Mohon tunggu...
Nyoman Sarjana
Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Teruntuk Bu Guru

21 April 2024   19:45 Diperbarui: 21 April 2024   20:02 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Teruntuk Bu Guru

"Selamat malam bu guru. Ijinkan aku menyampaikan pesan ini kepada ibu, semoga ibu berkenan membaca.

Bu, aku Hendra, murid ibu yang bandel dulu saat SMP. Aku kelas 9a angkatan tahun 2000. Aku sering membuat ibu kecewa saat ibu menjelaskan.

Maaf karena aku tidak suka pelajaran Bahasa Indonesia. Rasanya kok lucu bahasa lagi dipelajari padahal kita sudah berbahasa setiap hari.

Aku lebih suka pelajaran seni, sehingga saat ibu menjelaskan aku sibuk orak-orek menggambar di belakang.

Ibu, setelah saya berkeluarga, ternyata bahasa itu amat penting. Apalagi ibu sering menekankan berbahasalah dengan baik. Apalagi susastra seperti puisi. Dengan membaca atau membuat puisi, Itu akan membantu menghilangkan saat mengalami kepenatan dalam hidup.

Menutup pesan ini, justru saya sekarang harus pinter menyusun bahasa berupa naskah drama kalau saya memberi mata kuliah drama tari klasik. Kebetulan saya jadi dosen bu. Selamat hari Kartini, buk. Salam hormat dari saya Hendra."

Ibu guru Rasmi terdiam merenung. Ia mengingat-ingat kembali muridnya tahun itu. "Sudah terlalu lama pikirnya."

Sambil memeriksa ulangan, ibu Rasmi baru terbayang peristiwa dengan murid yang bernama Hendra.

"Hendra, tugasmu mana?" Tanya Bu Rasmi.
"Di rumah Bu. Saya lupa membawa."

"Kalau begitu buat sekarang saja. Buat cerita pendek empat alinea saja. Tentang pengalaman kamu hari minggu di rumah."

Walau merasa tidak nyaman, Hendra menuruti permintaan Ibu Rasmi. Sementara Bu Rasmi tetap memberi pelajaran buat siswa yang lain.

Kurang lebih 20 menit Hendra membuat cerita pendek, pengalamannya di hari minggu.

"Sudah selesai Hendra?"

"Sudah Buk." Hendra menyodorkan kepada Bu Rasmi."

Bu Rasmi membaca dengan seksama. Ternyata yang ditulis cerita tentang kehadiran Fitri kerumahnya. Tulisan yang cukup romantis. Kadang Bu Rasmi terbawa juga pada saat ia pacaran.

"Hendra, maksud Ibu bukan pengalaman seperti yang kamu tulis. Ibu bermaksud bagaimana kewajiban mu di rumah dengan keluarga saat hari minggu."

Hendra menggaruk-garuk kepalanya sambil senyum-senyum. Ibu Rasmi juga jadi salah tingkah.

"Bu, apa tulisanku salah? Memang gitu kejadian hari minggu. Aku tidak pacaran. Tapi teman biasa."

"Ya, sudah. Tidak usah diperpanjang. Kamu kalau berkelit memang pinter."

Hendra menunduk. Dan kemudian Ibu Rasmi terperanjat dari lamunan masa lalunya. Ternyata anak yang bandel dulu, masih ingat sama bu gurunya.

Bu Rasmi, terus mengetik di handpone nya. "Terimakasih Hendra masih ingat Ibu. Terimakasih atas ucapan hari Kartini.Semoga Hendra jadi dosen yang sukses."

Tulisan itu lalu Ia kirim. "Ternyata anak nakal, tidak selamanya akan nakal, apalagi gagal."
Kemudian Bu Rasmi menghentikan memeriksa ulangan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun