dimana rasa cinta itu Ia tambatkan.