Bagaimana Aku Menjawab Surat Tino?
Bel masuk berbunyi. Yeni terburu-buru melapor kepada ibu perpustkaan.
"Bu, saya pinjam buku ini. Tapi mengapa buku novel Siti Nurbaya tadi tidak ada. Padahal saya taruh di atas meja. Mungkin ada yang meminjam ya Bu?"
"Bentar ya Nak. Ibu cari di list peminjaman. Eee.., kamu Yeni ya? Hampir saja Ibu lupa. Ah, kamu memang jagonua baca novel." Kata Ibu Astutik yang bertugas saat itu.
Ibu Astuti dengan teliti melihat dan membaca list peminjam. Maklum anak-anak SMA 1, memang anak yang top. Soal membaca buku sudah tidak diragukan lagi.
"Naaa, ini dek Yeni. Peminjam nomor 60. Dia minjam buku novel Siti Nurbaya. Buku Belajar Matematika Secara Praktis. Namanya Tino. Tino itu kan kelas IPA 1. Sekelas kan?" Kata ibu Astuti sambil memandangi Yeni.
Yeni mengangguk lalu berucap. "Ya, bu. Takut nanti tidak saya kembalikan. Udah ya bu. Saya masuk kelas dulu." Yeni mencium tangan Ibu Astuti, langsung pamit keburu masuk kelas.
Na, biasalah. Kalau tidak bikin kelas nyeleneh, bukan Rani namanya. Rupanya dari tadi dia menunggu kehadiran Yeni.
"Perhatian..., perhatian.... Siapa diantara kalian yang meminjam buku novel Siti Nurbaya? Kan kalian saja yang masuk ke perpus tadi. Ini bidadari Yeni kehilangan jejak." Kata Rani di depan kelas.
"Aduuh, dasar Rani. Sempatnya mengolok-ngolok. Padahal sebentar ada ulangan IPA." Pikir Yeni. Dia tidak mau menambahkan. Pasti kelas akan ribut. Dan itu menjadi bahan Rani untuk membuat ceriita baru. Kebetulan juga guru matematika sudah masuk kelas.
"Ada apa Rani? Kamu berlagak gitu di depan kelas." Rani terkejut. Tiba-tiba guru matematika sudah ada disampingnya.
"Eee, ndak Pak. Iseng aja tadi bermain dengan teman." Rani menuju tempat duduk. Ada beberapa siswa sedikit tersenyum ketika melihat Rani kaget.
Ulangan matematika berlangsung dengan tertib. Hanya Rani yang sering menundik Yeni. Maklum Yeni juga jago metematika. Rani mengambil kertas yang baru san diaodorkan kepada Yeni. Biasalah, Rani bertanya jawaban nomor 2 dan 5.
Waktu terus berlalu. Ulangan sudah selesai dan bel pulang sudah berbunyi.
Anak-anak berhamburan menuju halaman sekolah.
"Yen, ketemu ya yang ngambil buku novel Siti Nurbaya. Kalau Aku tahu akan Aku hajar."kata Rani sambil mengepalkan tangannya.
"Nggak usah kepikir Ran. Besok juga kembali. Kan biasa, paling buku novel dipinjam selama dua hari."
Yeni menjawab dan berusaha menyembunyikan bahwa yang meminjam Tino. Pasti akan jadi rame.
Sampai di rumah Yeni berpikir bagaimana cara menyembunyikan agar Rani tidak tahu bahwa yang meminjam buku novel itu Tino? Â Yeni menduga pasti Tino tidak lama minjam novelnya. Dia kan jarang pinjam buku nobel. Yeni tahu kalau Tino nggak Doyan baca novel.
Hari senin, seperti biasa akan ada upacara bendera. Yeni pagi-pagi benar berangkat sekolah. Dia ingin mengembalikan buku-buku yang dipinjam hari jumat lalu.
Sesampai di sekolah, Yeni langsung masuk ke ruang perpustakaan. Alangkah terkejutnya Yeni. Ternyata Tino sudah duluan di ruang perpustakaan.
"Selamat pagi Yen. Aku nunggu Ibu Astuti. Beliau belum hadir. Boleh aku titip buku yang aku pinjam untuk dikembalikan? Aku dapat sebagai petugas upacara." Kata Tino.
Yeni berpikir, "Kok tumben-tumbennya Tino sepagi ini ngembalikin buku?"
"Yaa, deh Tino. Aku akan menyampaikan kepada Ibu."
Mereka kemudian saling pandang. Tentunya tatapan yang beda dari hari-hari biasa. Ada getar yang muncul di hati Yeni. Pastinya hal yang sama dialami Tino.
Yeni memegang buku. Ia terkejut. Buku novel Siti Nurmaya yang Ia mau pinjam, kok ada di tangan Tino?
Yeni lalu membuka buku tersebut. Hati Yeni tambah tak menentu. Ternyata ada selembar surat di dalamnya. Ada apa ini?
Yeni serba salah. Tapi ia cekatan mengambilnya. Tertulis "Untukmu Yeni."
Secepatnya Yeni mengambil, lalu memasukkan ke dalam tas.
Sampai Ibu astuti pegawai perpustakaan datang, surat itu sudah terselamatkan. "Syukur, tidak terjadi. Bagimana kalau Ibu yang membuka dan mendapati surat itu dalam buku novel?"
Hari itu Yeni tidak fokus belajar. Pertanyaan demi pertanyaan bermunculan dalam pikirannya. Belum lagi dadanya terasa deg-degan karena surat itu.
#apa yang akan terjadi selanjutnya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H