Mohon tunggu...
Nyai Harifah
Nyai Harifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM

Merenungi segala sesuatu di dunia ini Genre favorit K-pop dan lagu galau Indonesia, Suka puisi, Suka sejarah, Suka horor, Suka kamu, eh! NewB dalam menulis, butuh support :)

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Stunting dan Air Bersih: Dua sejoli yang Luput dari Perhatian Masyarakat

10 September 2024   00:50 Diperbarui: 11 September 2024   23:42 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tribun Flores https://images.app.goo.gl/g121JpqWCcqD9QEK6

Apa penyebab stunting?

Penyebab stunting bervariasi, bukan hanya kekurangan asupan gizi anak di 1000 hari pertama yang dihitung sejak anak berada di dalam kandungan ibu. Cara asuh orang tua yang tidak tepat, pemeriksaan kehamilan (Antenatal care) yang tidak teratur, kualitas pelayanan kesehatan, pengetahuan ibu, kemampuan keluarga dalam menyediakan makanan bergizi, ketersediaan air bersih, kebersihan dan sanitasi lingkungan merupakan beberapa hal yang berhubungan dengan terjadinya stunting pada anak.

Loh kok bisa ketersediaan air bersih berkontribusi  dalam kejadian stunting?

Tenang readers, kita bahas pelan-pelan yaa..

Akses terhadap air bersih merupakan hal yang krusial dalam kesehatan masyarakat, sebagaimana yang sudah digaungkan di poin 6.1 Suistanable Development goal's, yang menargetkan tercapainya akses terhadap air minum yang aman dan terjangkau secara universal dan merata di tahun 2030.

Kehidupan manusia sangat bergantung pada air yang ia konsumsi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI  nomor 492/Menkes/Per/IV/2010  air minum adalah air yang melalui proses pengolahan maupun tanpa proses yang memenuhi standar kesehatan dan dapat langsung diminum.  Parameter standar air minum terdiri dari parameter biologi, kimia dan fisika. Parameter biologi yaitu tidak ditemukannya bakteri, virus, maupun parasit di dalam air. Parameter kimia yaitu tidak ditemukannya zat beracun seperti arsenik, sianida, aluminium, besi dan zat beracun lainnya, serta parameter fisik berupa warna, bau, kekeruhan dan rasa pada air. Kalau kamu menemukan tanda-tanda air yang tidak memenuhi syarat di atas, jangan diminum ya dek yaa.

Sayang sekali readers, tidak seluruh masyarakat Indonesia dapat mengakses air minum yang layak. Hasil Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023 beberapa provinsi di Indonesia masih belum mendapatkan akses air minum yang layak dengan persentase di bawah  90%  yaitu Provinsi NTT, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Papua Barat Daya, Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan dan Lampung. Beberapa provinsi di atas memiliki prevalensi stunting lebih dari 15% yaitu NTT (26,2%), Sulawesi Barat(22,8%), Papua Tengah (18,6%), dan Papua Barat daya (20,3%) .

Ketersediaan air bersih dan stunting

Akses terhadap air bersih juga berpengaruh pada kebersihan dan sanitasi lingkungan di masyarakat. Air bersih digunakan untuk menunjang kebersihan diri dan lingkungan seperti mencuci tangan, membersihkan alat dan bahan makanan, juga membersihkan area genital setelah buang air besar maupun kecil. Keluarga yang kesulitan mengakses air bersih akan kesulitan pula dalam menerapkan perilaku bersih dan sehat kepada dirinya. Akibatnya apa? Keluarga akan menerapkan perilaku bersih  'sebisanya'.  Sebisanya mencuci tangan, kalau ada air. Sebisanya masak dengan air bersih, kalaupun ada airnya. Sebisanya buang air besar dan kecil di kakus, kalaupun ada air di kakus. Walaupun ada pilihan untuk membeli air bersih, tidak semua keluarga mampu secara ekonomi untuk membeli air bersih.

Akibatnya apa?

Perilaku-perilaku di atas memperbesar kemungkinan keluarga terinfeksi bakteri, virus maupun parasit yang didapat dari konsumsi makanan dan air yang tercemar. Infeksi ini menyebabkan kesakitan seperti diare, korela, hepatitis A hingga polio pada anggota keluarga, terutama balita yang belum memiliki sistem imun yang sempurna. Kejadian infeksi berulang pada balita menyebabkan penyerapan nutrisi untuk tumbuh kembangnya berkurang karena sebagian besar nutrisi digunakan untuk melawan infeksi penyakit. Akibatnya, balita akan kekurangan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan, dan terjadilah stunting pada balita. Balita yang stunting akan mudah terinfeksi penyakit, sehingga kejadian infeksi pun terjadi berulang-ulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun