"Aku ngayah...Aku ngayah... Carikan bunga cempaka putih 3 buah. Aku mau minum air suci. Aku ngayah..."
Lelaki yang sebaya dengan penari itu meminta orang tua, mencari kembang cempaka dan mengambil air suci yang sudah tersedia.
Lelaki itupun seperti berucap dan memohon sesuatu, lalu dia memercikkan air suci kepada penari. Tidak lama penari sudah lemas tidak bertenaga. Ia duduk dengan tenang, seolah tidak terjadi apa-apa.
"Bli, aku gimana?" Dia bertanya pada lelaki yang ada di sampingnya.
"Tidak apa Luh, hanya Luh tidak sadar sebentar."
"Tapi aku takut Bli. Aku tidak mau."
"Yaa.., tenang dulu. Besok setelah mepamit, kita akan bicarakan. Sekarang mari kita siap-siap pulang.
Luh SUkesti masih termangu. Dia dipapah oleh lelaki itu. Ternyata dia Wayan Purwa, pemimpin sekha atau grup kesenian yang pentas. Wayan Purwa disamping penari juga penekun spritual.
Keesokan harinya, Wayan Purwa pergi ke rumah Luh Sukesti. Ia ingin tahu apa yang terjadi kemarin malam.
"Selamat pagi Bli Mangku. Luh Sukesti ada?"
"Yee, Wayan Purwa. Ayo duduk. Baru san Luh Sukesti habis sembahyang. Ada apa tumben?"