Mohon tunggu...
Nyoman Sarjana
Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Takdir

26 Mei 2024   20:09 Diperbarui: 26 Mei 2024   20:20 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mn I Luh, sebaiknya kita tidur dulu. Sisa jejahitan sesaji besok saja dilanjutkan. Besok kan hari minggu.
Nanti anak anak suruh metanding". Pan Putu mendekati istrinya. Dia takut istrinya sakit. Dia tidak biasa bekerja sampai malam begini.

"Ya Bli. Silahkan duluan. Saya merapikan janur dulu". Men I Luh memungut potongan-potongan janur yang lumayan banyak di Bale Mundak. Entah jam berapa, dia baru bisa tidur disamping suaminya yang sudah tertidur lelap. Ia merasa bersyukur memasuki usia tua, masih didampingi suami yang penuh perhatian.

Hari-hari dilalui Men I Luh dengan menyisakan satu pertanyaan tentang rahasia di rumah tua. Selama dia menjadi bagian keluarga besar di situ, dia hanya melaksanakan kewajiban yang tidak jauh berbeda dengan orang tua lainnya. Tidak pernah dirasakan ada hal yang aneh.

"Bli, apa sih maksud Mbok tentang rumah kita? Saya kok tidak mengerti". Pertanyaan Men ILuh kepada suaminya yang sedang mempersiapkan ulam upakara.

"Aduuh...Luh. kepikiran banget ya. Itu hanya candaan dari Mbok. Karena kita sebagai tetua di rumah ini, pastilah dikuatkan".

"Maksudnya candaan?" Men ILuh kelihatan penasaran. Dia mendekati suaminya dari tempat metanding.
Men ILuh merasa takut kalau-kalau dia punya hutang yang harus dibayar dengan sesajen. Dia percaya betul dengan sanghyang embang. Apalagi hutang pada leluhur. Dia sering mendengar orang-orang bilang berhutang kepada leluhur, akan sulit menjalani kehidupan ini.

"Luh, mungkin maksud Mbok kita harus lebih giat melatih diri untuk mempersiapkan upakara. Bukankah selama ini beliau yang sering membantu kita".

"Apa hanya seperti itu. Sesederhana itu Bli?"

"Menurut Bli ya". Jawab Pan I Luh sambil menyelesaikan adonan caru. Sebenarnya Pan I Luh  juga menyimpan rahasia ucapan Mbok. Tapi dia berusaha. mencari jawab.

"Benar juga kata Bli. Kita seumur ini sangat dimudahkan oleh Mbok. Tapi saya ragu ucapan Mbok tentang rumah tua kita tidak sebatas itu Bli".

"Ya sudah. Dekati cucu Men I Luh. Itu dia memanggilmu. Pasti ada yang diminta. Kan Men ILuh yang paling sayang".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun