Teruntuk Bu Guru
"Selamat malam bu guru. Ijinkan aku menyampaikan pesan ini kepada ibu, semoga ibu berkenan membaca.
Bu, aku Hendra, murid ibu yang bandel dulu saat SMP. Aku kelas 9a angkatan tahun 2000. Aku sering membuat ibu kecewa saat ibu menjelaskan.
Maaf karena aku tidak suka pelajaran Bahasa Indonesia. Rasanya kok lucu bahasa lagi dipelajari padahal kita sudah berbahasa setiap hari.
Aku lebih suka pelajaran seni, sehingga saat ibu menjelaskan aku sibuk orak-orek menggambar di belakang.
Ibu, setelah saya berkeluarga, ternyata bahasa itu amat penting. Apalagi ibu sering menekankan berbahasalah dengan baik. Apalagi susastra seperti puisi. Dengan membaca atau membuat puisi, Itu akan membantu menghilangkan saat mengalami kepenatan dalam hidup.
Menutup pesan ini, justru saya sekarang harus pinter menyusun bahasa berupa naskah drama kalau saya memberi mata kuliah drama tari klasik. Kebetulan saya jadi dosen bu. Selamat hari Kartini, buk. Salam hormat dari saya Hendra."
Ibu guru Rasmi terdiam merenung. Ia mengingat-ingat kembali muridnya tahun itu. "Sudah terlalu lama pikirnya."
Sambil memeriksa ulangan, ibu Rasmi baru terbayang peristiwa dengan murid yang bernama Hendra.
"Hendra, tugasmu mana?" Tanya Bu Rasmi.
"Di rumah Bu. Saya lupa membawa."
"Kalau begitu buat sekarang saja. Buat cerita pendek empat alinea saja. Tentang pengalaman kamu hari minggu di rumah."